Penicilin

414 65 3
                                    

Runtuh.. duniaku serasa terkikis dalam lagi. Ayah tak bisa selamat, ia kritis dari keadaanya yang sangat baik saat kami tinggal ke Gwangju. Orang orang berdatangan dengan baju hitam mereka menyalamiku dan berbicara agar aku kuat menghadapinya. Tuan Lee bersama Nyonya Lee dan Ken datang juga, begitu juga Jungkook dan Taehyung datang kepadaku dengan mata super sembab nya, serta Yoongi, Jimin, dan Hoseok juga datang di pemakaman Ayah. Jujur saja aku sudah tak bisa menangis, karena tangis tak cukup mendeskripsikan hancurnya aku saat ini.

"Jin, masih ada aku" Namjoo memelukku dan berbisik padaku. Aku hanya mengangguk

Satu orang yang kutunggu. Ah tidak, dua. Ibu dan Jisoo tak terlihat, mungkin mereka benar. Benar-benar menghapus hidup kami dari hidup mereka. Hanya Jisoo saja yang sedikit bermain main pada hidupku, bermain permainan keji yang kadang aku tak habis pikir apa salahku padanya sehingga ia membenciku begitu dalam.

.
.
.

Satu minggu setelah ayah pergi aku kembali ke Kyoto. Aku ditemani Jungkook saat itu karena Taehyung sudah balik duluan sebelum kami. Lebih baik aku disana, karena kalau disini aku bisa gila membayangkan ayah memanggil namaku untuk diambilkan buku. Setelah ayah pergi, Namjoon menepati janjinya pada Ayah. Dia mengajakku makan es krim, membeli jeruk satu keranjang yang akhirnya berakhir di perut Jungkook dan Jimin.

Tring Tring

"....."

"Sudah, ini baru sampai apartemen bersama Jungkook"

"....."

"Iyaa, jangan khawatir"

"....."

"Pokoknya selesaikan pekerjaanmu dulu. Password apartemenku belum ganti hehehe"

"....."

"I love you"

"Siapa?" Jungkook bertanya padaku

"Siapa lagi? Appamu" aku terkekeh

"Iya juga ya. Hahh Taetae oppa jarang sekali bilang I love you, paling kalau ada maunya saja dia baru bilang" Jungkook mempoutkan bibirnya lucu

"Yang penting dia sayang padamu, aku bisa lihat kok kalau dia sungguh sungguh padamu. Saat kau hipotermia waktu itu kau tidak tau dia seperti orang gila? Ya meskipun aku juga hampir"

"Kalau begitu kenapa dia tidak segera melamarku? Dia tidak takut apa keduluan orang lain?" Jawab Jungkook enteng

"Ngomong apa kau anak kecil? Usia mu baru 19 kook. Memang kau siap jadi istri? Mengurus anak? Tidak bisa menonton oppa oppa mu lagi karena anakmu merengek minta susu" aku terkekeh sambil mencubit pipi Jungkook

"Ya kan aku bilang lamar. Kalau nikah tahun depan juga tidak apa" Jungkook mengeyel sambil memainkan ponselnya

"Satu lagi, kalau kau sudah berumah tangga kau tidak boleh menyelesaikan masalahmu dan Taehyung dengan mengadu padaku atau Namjoon. Kalian harus menyelesaikannya sendiri"

"Hahh.. itu bahkan lebih susah dari merawat anak" Jungkook merosot duduknya. Dia memang selalu jadi bayi kami.

"Nih Yoongi eonni tanya apa kita suda sampai. Katanya dia mau kesini. Wah kenapa dia jadi rajin ke Kyoto ya? Apa tidak bekerja" celetuk Jungkook

"Dia produser Kook tidak perlu kerja terikat waktu. Lagipula pamannya kan disini" Jungkook mengangguk.

"Aku lapar, apa ada tteok di kulkasmu?"

"Ada, masak saja. Tapi daun bawangnya tidak ada"

"Tidak masalah. Kalau aku yang masak pasti enak" Jungkook melenggang ke dapur dan mulai memasak. Tak lama Yoongi datang membawa beberapa tempura untuk kami.

END Home [Namjin FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang