BAB 2

4.1K 220 1
                                    

Namun tak urung juga Raja Alfonso curiga pada Kakyu keesokan harinya.

“Ke mana saja engkau kemarin malam, Kakyu?” tanya Raja Alfonso antara jengkel dan curiga.

“Saya hanya berjalan-jalan, Paduka,” jawab Kakyu.

“Kenapa sampai malam? Ke mana saja engkau pergi?” rujuk Putri Eleanor.

“Di sekeliling hutan ini,” jawab Kakyu singkat.

“Akhir-akhir ini engkau memang aneh, Kakyu,” kata Raja Alfonso, “Jangan-jangan engkau berburu pada malam hari.”

“Itu tidak mungkin, Paduka.”

“Apa yang tidak mungkin bagimu, Kakyu?” kata Raja Alfonso, “Engkau dapat mengerjakan setiap tugas berat yang kuberikan padamu dengan baik. Dengan mudah dan cepat, engkau menembus strategi-strategi Jenderal terbaikku. Bagiku engkau benar-benar menakjubkan sampai-sampai aku khawatir engkau adalah penyihir.”

“Penyihir umumnya wanita, Paduka.”

“Kalau begitu buktikan padaku kalau engkau bukan wanita.”

Kakyu tersenyum. Ia tahu pasti apa yang diharapkan Raja Alfonso darinya, tapi ia berkata, “Saya tidak senang berburu, Paduka.”

Raja mengeluh. “Sudahlah, Kakyu, aku menyerah. Aku tidak akan membujukmu lagi. Aku berbicara sepuluh kata tapi engkau hanya berbicara sepatah kata. Engkau benar-benar membuatku merasa seperti orang yang banyak bicara.”

“Tidak, Paduka.”

Raja Alfonso yang telah lelah menghadapi jawaban singkat Kakyu hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum. Kemudian Raja memerintahkan pasukannya untuk berangkat.

Selama perburuan di hari ini, Kakyu memusatkan perhatiannya pada sekelilingnya. Kakyu yakin tak lama setelah mengintai, kelompok itu akan menyerang.

Sama seperti keyakinan Kakyu bahwa mereka tidak akan mengerahkan banyak orang untuk menyerang Raja.

Kemarin malam Kakyu telah memeriksa tenda tempat mereka menyimpan senjata dan melihat sendiri senjata yang mereka punyai tidak banyak.

Lagipula terlalu mudah dilihat bila mereka menyerang besar-besaran.

Melihat perkemahan kelompok itu yang tersembunyi baik di tengah hutan, Kakyu yakin kelompok itu tidak ingin diketahui keberadaannya oleh siapapun sebelum mereka cukup kuat.

Seperti ajaran Kenichi, Kakyu memusatkan mata hatinya pada sekelilingnya.

Tiba-tiba Kakyu merasa ada bahaya yang mengancam mereka. Tanpa melakukan banyak gerakan yang mencurigakan, Kakyu berusaha mencari asal perasaan itu.

“Bosan!” seru Putri Eleanor, “Sejak tadi kita tidak melihat seekor hewanpun. Biasanya kita sudah mendapatkan walau hanya satu ekor.”

Seruan Putri tidak mengejutkan Kakyu yang telah dilatih Kenichi dengan keras.

Putri Eleanor melihat Kakyu. Merasa sikap pemuda itu aneh, Putri bertanya, “Engkau menemukan hewan apa, Kakyu?”

“Hewan apa yang kauburu, Kakyu?” tanya Raja pula, “Sejak tadi sikapmu sangat aneh.”

Kakyu yang telah menentukan dengan tepat posisi musuh, segera mencabut anak panah peraknya dan membidikkannya.

Raja dan Putri Eleanor sama-sama terkejut melihat Kakyu tiba-tiba menggunakan senjata yang selama ini hanya dibawanya.

Mereka lebih terkejut lagi ketika sesaat kemudian terdengar letusan senjata di kejauhan diiringi terbangnya burung-burung yang juga terkejut.

Sementara prajurit lainnya sibuk mengelilingi Raja dan Putri sambil berteriak, “Lindungi Raja dan Putri”, Kakyu memacu kudanya ke tempat ia membidikkan panahnya.

Kelembutan Dalam Baja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang