Lima hari. Sudah selama itu pula Prilly terbaring dirumah sakit. Dengan selang infus yang menancap ditangan kirinya, mulutnya terdapat alat bantu bernafas. Gadis itu begitu damai dalam tidurnya.
Benturan keras dikepalanya bisa saja menyebabkan amnesia dan gadis itu dinyatakan koma. Tidak tahu kapan sadarnya. Seminggu, sebulan, bahkan setahun. Itulah vonis dokter terhadap kondisi Prilly. Membuat cowok yang begitu dekat dengannya dibuat hampir gila karena memikirkan kondisi gadis itu.
Sepulang sekolah ia selalu ke rumah sakit untuk menjenguk gadis itu. Bahkan sampai menginap untuk menjaga gadis itu. Bergantian menjaga dengan mama dan adik gadis itu.
Seperti hari ini, Ali datang ke rumah sakit bersamaan dengan Reva adik Prilly yang juga datang menjenguk kakaknya itu.
"Reva, Ali. Tolong jagain Prilly yah. Reva kalau ada apa - apa hubungin mama, yaudah mama mau pulang dulu." Ujar mama Prilly pamit pulang membawa baju kotor bekas menginap dirumah sakit untuk menjaga putrinya itu.
Reva dan Ali yang sama - sama duduk di sofa panjang diruangan rawat Prilly terdiam. Hingga Reva membuka suaranya.
"Kak, Reva sayang sama kak Prilly. Reva gak mau kehilangan kak Prilly. Kalau sampai kenapa - kenapa dengan kak Prilly, Reva gak bakalan maafin kakak. Kakak gak bisa jagain kak Prilly, padahal Reva percaya sama kakak" guman Reva dengan beruraian air mata. Dia sungguh menyayangi kakaknya, bagi Reva kakaknya bukan sekedar kakak juga sebagai sahabat untuk Reva.
"Maafin kakak Rev, kakak gak bisa jagain kakak kamu." Ucap Ali dengan penuh penyesalan karena tidak bisa menjaga Prilly. Andai saja dia mencegah Prilly untuk tidak membelikan minum maka Prilly mungkin tidak seperti itu, pikirnya. Ia menyalahi dirinya sendiri atas kecelakaan yang terjadi pada Prilly.
Ali berjalan menuju ranjang Prilly, dan duduk dibangku tunggu. Tangannya tergerak untuk meraih tangan Prilly, mengecup telapak tangannya dengan lembut. Tanpa sadar air mata itu telah menetes membasahi pipinya. Sungguh kini dia benar - benar takut kehilangan Prilly, gadis yang selalu bersamanya sejak kepindahan Prilly bersama keluarganya. Mereka bertetangga, dan Ali masih mengingat bagaimana awal pertemuannya dengan Prilly.
"Haii" sapa gadis cantik pada cowok yang sedang memainkan bolanya dilapangan basket di komplek perumahannya.
Cowok yang tidak lain Ali itu menoleh sebentar pada gadis yang tidak ia kenal menyapanya. Dengan terus memainkan bola yang berada ditangannya dia tidak memperdulikan gadis yang berdiri dipinggir lapangan basket sambil menyorakinya.
"Yeee, masukkk!" Pekik gadis itu saat Ali berhasil memasukkan bolanya ke ring.
Ali menyudahi permainannya dengan duduk dibangku panjang dipinggir lapangan bola basket. Meminum air mineral botolnya yang terletak dibangku panjang itu.
"Hai, nama kamu siapa?" Sapa gadis cantik itu sambil duduk disamping Ali.
Ali menatap gadis itu sinis, memandangi pakaian gadis cantik itu yang sangat kekanakkan sekali. Bando pita, celana jeans sepaha dan blouse pink yang melekat pada tubuhnya.
"Kok gak dijawab, malah lihatin aku kayak gitu banget!"
"Lo sok kenal banget sih, mendingan lo pergi deh." Gadis itu mengerucutkan bibibrnya mendengar perkataan jutek Ali.
"Iihh kok gitu. Aku kan mau kenalan sama kamu, masa tetanggaan tapi gak saling kenal. Oh yah nama aku Prilly Putri Arisha. Panggil aja Prilly" Prilly mengulurkan tangannya, namun tidak disambut oleh Ali.
Ali beranjak dari duduknya, begitupun dengan Prilly yang juga beranjak dari duduknya sambil mengikuti kemana Ali pergi.
"Nama kamu siapa? Aku kan udah kenalin nama aku, jadi giliran kamu ngasih tahu siapa nama kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends and Love (COMPLETED)
Novela JuvenilKisah klise tentang dua insan yang berbeda karakter yang terbiasa selalu bersama, hingga harus terjebak pada hubungan friendzone.