"Terimakasih atas hari ini" aku keluar mobil sambil membungkuk padanya. Sesaat sebelum aku beranjak, ia memanggilku lagi.
"Bisa aku meminta nomor ponselmu?" Ia menyerahkan telepon genggamnya
"Untuk?"
"Kalau aku mau kesini aku akan menghubungimu dulu" ia memperjelas
"Oh, ini" aku memberikan ponselnya setelah aku mengetik nomor ponselku "Jumat ini kami akan berkumpul, kau bisa kabari aku jika ingin kesini"
"Baiklah. Terimakasih banyak, hari ini menyenangkan" ia melambai padaku dan melajukan mobilnya
Aku memasuki rumah. Sekarang sudah pukul 8 malam dan pasti seluruh keluarga Lee sedang bersiap untuk makan malam. Kubuka pintu depan, sebelum aku mengucapkan salam, bocah kecil itu sudah berkacak pinggang dengan wajah muram.
"Jin chan~ itu siapa?" Eiji merengek, sepertinya ia menungguku dan melihat aku pulang lewat jendela kamarnya
"Teman Jin-chan. Kenapa Eiji marah-marah?" Aku mengelus pipi gembulnya
"Dia menculik Jin-chan" Eiji masuk dalam pelukanku. Aku hanya terkekeh, dia memang selalu ingin menjadi pelindungku.
"Bukan. Teman jin itu orang yang baik. Kapan-kapan Jin akan mengajaknya kesini. Eiji bisa kenalan dengannya" kataku sambil mengelus puncak kepalanya
"Sekarang kita makan ya? Pasti ada tamago dan ham kesukaan Eiji" Eiji mengangguk dan menggandeng tanganku menuju meja makan.
"Jin? Sudah pulang?" Nyonya Lee tersenyum lebar sambil menaruh semangkuk nabe di hadapanku.
"Maaf aku terlambat, tadi ada teman dari Korea yang mengajak ke Nara" aku membungkuk sopan
"Wah aku senang mendengarnya. Ajak dia kesini Jumat ini" Tuan Lee dengan nada khasnya berbicara padaku sambil memulai makannya.
"Jin, besok temani aku ke toko bunga mau tidak? Dosenku akan pensiun dan aku berencana memberinya bunga di acara perpisahan" Ken berceletuk sambil menyantap makan malamnya
"Tidak boleh!" Bukan aku yang menjawab, ini Eiji dengan tatapan mautnya menjawab pertanyaan Ken. Seluruh orang di ruang makan itu tertawa kecuali Eiji dan Ken.
"Asiik Ojican pergi bersama Jin. Wlee" Ken meledek Eiji dengan menjulurkan lidah. Sudah pasti itu membuat Eiji kesal.
"Jin chan pasti tidak mau! Ojican jelek, suka nakal pada Eiji!" Eiji mulai kesal
"Aaaa!!!" Tangan Ken digigit Eiji. Memang mereka tidak boleh duduk bersebelahan.
"Makanya ojichan jangan nakal pada Eiji. Kalau ojichan culik Jin chan Eiji bisa gigit ojican 10 kali" Eiji menunjukkan angka 10 menggunakan tangannya.
"Kau mau tangan ojican bolong huh? Wah lihat" Ken mengecek gigi Eiji "Ish, sudah tumbuh semua pantas saja sakit"
"Ayolah, dia sudah 3 tahun Ken" Tuan Lee menepuk dahinya
"Hahaha iya juga. Tapi kelakuannya seperti 18 tahun, sudah seperti kekasih Jin yang posesive" Aku terkekeh karena perkataan Ken
"Ka chan~ Eiji sudah selesai. Jin chan, Eiji menghabiskan makan malam Eiji" Eiji menunjukkan mangkuk bersihnya kemudia aku mengacungkan jempol
Rumah. Tempat ini lebih terasa rumah bagiku. Biar kuceritakan sedikit tntang keluargaku. Ayahku adalah Kim Seung Hyun, dia adalah seorang pekerja keras, ia bekerja untuk kementerian luar negeri Korea. Sedangkan ibuku, dia Im Jin Ah mungkin biasa dikenal dengan nama panggungnya , Nana. Ibuku adalah seorang model sebelum ia menikah dengan ayahku, dan memilih kembali menjadi model. Kembali ke dunia entertain dan meninggalkan kami keluarganya saat aku berumur 7 tahun dan adikku Jisoo berumur 5 tahun. Ironis memang, tapi keputusan Ibuku untuk memilih menikahi Ayahku sepertinya adalah keputusan buruk, karena Ibuku adalah orang yang tak suka dengan komitmen. Pernah aku mendengar Ayah bertengkar dengan Ibu, Ibu bilang bahwa menikah adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya , termasuk memiliki aku dan Jisoo . Sebab itulah ia meninggalkan kami, dan sampai saat ini aku tidak pernah bertemu Ibu sejak perceraiannya. Ia telak menghapus kami dari Ibunya.
