Aku meringkuk kedinginan
Sesak. Sesak. Sangat sesak.
Memilih bernaung pada selimut
Bersembunyi dari bunyi pertempuranBunyi air yang jatuh
Atau boleh kusebut hujan?
Aku benci
Benci setiap tetesannya.Menutup indra mustamikku rapat-rapat
Menenggelamkan diri dalam lautan kapas
Hatiku menggeram ingin menghancurkan awan
Aku benci bahana merekaLubukku terluka parah
Haus akan pembalasan
Dendam pada segumpal awan
Aku benci gunjinganTuli. Tuli. Biarkan aku menuli.
Tak sanggup mendengar rintikan hujan
Suaranya deras menghantam kepalaku
Aku terluka! Aku terluka!Berhentilah jatuh
Berhentilah menyentuh bumi
Berhenti menarik perhatian
Berhenti!Aku muak.
Muak pada bumi yang pasrah
Muak pada manusia yang mengenang
Memutar memori kelam hanya karena hujanSekali lagi aku muak
Aku muak akan kepasrahan
Muak pada ketidakberdayaan
Kelemahan yang nyataAku muak!
Sampai kemuakanku membakar nadiku
Aku sendiri tenggelam dalam kesedihan
Tak menyadari dendam yang membaraHati ini terkoyak
Tak mampu menahan rasa lagi
Tik. Tik. Tik. Tik.
Suaranya menghantam ulu hatikuTak peduli akan nasib yang lain
Sanubariku memberontak menagih kebebasan
Logikaku menolak memberi jawaban
Akhirnya aku tersungkur di kaki hujan.With Ev—
KAMU SEDANG MEMBACA
rasa - peri, puisi dalam nadi ✓
Poetry[credit for cover by @shadriella] Ternyata aku terjatuh begitu dalam, kesulitan bangkit berdiri Tak mampu melangkah Salah siapa-kah ini? Pantaskah diriku- menyalahkan nasib? Kenyataannya dipandang sebelah mata sangat mematikan dibanding cibiran oran...