"Sayangㅡeh?" Jeonghan berjengit saat Eva menatapnya agak aneh. Ia benar-benar tidak sengaja menggantungkan kata-katanya karena tatapan Eva seolah membuatnya membatu.
================================
"Maksudku sayang sekali, Xuke sedang bandel dan meminta es krim disaat ia sedang pilek"
Eva yang awalnya menatap Jeonghan agak aneh jadi merunduk, memperhatikan Xuke yang cengengesan.
"Beneran? Kamu pilek?" tanyanya.
"Om nya lebay, bu. Padahal ini mau sembuh" elak Xuke.
Jeonghan melotot, "Dia bohong, baru tadi pagi dia kena pilek nya"
"Xuke, kalau dibilangin gak boleh sama pamanmu itu ya nurut dong. Nanti pilek nya makin parah kamu mau?"
Xuke menggeleng.
Eva tersenyum, "Makanya dengerin apa kata pamanmu ya"
Anak kecil itu mengangguk pelan, membuat Jeonghan jadi tersenyum samar. Tapi lelaki itu tersadar satu hal, "Mbak Eva sendiri?"
"Iya, mas"
Jeonghan ber-oh ria karena tak tahu harus bicara apa lagi. Eva juga tidak ambil pusing. Wanita itu terus bersama Jeonghan dan Xukeㅡkarena permintaan bocah itu.
"Aku mau pelmen" Xuke menunjuk ke deretan gula-gula manis beraneka warna.
Baru saja Jeonghan ingin melarang, tapi Xuke malah lebih dulu ditegur oleh Eva.
"Baru aja tadi dilarang. Sekarang malah mau beli permen? Itu pake pemanis, sayang. Nanti makin parah, astaga"
"Tapi aku pengen" Xuke mengerucutkan bibirnya.
"Untuk sekarang gak boleh makan yang manis-manis sama yang dingin-dingin dulu, ya" Eva berhenti sejenak untuk menatap Jeonghan, "Ibunya kemana, mas?"
Jeonghan tampak kaget ketika ditanyai hal itu, sontak ia meletakkan telunjuknya diatas bibir. Eva yang tak paham jadi mengernyit.
"Kenapa?" tanya Eva.
Melirik Xuke yang masih menatap deretan gula-gula manis itu, Jeonghan berbicara pelan, "Kalau mbak mau, nanti aku ceritain"
Kening Eva semakin mengerut dalam.
.
.
.
Eva dan Jeonghan kini duduk di bangku taman yang tak jauh dari supermarket tempat mereka bertemu tadi. Xuke ada didekat mereka. Anak kecil itu sedang bermain gelembung sabunㅡtiup yang sempat dibelikan oleh Jeonghan.
Sebenarnya Eva tidak mengerti kenapa Jeonghan jadi seniat ini sampai mengajaknya duduk di taman hanya untuk menceritakan tentang ibunya Xuke. Namun dia tidak menampik kalau ia sedikit penasaran. Saat ia masih mengajar dulu, ia tak pernah bertemu dengan ibu Xuke. Kerabat Xuke yang ia kenal pertama kali adalah Jeonghan. Dan berkenalan dirumah sakit secara mendadak dengan kedua orang tua Jeonghan saat kejadian Xuke di cegat preman tempo hari.
Hanya itu.
Dan tidak ada kedua orang tua dari Xuke.
"Jadi, ada apa?" Eva membuka percakapan terlebih dahulu.
Jeonghan menghela napas perlahan sembari menatap keponakannya. "Xuke ini anak dari adik perempuanku. Adikku menikah muda dengan kekasihnya yang merupakan warga negara china, itulah kenapa Xu ke marganya Xu seperti sang ayah. Dan setelah membina rumah tangga bersama dengan damai, tiba-tiba saja mereka bertengkar hebat. Mereka sepakat mau bercerai dan sekarang setelah cerai, adikku agak mengabaikan Xuke dan lebih memilih menyibukkan diri dengan mengelola bisnis restoran" Lelaki itu berhenti sejenak, dan kembali menghela napas walau agak berat. "Makanya Xuke lebih sering bersamaku jika aku sedang senggang atau bersama orang tua ku jika aku sibuk. Kasihan Xuke, diumur segitu sudah melihat orang tuanya berpisah. Aku berkali-kali meminta ibunya untuk lebih memberi perhatian pada Xuke, tapi dia sendiri juga sedang berada dalam masa sulit. Sedangkan ayahnya balik ke china dan tidak ada kabarnya lagi, ingin sekali aku memberinya pukulan keras"
Eva menganga, tak tahu harus merespon apa. Memangnya apa yang bisa ia lakukan? Membantu Jeonghan dengan menambah serangan pada ayah Xuke?
Namun reaksi tersebut malah membuat Jeonghan tersenyum geli. Hatinya merasa lebih jauh lebih ringan.
"Stop, mas. Jangan sendu-sendu lagi. Lupakan dulu sejenak tentang orang tua Xuke. Lebih baik mas fokus menemani dan menghibur Xuke. Mungkin itu akan membantunya agar nanti tidak terlalu sedih saat tidak didampingi orang tuanya" Eva menatap Jeonghan sambil tersenyum. Membuat lelaki itu jadi mengalihkan wajah ke samping karena agak salah tingkah.
"Iya, mbak" Jeonghan melihat kearah arloji, "Udah sore mbak, ayo pulang. Ibuku suka marah kalau Xuke aku ajak keluar lama-lama. Mau bareng?"
"Wah, iya sampai lupa waktu. Gak usah, mas. Aku bawa mobil, kok"
"Oke" Jeonghan mengangguk, lalu menatap kearah keponakannya dan berseru, "Xuke, ayo pulang. Nanti nenek nyariin"
"Baik, " Xuke menghampiri pamannya.
Mereka berjalan berdampingan menuju parkiran dengan Xuke ada ditengah-tengah Eva dan Jeonghan. Jeonghan jadi membayangkan suatu hari ia juga akan kembali merasakan hal menyenangkan ini dengan istri dan anaknya sendiri. Namun sosok istri yang dibayangkannya adalah wanita yang ada bersamanya saat ini. Astaga, bisa-bisanya ia membayangkan istri orang. Mengenyahkan hal itu, ia menggeleng samar. Mencoba menyadarkan diri.
Tiba-tiba Eva terdorong ke depan. Ia limbung. Jeonghan tak cukup cepat untuk menyambar tangannya hingga wanita itu terjerembab.
Wajah Eva agak pucat, dengan tangan agak gemetaran. Sensasi itu datang lagi.
"Hei, are you okay?" Jeonghan membantu Eva berdiri. Ia bisa merasakan tubuh Eva yang agak menggigil. Jeonghan menoleh ke belakang, matanya melihat seseorang mengenakan jaket bertudung berlari menjauh.
Eva mencoba menguatkan diri, orang barusan seperti orang yang tempo hari memberinya kotak berisi cincin berlian, namun entah kenapa ia merasakan orang itu kini memiliki rasa benci yang besar dan seolah mengancamnya karena orang itu sempat menggoreskan sebuah benda tipis nan dinginㅡseperti pisau pada belakang lehernya. Tiba-tiba saja mengingatkannya pada peristiwa berdarah masa lalu.
Syukurnya orang itu tidak sampai melukainya atau yang lebih parah menusuknya...
Dan sampai kapan ia bisa meyakini bahwa orang itu tidak berniat lebih jahat padanya?
"Mbak Eva" Eva tersentak ketika Jeonghan mengguncang tubuhnya yang masih bertopang pada tubuh jangkung lelaki itu. Jeonghan menatapnya cemas, seperti tatapan Yuta biasanya jika ia mulai merasakan traumanya kembali.
"Mbak, gak apa-apa?" Jeonghan bertanya ragu.
Eva mencoba tersenyum, "Gak apa-apa, mas. Katanya mau pulang? Ayo, cepet"
Meski tak mengerti akan apa yang terjadi barusan, Jeonghan mengangguk. Ia ingin bertanya lebih jauh tapi enggan karena matanya terus melihat tangan Eva yang masih gemetar walau wanita itu berusaha menyembunyikannya.
Xuke yang sedari tadi bingung dan agak takut jadi mulai rileks, tanpa kata menggandeng tangan Eva dan Jeonghan hingga mereka sampai dan menaiki mobil yang terpisah.
Mobil Jeonghan sudah pergi belasan menit yang lalu, sedangkan Eva masih diam didalam mobilnya dengan tangan semakin gemetar hebat. Bukannya hilang, ia malah kembali melihat kilasan balik hingga membuatnya semakin ketakutan.
Preman, pisau, darah, mayat membayangi nya kembali...
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Life After Married - Yuta NCT
FanficSpin off : Life After Married [NCT] Bernaung di bawah status bernama pernikahan memang tidak akan menjanjikan hidup kita berdua jauh dari masalah. Ada kalanya kesabaran, kesetiaan dan kepercayaan kita satu sama lain di uji...