Aku, aku bagaikan lubang kunci yang terdapat sisi kosong di dalamku. Seumur hidupku aku merasa kosong, tapi aku tidak pernah tau anak kunci mana yang pas untukku, dan memang tidak pernah berharap anak kunci itu datang. Karena kukira memang aku ditakdirkan hidup sendiri. Lalu Namjoon datang, ia bagaikan anak kunci yang datang mengisi sisi kosongku itu. Pas. Bukan hanya bisa mengisi sisi kosong itu, tapi ia bisa membuka sesuatu yang ada di dalamnya. Kami, dua orang yang pernah sama-sama hancur dengan cara kami masing-masing. Saling mengisi dan aku bahagia ada bersamanya.
"Namjoon" aku memanggil Namjoon yang terus menoleh ke arah jendela di sofa tempat ia tidur di kamarku. Ia membalikkan badannya ke arahku.
"Temani aku" aku tahu Namjoon dalam keadaan tak baik setelah mendapat kabar tadi. Ponselnya ia matikan karena banyak sekali yang memastikan itu padanya. "Sini" aku menepuk sisi tempat tidurku, Namjoon beranjak ke kasurku. Ia adalah pria yang sangat sopan, beberapa hari ia menginap di apartemenku tak pernah ia melakukan sesuatu tanpa izin dariku. Mungkin pria modern lain tidak akan segan segan menaikki kasur milik kekasihnya atau bahkan melakukan hal yang lebih dari itu.
"Temani aku, aku tidak bisa tidur" aku memeluknya. Aku tak bisa melihatnya seperti tadi, setidaknya dengan seperti ini hatiku sedikit lebih tenang.
"Hangat Jin" Namjoon membalas pelukanku, aku menelusupkan wajahku pada dadanya. Irama jantungnya beraturan, tidak terlu cepat. Syukurlah ia tak terlalu stress kalau kudengar dari detaknya.
"Dari tadi menatap jendela terus. Ada yang cantik di luar?" Aku mencoba memecahkan suasana. Aku tidak suka suasana muram.
"Kalau mau melihat yang cantik kenapa aku harus melihat ke jendela? Di kasur saja ada yang paling cantik di dunia" aku terkekeh, masih sempatnya dia menggombal
"Lalu?"
"Hanya memandang langit. Kalau saja aku dan kau bisa terbang mengelilingi berbagai galaxy. Bebas, tak terikat lagi dengan bumi ini"
"Ah, jadi ingat pangeran kecil. Buku yang kau berikan" buku itu, buku pemberiannya sebelum ia ke Korea waktu itu.
"Aku ingin menjadi dia. Pada akhirnya ia menemukan galaxynya lagi. Hidup bebas sebagai pageran kecil. Lepas dari belenggu kehidupan orang dewasa yang kebanyakan palsunya ini"
Aku dan kau, kita sama Namjoon. Tak pernah terlalu berani menghadapi hidup ini. Bahkan sampai saat ini. Kuharap kita dapat menemukan apa itu kebebasan.
"Aku mulai mengantuk. Tetap seperti ini" aku menarik selimut, semakin menyamankan posisiku di dekapan Namjoon.
.
.
.Tring... Tring...
Aku dan Namjoon terbangun karena suara ponsel milik Namjoon.
"Taehyung, ada apa?"
"...."
"Jungkook? Kenapa bisa?"
"...."
"Baiklah aku dan Jin akan kesana, tunggu ya Taehyung. Tenanglah"
"Jin kita harus bersiap, Jungkook masuk rumah sakit" aku melonjak dari kasurku saat Namjoon berkata begitu
"Ada apa?" Aku panik, kemarin aku berkirim pesan pada Jungkook dan ia dalam keadaan 100% sehat.
"Aku belum tahu jelasnya, kita ke rumah sakit sekarang" Namjoon mengambil pakaian dan bergegas ke kamar mandi.
Sesampainya di rumah sakit Taehyung menunduk sambil menangis di bangku ruang gawat darurat. Aku dan Namjoon berlari ke arahnya.
"Taehyung!" Namjoon mendekap Taehyung sangat erat. Ia menangis sesenggukan.
"Bagaimana Jungkook?" Tanyaku panik
KAMU SEDANG MEMBACA
END Home [Namjin FF]
Fanfiction"Apa kau hidup hanya untuk menunggu kematian?" "Ya. Aku bukannya tidak bisa mati sekarang. Tapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan dulu sebelum aku mati"