Brukk
Jungkook dan aku menoleh ke arah pintu kamar Jungkook. Sepertinya memang ada sesuatu yang jatuh.
"Ma..maaf. Aku tidak bermaksud mendengar semuanya" Yoongi. Ia tertunduk, aku yakin dia mendengar percakapan kami.
"Aku pulang kala.."
"Tidak" Aku mencegahnya "Kau temanku juga Yoon" aku memanggilnya untuk duduk bersama kami. Jungkook menyeka air mata menggunakan lengan hoodienya
Yoongi menatapku, wajahnya tak seperti biasanya. Mungkin ia merasa buruk melihatku dan Jungkook menangis seperti ini. Padahal biasanya kami menghabiskan hari-hari kami dengan hal hal yang tidak serius. Yoongi tiba-tiba memelukku, Jungkook yang tadi sudah membendung tangisnya kembali meluap lagi. Yoongi tak berucap apapun, kuakui dia wanita yang tak pandai mengungkapkan apa yang ia rasakan dengan kata-kata. Tapi dia adalah seseorang yang akan langsung bertindak nyata. Yoongi terisak, aku mendengar jelas dia terisak. Cukup aneh bagiku karena Yoongi adalah seseorang yang dingin.
"Jangan menangis, aku tidak apa-apa" aku mengelus pundak Yoongi . Tapi dia menggeleng.
"Jin" Yoongi membuka suaranya sambil terisak "ceritakan kisahmu, aku mohon. Aku tahu kau sama sekali tak baik-baik saja"
Tiba-tiba? Sejenak aku terdiam. Apa yang harus kuceritakan dari hidupku yang hampir seluruhnya berisi kenangan tak baik?
"Dengar Yoon, aku tidak tahu aku berlebihan atau apa. Aku hanya bisa berbagi cerita pahit. Kalau hanya itu yang bisa kubagikan apakah aku harus berbagi?" Jungkook menatapku sendu. Sementara Yoongi mulai melepas pelukannya dariku.
"Tolong. Jangan simpan itu sendiri. Hanya orang egois yang tak mau mendengarkan beban sahabatnya" Yoongi menatapku. Matanya masih memerah dan berkaca-kaca.
Setelah itu aku memantapkan hati, mereka berdua orang pertama yang akan mendengar kisahku. Kisah mengapa aku menjadi sebuah gunung es yang seumur hidupnya ditakdirkan kesepian. Kuceritakan dengan runtut kisahku, mereka berdua mendengarkan dengan baik. Mereka berhak meninggalkanku setelah mendengarkan segala ceritaku, aku ini tak lebih baik dari menyeramkan.
" Kalau suatu hari nanti aku pergi darimu, itu semua mauku Jin. Bukan karenamu. Kau tahu kan perpisahan itu tak terelakan?" Aku mengangguk, begitu pula Jungkook yang menyetujui kata-kata Yoongi
"Tak ada katalis lain dalam sebuah perpisahan Jin. Hanya Tuhan yang berhak menentukan seseorang akan bertemu dan kapan mereka akan berpisah" Yoongi menatapku lekat .
"Eonni, eonni bukan orang jahat. Lalu apa alasan Tuhan harus menghukum Eonni?" Aku menggeleng pelan
"Aku tidak tahu. Tapi begitulah hidupku terjadi, segala kebahagiaanku harus kubayar dengan kesedihan yang lebih besar dari kebahagiaanku"
"Dengar aku Jin, temukan kebahagiaanmu. Kau tak harus memikirkan orang lain" Yoongi menangkup wajahku. Aku kembali terisak. Terharu atas perlakuan kedua orang yang bisa dibilang baru kukenal dalam beberapa waktu.
"Terimakasih, terimakasih sudah mendengarkanku"
.
.
."Diamond Kim Mengaku Bahwa Tengah Hamil Anak Hasil Hubungannya dengan RM"
Prang
Aku mengambil pecahan gelas karena ulah teledorku barusan. Aku seperti benar-benar hilang kendali tadi. Aneh. Aku tidka bisa mendeskripsikannya. Harus senang, sedih, atau tidak peduli, aku juga tidak tahu.
Mungkin ini terdengar aneh, tapi Namjoon memang tak pernah sekalipun membicarakan hubungannya dengan Jisoo, meskipun dia sudah tahu bahwa Jisoo adalah adikku. Dia tak pernah mengklarifikasi bahwa hubungannya tak benar kepadaku, disamping agensinya yang mengklarifikasi bahwa berita itu adalah tidak benar. Aku tak akan meminta penjelasan apapun, aku tak mempunyai hak apapun atas itu. Kalaupun berita itu benar, aku harus bahagia, bagaimanapun Jisoo adalah adikku. Dia bukan orang lain bagiku meskipun sekarang ia adalah orang lain, bukan Jisoo lagi. Aku tidak mengerti bagaimana aku harus bereaksi, di sisi lain pria yang saat ini terus mengatakan bahwa ia menyayangimu adalah pria yang menjadi seorang ayah bagi anak saudarimu. Ini jelas tidak benar. Tidak benar sama sekali.
Brak!!
"Jin" Yoongi terengah-engah. Dia memasuki kamarku secara tiba-tiba. Ada apa pikirku? Aku yang masih dalan posisi berjongkok memungut pecahan kaca menoleh ke arah pintu.
"Kau baik-baik saja?" Aku mengangguk. Masih bingung kenapa Yoongi sepanik itu.
"Ya?" Aku bingung harus menjawab apa. Apa aku terlihat tidak baik-baik saja.
"Haishh" Yoongi menutup layar laptopku yang memperlihatkan berita yang baru saja kubaca. "Monster itu" Ia menutup wajahnya bersandar pada kasurku menendang nendang tanpa arah. Kemudian Yoongi memandangku sendu.
"Jin, kau marah tidak kalau aku bilang aku bertemu denganmu bukan tanpa sebab" aku mengerutkan dahiku masih tak mengerti dengan ucapan Yoongi. Dari tadi gelagatnya memang sangat aneh. Aku menggeleng
"Maksudmu?" Aku duduk di sebelahnya
"Aku ini sepupu Namjoon" Yoongi menenggelamkan wajahnya diantara kakinya yang terlipat. Aku hanya ber 'oh' ria mendengar ucapan Yoongi. Lantas kenapa?
"Aku yakin kau tak bodoh Jin" Yoongi menatapku dengan tatapan mengintimidasi khas nya "Namjoon, dia mencintaimu" aku tertunduk. Aku tak memang tak sebodoh itu untuk tau perasaan Namjoon .
"Dia banyak cerita tentangmu, bahkan saat dia masih disini waktu itu. Dia tidak mengerti perasaannya pada waktu itu, dia cuma bilang serasa ada kupu kupu di perutnya bila bersamamu" Yoongi kemudian tersenyum geli "Dia pintar membuat lirik tentang cinta tapi dia bodoh untuk mengerti perasaannya sendiri"
"Kau tahu Yoon, aku tak bisa membalasnya" jawabku lirih "dia harusnya bersama adikku"
"Haiss" Yoongi mengusak rambutnya "Aku tidak habis pikir ada adik yang mengancam akan membahayakan nyawa kakaknya"
"Aku?" Tanyaku "mengancam apa?" Aku penasaran
"Aku sudah tau dia itu adikmu semenjak Namjoon pulang ke Korea, Diamond datang ke ruangan Namjoon saat aku disana untuk mengurus beberapa pekerjaan, aku keluar tapi aku cukup penasaran untuk tidak menguping. Dia bilang pada Namjoon dia bisa membahayakan nyawamu kalau Namjoon masih mendekatimu, atau bisa saja melenyapkanmu kalau Namjoon sampai memperkenalkanmu ke khalayak luas. Itu sebabnya Namjoon tidak pernah klarifikasi semua perkataan adikmu itu" Yoongi menatapku. Seketika air mataku keluar begitu saja. Jisoo, adikku yang paling kusayangi bahkan sampai berubah menjadi monster untuk diriku. Yang bahkan sampai saat ini aku tidak mengerti kenapa ia terobsesi menghancurkanku.
"Memang seharusnya aku tidak ada di bumi ini, mungkin semuanya akan damai" aku mencoba menghentikan tangisku. Tapi ini keluar begitu saja.
"Kau tahu adikmu itu gila popularitas kan? Namjoon kenal dengan adikmu di sebuah klub saat ada pesta. Aku sangat tahu bagaimana adikmu mengejar ngejar Namjoon untuk jadi kekasihnya. Sampai pernah Namjoon dijebak olehnya dengan obat bius. Untung Jimin tahu dan langsung membobol kamar mereka. Dia melakukan segala cara untuk mendapatkan popularitas" Yoongi menoleh ke arahku
"Aku yakin berita itu tidak benar Jin. Aku bisa jamin 100%" Yoongi memelukku mengusap pundakku. "Aku menemuimu bukan karena Namjoon menyuruhku, tapi aku tidak bisa melihat sepupuku yang kuanggap seperti adik kandungku sendiri hampir meregang nyawa lagi. Dia punya alasan hidup sekarang" Yoongi tiba-tiba terisak
"Aku tidak mau siapapun mencelakaimu. Namjoon sangat mencintaimu Jin, sangat. Untuk itu aku mencintaimu juga, dan setelah aku mengenalmu semakin banyak alasanku untuk mencintaimu. Itulah kenapa aku tak suka kalau kau bilang kau adalah sebuah kesialan. Kau bahkan alasan seseorang menlanjutkan hidupnya" Yoongi makin terisak . Aku juga menitihkan air mataku, tak tahu harus berbuat apa.
"Jin, apa kau mencintai Namjoon?" Yoongi menatapku. Aku menggeleng
"Tidak tahu" jawabku singkat. Tapi air mataku kembali menetes . Mungkin hatiku menang saat ini.
"Pikirkan baik-baik Jin. Aku tak mau kehilangan kalian berdua. Aku pulang" Yoongi menyeka air matanya. Lalu beranjak meninggalkanku di kamar.
Namjoon, andai kau tahu kau sulit untuk tidak kucintai. Tapi ini sulit untuk dimengerti. Aku takut, sangat takut untuk dicintai. Karena kau bisa saja hancur karenaku. Jisoo, dia mencintaimu dengan caranya yang tak biasa. Aku tahu kau tidak mencintainya. Mungkin paling baik memang tak ada yang bersamamu, aku maupun Jisoo. Mungkin. Kita tidak pernah tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Home [Namjin FF]
Fanfiction"Apa kau hidup hanya untuk menunggu kematian?" "Ya. Aku bukannya tidak bisa mati sekarang. Tapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan dulu sebelum aku mati"