45. Balasan Rindu

6K 511 7
                                    

Cuaca tidak mendukung hari ini. Udara dingin menyambut pagi ku. Mendung sudah terlihat begitu jelas dari arah utara.

Di hari minggu ada asisten otomatis dari mama dan papa. Jadilah kami bertiga sudah besiap menuju Calla.

Aya hari ini akan ke Magelang, saudaranya ada yang sakit dan harus menjenguk ke sana.

"Nggak ada yang ketinggal kan Mbak" aku menengok ke belakang.

"Enggak Ma,yuk jalan" kalau kata mama, aku harusnya sekalian tinggal di Calla. Karena setiap harinya, aku biasa sampai rumah pukul sepuluh malam. Kadang lebih malah, papa dengan setia menunggu aku pulang.

"Aksa nggak pesiar mbak?" Papa bertanya.

"Enggak tahu Pa. Dia nggak ada kabar dua minggu lebih nih" dua minggu bukan apa-apa bagiku. Enam bulan lebih juga sudah pernah. Bahkan bertahun-tahun juga pernah.

Jarak sudah biasa bagi kami, tapi yang belum biasa adalah. Menahan rasa rindu yang kian lama kian tumbuh lebat.

"Mbak mau kerja di mana besok?" Aku nampak berfikir saat papa bertanya.

"Nggak tahu Pa, mungkin fokus ke Calla dulu. Tapi kalau ada kerjaan yang oke, ya di ambil."

"Tetep harus cari kerja ya mbak, biar mbak punya pengalaman baru."

"Iyaaa papa" papa tersenyum dan kembali fokus ke jalanan.

Sesampainya di Calla, papa langsung turun tangan mengambil sapu dan pel. Mama langsung ke dapur dan aku mengganti air bunga-bunga Kesayanganku. Erma dan Ridho akan tiba sepuluh menit lagi.

Di luar hujan juga tak kunjung reda, langit masih muram dan menangis sejadi-jadinya.

Dan benar, Erma datang terlebih dulu, di susul Ridho di lima menit selanjutnya. Mereka segera mengambil tugas masing-masing.

"Bos, dapet salam" Ridho yang sedang memanaskan air melongok ke arahku.

"Dari siapa? Jangan bilang tukang becak depan Malioboro." Dia hanya tertawa, setiap pagi dia selalu punya salam untukku

"Kali ini salam yang sesungguhnya" jawabnya mantap.

"Iya tau, dari siapa?" Aku menatapnya curiga.

"Dariku, Assalamu'alaikum" Semuanya tertawa kecuali Mama yang memang sedang di belakang.

Aku melemparnya dengan tangkai bunga yang sudah kering. Dia memang sering sekali mengusili aku. Dia mahasiswa semester tua kesayangan dosen.

Katanya, ia kuliah hanya untuk membahagiakan orang tuanya. Jadi dia kuliah semaunya. Tetapi di Calla, dia seperti orang tua unyuk teman-temannya yang lain. Tanggung jawabnya tinggi dan dia juga mampu bekerja sama dengan yang lain.

Hasil rangkaiannya juga bagus, dia memang suka merangkai. Kalau di beri pilihan merangkai sepuluh bunga atau menyeduh secangkir kopi pasti dia akan memilih merangkai sepuluh bunga. Aneh tapi nyata manusia itu.

"Kalau ada yang mengucap salam itu di jawab bos." Aku memutar mataku jengah. Erma sudah berkaca pinggang di balik mejanya.

"Kerja woy, malah gangguin bos, bos besar tahu, bisa patah semua ototmu" Ridho hanya nyengir kuda kalau sudah berurusan dengan Erma. Gadis belia yang sekarang kuliah sambil kerja di Calla ini memang galak.

Tapi sepertinya Calla juga menyimpan cinta di antara mereka. Yang aku bisa tangkap dari gelegatnya, Erma menaruh perhatian lebih ke Ridho.

"Mbak, nanti Papa sama mama tinggal ya" aku menengok, papa dan mama duduk di kursi depan mejaku.

Silent Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang