Prilly sudah cantik dengan dress berwarna biru muda yang ia kenakan, rambutnya yang biasa dipakaikan bando menghiasi kepalanya kini dibiarkan tidak memakai apapun. Rambutnya yang dicurly digerai indah menambah kesan dewasa pada dirinya. High hell menghiasi kakinya.
Prilly berjalan menuruni tangga dengan hati - hati karena ini pertama kalinya ia memakai high hell, jika ia ceroboh seperti biasanya bisa saja dia terpeleset. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi, karena malam ini Ali mengajaknya jalan - jalan setelah kesibukkannya selesai.
"Ma pah, aku pamit yah!" Prilly menyalami kedua orang tuanya yang sedang duduk santai diruang keluarga.
"Iya. Hati - hati sayang!" Mamanya memperingati.
"Yang bawa motorkan Ali, jadi mama nyuruh Ali yang hati - hati dong!"
"Iyaa, bilang sama Ali bawa motornya hati - hati!"
"Oke deh, dadahh." Prilly berjalan meninggalkan ruang keluarga dengan riang. Membuat mama dan papanya saling pandang dan melempar senyum melihat tingkah putrinya yang begitu gembira itu.
"Kakak mau kemana?" Tanya Reva yang muncul begitu saja dihadapannya dengan membawa segelas orange juice ditangannya. Gadis itu sepertinya baru saja datang dari dapur.
"Sama Ali dongg!" Sahut Prilly dengan ceria sambil terus berjalan menuju pintu utama rumahnya. Reva tersenyum memandangi kepergian kakaknya itu, sepertinya hanya dengan jalan - jalan dengan Ali saja sudah membuat kakaknya itu begitu bahagia. Kakaknya itu tidak pernah bosannya berdekatan dengan Ali.
"Kakak kenapa?" Reva masuk ke dalam kamar Prilly begitu saja saat mendengar suara tangisan yang terdengar sampai keluar kamarnya. Reva baru saja mau melewati kamar kakaknya itu untuk mengambil air minum karena tenggorokkannya terasa kering.
Reva duduk disamping Prilly "kakak kenapa? Kok nangis gitu. Kayak anak kecil tahu gak! Aku aja gak gitu - gitu banget kalau sedih."
Prilly menatap adiknya itu dengan masih terisak, adiknya itu memperdulikannya sekaligus meledeknya. "Kamu ngeledek kakak!"
Reva menghela nafas saat kakaknya berkata ketus seperti itu kepadanya. "Bukan gitu kak, kakak nangis kayak gitu kenapa?"
"Ali__"
Wajah Reva berubah khawatir saat kakaknya menyebut nama orang yang begitu dekat dengan kakaknya itu. " apa terjadi sesuatu dengan kak Ali?'
Prilly menggeleng. "Ali gak mau lagi jalan sama kakak. Alasannya sih sibuk osis, tapi kakak gak mau waktunya gak ada untuk kakak. Apalagi si cewek cabe cabean itu jadi sekretaris osisnya. Kemana - kemana mereka nempel, kan kakak sebel."
Reva lagi - lagi menghela nafas, cuma karena itu kakaknya menangis histeris. Oh Tuhan, kenapa dia punya kakak yang memiliki sifat kekanakan seperti Prilly. Sebenarnya yang kakak siapa? Dia atau Prilly. Untung dia menyayangi kakaknya itu.
"Cuma gitu doang, nangis histeris banget. Udah ah, jangan nangis lagi. Tambah jelek tahu gak."
Prilly melototkan matanya mendengar ucapan Reva. "Maksud kamu kakak jelek gitu!" Reva menutup kedua telinganya mendengar pekikan Prilly.
"Ya ampun, jangan teriak! Suara kakak itu kayak kaleng rombeng tahu gak!"
Prilly makin marah mendengar ucapan adiknya itu, siap memukuli adiknya itu dengan bantal tapi adiknya dengan sigap berlari keluar kamar. Melempar bantal itu sampai ke pintu kamarnya, namun tidak mengenai Reva.
