"Ternyata kamu di sini?"
Suara yang Ali kenali membuatnya mendongak, dia yang duduk bangku panjang di pinggir lapangan basket setelah bermain - main dengan bola basketnya tadi. Ali tidak menyahuti gadis itu. Hingga gadis itu duduk di sampingnya. Namun Ali tidak mengacuhkannya dengan menatap lurus ke depan.
"Aku nyariin kamu lho, kamu gak masuk pelajaran Bu Rani. Kenapa bolos? Tumben banget."
"Terserah gue lah, ngapain lo peduli sama gue". Sahutan Ali membuat Prilly tersenyum tipis.
"Aku kan selalu peduli sama kamu, dari pertama ketemu aja udah peduli. Tapi kamunya aja gak suka aku di dekat kamu. Kan udah aku bilang, aku akan selalu ngejar kamu."
Ali bangkit dari duduknya, meninggalkan Prilly sendiri. Prilly menghela nafas melihat kepergian Ali. Sepertinya keputusannya untuk membuka hatinya untuk orang lain adalah keputusan yang benar.
Bel pulang berbunyi. Semua siswa dipulangkan. Begitupun Prilly yang sudah siap untuk pulang setelah merapikan bukunya saat guru yang mengajarnya tadi menutup materi dan meninggalkan kelas.
Prilly bangkit hendak keluar kelas. Namun jalannya dihentikan oleh Rasya. "Pulang sama aku yuk!"
Sejenak Prilly berpikir, mau menerima tawaran Rasya atau menolaknya. Namun melihat sikap tidak acuh Ali yang masih memasukkan alat tulisnya ke tas itu membuat Prilly mengiyakan ajakkan Rasya. Tentu saja Rasya tersenyum senang saat Prilly mau di antar olehnya.
Ali yang sebenarnya mendengar pembicaraan keduanya itu berdecak kesal. Kenapa gadis itu mengiyakan ajakan Rasya. Dia tidak akan membiarkan gadis itu dekat dengan Rasya, sepertinya dia harus melakukan sesuatu.
Mobil yang dikemudikan Rasya meninggalkan parkiran. Prilly disepanjang jalan hanya menengok ke arah kaca jendela mobil. Menatap jalanan baginya kini cukup mengasyikkan. Jika saja dia bersama Ali keadaannya tidak sesunyi itu. Pasti dia akan mengoceh, apa saja akan dia lakukan asal tidak terjadi keheningan diantara mereka.
"Pril" Prilly menoleh menatap Rasya.
"sore ini kamu sibuk gak?"
"Enggak sih, emangnya kenapa?"
"Aku mau ngajak kamu jalan, kamu bisa gak?"
Prilly tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk. " iya boleh."
"Yaudah nanti tempatnya aku chat dimana."
Prilly hanya tersenyum. Berada di dekat Rasya membuatnya kikuk sendiri. Dia tidak bisa berbicara gamblang seperti dengan Ali. Rasya terlalu kalem, sulit untuk dibercandain. Hingga suasananya sangat mencekam seperti menonton film horor untuk Prilly.
Sementara di sisi lain Ali sedang mengikuti mobil putih milik Rasya dari kejauhan. Hingga mobil Rasya tiba halaman rumah Prilly ia juga sampai di pelataran rumahnya.
Sebelum sempat masuk ke dalam rumah, Ali sempat melihat Prilly berbincang - bincang dengan Rasya, hingga mobil Rasya meninggalkan pelataran rumah Prilly.
"Nanti sore aku tunggu yah!"
Sebelum Rasya meninggalkan Pelataran rumah Prilly. Setelah mobil Rasya berjalan meninggalkan pelatarannya Prilly masuk ke dalam rumah.
"Ciyee kakak, siapa tuh yang nganterin" goda Reva yang baru saja tiba, Prilly yang hendak membuka pintu rumahpun tidak jadi karena ledekan Reva.
"Apaan sih kamu, gangguin mulu deh" ujar Prilly tak suka sambil membuka pintu rumahnya lalu masuk ke dalam rumah dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah.
"Jadi gak sama kak Ali lagi nihh" Reva masih saja menggoda kakaknya itu, ikut duduk di samping kakaknya.
Prilly hanya bergeming. Dia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sambil memejamkan matanya.
"Tapi Reva sih sukanya kakak sama kak Ali. Kakak sama kak Ali tuh cocok"
Prilly membuka matanya mendengar perkataan adiknya yang menunjukkan ekspresi sedihnya itu.
"Tapi Alinya gak suka sama kakak" sahut Prilly kemudian.
"Makanya jangan nyerah untuk dapetin kak Ali, kemana semangat kakak yang gak berhenti ngejar kak Ali?"
"Semuanya percuma. Ali gak akan pernah kakak dapetin" Prilly beranjak dan masuk ke dalam kamarnya.
"Kemana kak Prilly yang aku kenal!" Pekik Reva hingga pintu kamar Prilly tertutup.
Reva menghela nafas. Kakaknya itu sepertinya sudah pupus harapan. Semangat kakaknya itu seolah menghilang. Padahal selama ini dia selalu melihat sang kakak begitu semangat mengejar Ali. Kenapa sekarang jadi begitu?
Ketukan pintu utama di rumahnya membuat Reva yang sedang menonton televisi diruang tengah harus meninggalkan tontonannya sejenak untuk membuka pintu. Reva mengernyitkan dahinya saat mengetahui yang bertamu ke rumahnya. Tumben sekali, pikirnya.
"Kak Ali, kakak mau ngapain ke sini? Nyariin kak Prilly?"
Ali mengangguk. "Iya. Kak Prillynya ada kan."
"Kak Prilly baru aja pergi. Mau jalan katanya sama yang kak Rasya."
Ali terdiam mendengar penuturan Reva, adik Prilly. "Kakak kamu pergi kemana?"
"Katanya sih ke cafe pelangi."
"Yaudah kakak pamit" ujar Ali kemudian, membalikkan tubuhnya untuk pergi. Namun panggilan Reva membuatnya menghentikan jalannya.
"Kak Ali, Tungguu!" Reva menghampiri Ali.
"Kakak tuh sebenarnya suka gak sama kak Prilly? Kalau kakak suka di kejar, jangan diam aja. Kasian kak Prilly, dia ngejar - ngejar kakak tapi dicuekin."
Ali hanya diam, menunggu apa lagi yang dibicarakan Reva kepadanya.
"Kalau kakak suka sama Prilly, kakak kejar kak Prilly. Sebelum ke duluan sama kak Rasya. Aku kan maunya kakak yang jadi kakak ipar aku bukan kak Rasya."
"Itu aja sih yang mau Reva omongin, kakak boleh pergi." Ujar Reva kemudian.
Ali pergi meninggalkan Reva. Sebelumnya ia sempat mengacak rambut Reva dan berterima kasih telah mau mendukungnya. Reva melambaikan tangannya saat motor Ali melaju meninggalkan pelataran rumahnya. Sebenarnya Ali ke rumah Prilly untuk mengajak jalan gadis itu.
Rasya menggenggam tangan Prilly yang ada di atas meja. Prilly diam, menunggu apa yang selanjutnya Rasya lakukan.
"Pril, aku tahu ini terlalu cepat. Tapi aku mau mengatakan aku cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi pacar aku?" Prilly hanya bergeming, bingung apa yang harus dia lakukan.
Sampai kemudian dia berkata." Rasya, aku memang mau mencoba membuka hati aku untuk kamu. Tapi aku perlu waktu, tidak secepat ini. Untuk sementara waktu kita berteman aja dulu yah."
Rasya mengangguk mendengar jawaban Prilly. Mencoba menerima jawaban yang diberikan Prilly. Mungkin benar dia terlalu kecepatan untuk menembak Prilly. Mereka belum begitu dekat. Tapi itu bukan berarti dia ditolak kan? Masih ada kesempatan untuk mendapatkan hati Prilly.
Tidak jauh dari meja Prilly dan Rasya. Ali sedang menguping pembicaraan keduanya, menutup wajahnya dengan buku menu cafe itu. Dia begitu deg - degan menunggu jawaban Prilly tadi. Takut gadis itu akan menerima Rasya jadi pacarnya. Namun akhirnya dia bisa bernafas lega saat Prilly menolak Rasya. Bukan menolak, tapi diberi waktu untuk dekat. Tapi Ali tidak akan membiarkan mereka semakin dekat.
Prilly sudah memaksa Ali untuk masuk ke dalam kehidupannya. Maka tidak semudah itu Prilly menjauhinya. Prilly sendiri yang memaksanya, maka jangan salahkan Ali untuk Prilly terus tinggal di kehidupannya. Karena Ali sudah mencintai gadis itu. Dan gadis itu berhasil membuatnya jatuh cinta. Mungkin Prilly cinta pertamanya.
Masa bodoh dengan Reina. Dia tidak pernah suka dengan Reina. Gadis itu yang selalu mengejarnya, seperti Prilly mengejarnya. Tapi Reina tidak senekat Prilly yang tidak ada takutnya dengan Ali. Semakin Ali menyuruhnya pergi dalam kehidupannya, semakin gadis itu mengejar - ngejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends and Love (COMPLETED)
Teen FictionKisah klise tentang dua insan yang berbeda karakter yang terbiasa selalu bersama, hingga harus terjebak pada hubungan friendzone.