Aku dan Jisoo tumbuh bersama Ayah kami tanpa kasih sayang seorang Ibu. Ayah, dia mulai gila kerja semenjak bercerai. Bisa dibilang kami 90% diasuh oleh maid dan penjaga di rumah kami. Ayah tak pernah sama sekali mencari pengganti Ibu, bahkan sampai kami dewasa dan mandiri. Aku dan Jisoo bahagia dengan dunia kami sendiri dan bibi Park, pengasuh kami. Sampai kami mulai beranjak dewasa, Jisoo bilang ia mulai menemukan jati dirinya. Ia pergi dari rumah seperti burung emas yang lepas dari sangkar, memasuki dunia malam dan memilih menjadi seorang model terkenal yang penuh skandal. Ayah marah saat itu, Ayah bilang Jisoo tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan baik, sama seperti Ibu. Jisoo tak kalah marah, dia bilang dia tak pernah membawa nama Ayah atas apa yang ia lakukan, jadi Ayah tak berhak menghakiminya. Tepat tiga tahun lalu Jisoo benar benar meninggalkan rumah, sama seperti Ibu, dia lenyap menghapus kami dari hidupnya. Mulai saat kecil duniaku terkikis, kehilangan banyak orang dalam hidupku dan di duniaku yang kecil ini masih saja ada yang hilang. Itulah mengapa, aku tak pernah merasa punya rumah. Punya, tapi tak pernah benar benar merasa punya.
.
.
."Kau kenal professor Hitomi kan?" Ken bertanya padaku saat kami menuju toko bunga.
"Tau saja. Tidak kenal, aku baru beberapa kali diajar olehnya. Dan sekarang dia pensiun... sayang sekali"
"Menurutmu bunga apa yang cocok untuknya? Apa hadiah lain saja?"
"Bunga kukira cocok. Kau tau hanakotoba tidak Ken? Kau orang Jepang pasti mengerti minimal pernah dengar"
"Eh? Hanakotoba? Tidak pernah dengar" Aku menggeleng pelan sambil terkekeh.
"Bahasa bunga. Kau bisa memberikan bunga berdasarkan apa yang kau rasakan pada orang itu. Tapi todak terpaku pada itu juga sih. Kau bisa memberikan bunga berdasar warna dan bunga yang orang itu sukai" Ken mengangguk paham
"Nah karena aku tidak tahu warna dan bunga kesukaan professor Hitomi, aku akan mengikuti Hanakotoba saja" Ken menunjukan senyum kikuknya. Lelaki ini jenius, tapi ketika tersenyum seperti itu terlihat seperti orang bodoh.
"Kau bisa pakai bunga daffodil sebagai tanda bahwa ia akan selalu dihormati , atau aster sebagai tanda bahwa ia akan selalu diingat" aku membacakan bahasa bunga itu lewat ponselku. Aku hanya tahu apa itu hanakotoba, tak mungkin juga aku sampai hafal dengan artinya.
"Baiklah, kalau begitu akan kupadukan. Semoga professor Hitomi suka dengan pilihan ku" Ken tertawa
"Aku?" Aku menunjuk diriku sendiri
"Tidak lah. Kau hanya mencontek" Ken terkekeh meledek
"Seharusnya aku turuti saja kata-kata Eiji. Dasar monster penculik" Aku ikut terkekeh
.
.
."Nih, terimakasih membantuku tadi" Ken meletakkan bunga di tanganku sesaat kami memasuki rumah.
"Terimakasih" jawabku singkat kemudian aku naik ke lantai 2 menuju kamarku. Kupandangi bunga putih ini, aku tidak tahu namanya tapi cukup cantik. Pilihan Ken tak buruk juga.
"Bunga yanh bagus jin-san. Gardenia?" Haruka melewatiku saat aku akan masuk ke kamar.
"Benarkah? Aku baru tahu namanya. Aku masuk dulu" Haruka mengangguk dan berlalu meninggalkan ku.
"Huff hari yang panjang" gumamku sambil merebahkan badan di ranjangku
Tring...
Ponselku berbunyi tanda bahwa ada SMS yang masuk
+81811209xxxx
Hai Jin
Ini aku NamjoonMe
Tersimpan 👌🏼Namjoon
Besok aku berencana ikut perkumpulan
Apa kau ada disana?Me
Aku ada
Sebaiknya kau datang lebih awal, karena kau anggota baruNamjoon
Baiklah, aku datang kesana jam 6 sore 😄Me
Oke, kami tunggu 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
END Home [Namjin FF]
Fanfic"Apa kau hidup hanya untuk menunggu kematian?" "Ya. Aku bukannya tidak bisa mati sekarang. Tapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan dulu sebelum aku mati"