Reva tersenyum geli mengingat kejadian itu. Kakaknya menangis cuma karena Ali tidak mempunyai waktu untuk menemaninya jalan - jalan. Kakaknya itu terlalu berlebihan.
Prilly berdiri di depan rumahnya sambil menatap ke arah pelataran rumah Ali. Disana dua manusia berbeda jenis sedang berbincang, entah apa yang mereka bicarakan Prilly tidak ingin tahu. Prilly rasanya jengkel melihat dua manusia yang sangat ia kenali itu. Ali dan Reina. Untuk apa Reina datang ke rumah Ali malam - malam begitu.
Prilly melangkahkan kakinya, tapi tidak menuju rumah Ali. Dia berjalan menelusuri jalanan komplek rumahnya. Dia sudah tidak mood untuk jalan - jalan. Dan kini lebih memilih menyendiri, membiarkan kesendirian itu membuatnya sedikit tenang.
Entah kenapa dadanya sesak meyaksikan Ali sedang bersama Reina. Dia marah, tapi rasa marahnya seperti tak pantas. Dia hanya sahabat Ali, itupun kalau Ali menganggapnya sebagai sahabat. Dia tidak begitu yakin melihat Ali yang selalu jengkel saat bersamanya.
Jalanan komplek perumahannya begitu sepi, tumben sekali. Mungkin karena sore tadi turun hujan, dan cuaca dingin membuat anak muda diperumahan itu memilih diam dirumah. Prilly tidak tahu mau jalan kemana. Dia bingung, hanya langkah kakinya yang kini berjalan tak tentu arah.
Tett tet tettt
Suara klakson mobil membuat Prilly sedikit menyingkir dan menoleh ke arah mobil yang berhenti disampingnya. Prilly sudah waspada untuk lari, jika orang itu penjahat seperti disinetron - sinetron yang serong ia tonton.
Orang itu keluar dari mobilnya, dan mendatangi Prilly dan berdiri di depan gadis itu. Lelaki yang turun dari mobil itu memperhatikan penampilan Prilly dari atas sampai bawah.
"Prilly" seru lelaki itu membuat Prilly tersenyum tipis mendengar lelaki itu menyerukan namanya.
"Rasya, kamu ngapain lewat jalan ini?" Tanya Prilly pada lelaki itu, orang yang menyukai dan menembaknya sebulan yang lalu.
Rasya tersenyum. "Tadi habis dari rumah Aldo" sahut Rasya membuat Prilly manggut manggut mengerti. Aldo teman sekelasnya dan rumahnya juga di komplek perumahan itu.
"Kamu mau kemana? Dandan cantik kayak gitu." Tanya Rasya sambil memperhatikan penampilan Prilly yang begitu cantik malam ini. Ah, tidak. Prilly memang sudah cantik, tapi dengan penampilannya yang tidak seperti biasanya membuat gadis itu semakin cantik.
"Tadinya mau jalan sama Ali, tapi gak jadi."
Rasya mengernyitkan dahinya. "Kenapa gak jadi?"
"Alinya sibuk sama cewek cabe cabean itu" ujar Prilly menunjukkan wajahnya kesal mengingat apa yang membuatnya sekarang berjalan sendirian dipinggir jalan seperti ini.
Rasya bingung apa yang dikatakan Prilly, tapi dia hanya mengangguk saja. "Emm, kalau gitu kamu jalan sama aku aja gimana?" Tawar Rasya, membuat Prilly berpikir sejenak.
"Yaudah deh. Daripada aku dandannya sia - sia mending jalan sama kamu."
"Yaudah yukk!" Rasya menarik tangan Prilly dan membukakan pintu mobil untuk Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends and Love (COMPLETED)
Genç KurguKisah klise tentang dua insan yang berbeda karakter yang terbiasa selalu bersama, hingga harus terjebak pada hubungan friendzone.