chapter 16

11.3K 902 21
                                    

Happy Reading!!!

***

Jangan lupa Klik Bintang & Komentar !!

***

Alexis sedang mondar mandir didepan pintu UGD, hatinya sedang resah dan cemas. Rasanya ingin mendobrak pintu itu, namun ia mengurungkan niatnya karena tidak mau membuat keributan di rumah sakit.

Sudah sejam lalu, mengapa dokter tidak keluar dari ruangan UGD.

Wilis sendiri melihat tingkah Alexis membuatnya pusing, ia berdiri lalu melangkah menyentuh pundak lelaki itu.

"Tenanglah, Adara wanita yang kuat" Wilis mencoba menenangkan Alexis yang sedang dilanda cemas.

Raut wajah Alexis menjadi semakin cemas, "Ya aku tahu, tapi bagaimana keadaan bayiku, Will?" Ucap Alexis, wajahnya terlihat sangat cemas dan resah.

Mata Willis melotot kaget, barusan Alexis menyebut Bayiku.

"Bayiku?" Ulang Willis.

Alexis mengangguk, "Aku sangat menyayangi mereka berdua"

"Apa kamu sangat mencintai adikku?" Tanya Willis.

"Sangat, sangat mencintai Adara. Sekaligus bayi yang didalam kandungan Adara pun aku sangat mencintai sekaligus menyanyanginya" balas Alexis.

Willis tidak bisa menjawab. Ia melihat dari mata Alexis, lelaki ini sungguh serius dengan perkataannya.

"Kenapa melamun?" Tanya Alexis membuat lamuman Willis memudar.

Willis menggelengkan kepalanya,"Tidak, Sebaiknya kamu duduk tenang dulu" Kata Wiliis, Alexis mengangguk lemah lalu duduk.

Meskipun bayi bukan anak kandung Alexis, namun Alexis sangat menyanyangi bayi itu selayaknya seperti anak kandungnya. Batin Willis.

Dokter Revan sudah keluar dari ruangan UGD, membuat dua lelaki ini berdiri dan menghampirinya.

"Bagimana keadaan adikku?"

"Bagimana keadaan Adara?"

Seperti itulah pertanyaan yamg dilontarkan dari bibir dua lelaki ini.

Revan melepaskan kacamatanya lalu menatap mereka.

"Tenanglah dulu" ucap Revan, "Adara baik-baik saja, hanya saja kalian beruntung sudah membawa Adara lebih cepat. Kalau tidak maka dia akan keguguran" jelas Revan.

Alexis bernafas lega mendengar keadaan Adara, begitupun juga Willis.

"Oke. Sekarang Adara dimana?" Tanya Wilis.

"Adara akan dipindahkan ke ruang inap VIP"  jawab Revan. Wilis hanya menanggapi dengan anggukan.

"Aku harus bayar administrasi dulu. Kamu masuk duluan" ucap Wilis ke arah Alexis.

"Oke"

Wilis berbalik badan lalu melangkah menuju ke administrasi.

Alexis menyentuh pundak Revan, "Makasih kamu sudah menolong Adara" Alexis berkata dengan tulus.

"Sama-sama apapun untukmu, kita sahabat " jawaban Revan membuat Alexis tersenyum.

Alexis melewati Revan begitu saja, menghampiri Adara di ruang inap.

Setelah masuk ke dalam ruang itu. Alexis melihat Adara sedang terbaring lemah di ranjang dan tangannya di infus.

Alexis melangkah dan menggenggam jemari Adara yang bebas dari infus. Genggaman ini sungguh erat.

Matanya menatap wajah cantik itu yang sedang tidur.

"Kamu sungguh cantik saat tidur" Alexis merapikan rambut Adara yang berantakan, "Tapi lebih cantik jika kamu buka matamu dan tersenyum"

Wajah Alexis mendekat dan berbisik. "Kumohon bangunlah, Adara", bisik Alexis dekat telinga Adara dan menggenggam jemari dengan erat.

Alexis mengecup kening Adara dengan lembut lalu menjauh sedikit.

"Aku sangat mencintaimu, Adara"

Tanpa sadari ada seseorang di balik pintu itu mendengar apa yang di ucapkan oleh Alexis, Sesekali dia menghela nafasnya dan menyadari Alexis sangat mencintai adiknya. Dia baru saja selesai mengurus Administrasi di kasir rumah sakit.

Sementara di sisi lain, Daren masih berada di mansionnya lebih tepatnya ruang kerja. Flashdisk yang ditangannya masih setia disana.

Willis yang menyerahkan flashdisk pada dirinya, ia masih ragu - ragu melihat apa isinya di dalam flashdisk itu.

Tanpa berpikir ia langsung membuka laptop lalu memasuki dan menempel flashdisk disamping laptop itu.

Saat itu matanya terbelalak menatap tidak percaya isi folder yang didalam flashdisk. Sebuah video itu dimana dirinya sedang di luar kota karena bisnis.

Tangannya mengepal erat, rahangnya mengeras, nafasnya memburu. Daren membuang nafas secara perlahan, dirinya tidak mau emosi sekarang.

"Ternyata kamu disini, sayang" Mira tiba-tiba muncul, ia tersenyum ke arah suaminya. Sesekali tangannya mengusap perutnya yang membuncit.

Daren langsung mematikan lalu menutup laptop itu. Ia membalas pertanyaan istrinya dengan senyuman.

Mira duduk dipangkuan suaminya

"Aku merindukanmu" ucap Mira manja.

"Ya. Aku juga merindukanmu" jawab Daren dingin.

Salah satu alis Mira terangkat dan heran, suaminya menjawab pertanyaan dengan terkesan dingin. 

"Kok kamu cuekin aku?" Mira merasa suaminya berbeda.

"Tidak. Aku hanya lelah karena berkas pekerjaan menumpuk" Daren membohongi istrinya. Sebenarnya dirinya sedang kecewa dengan perbuatan istrinya.

"Oh gitu", Mira mengangguk paham. "Ayo tidur. Besok kamu temenin aku ke rumah sakit untuk cek kandungan ya" lanjut Mira.

"Oke" Daren tersenyum

Mira berdiri dan menjauh dari suaminya. "Aku ke kamar dulu ya. Cepat bereskan berkas pekerjaanmu setelah itu menyusul aku di kamar"

Daren mengangguk. "Iya sayang. Kamu duluan saja. Aku bereskan ini dulu" Ucap Daren sambil menunjukkan arah berkas dekat laptop.

Mira tersenyum lalu mengangguk, setelah itu Mira melangkah keluar dari ruang kerja suaminya.

Daren melihat istrinya menghilang di balik pintu.

"Bagaimana kamu bersikap seperti ini? Setelah melakukan perbuatan hal seperti itu. Ternyata aku telah menuduh Adara"

Daren mengacak rambut frustasi. Ia sangat menyesal bahkan tidak percaya ucapan Adara.

"Aku sangat menyesal dengan semua ini" lirih Daren pelan. "Tapi aku tidak mungkin melakukan balas dendam istriku. Dia sedang mengandung anakku" Daren mengusap wajahnya kasar.

Sial !! Dia sedang bimbang sekarang..

.

.

.

.

To Be Continued.

SECOND LOVE [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang