6. ^Rumput Liar^

877 268 53
                                    

Bacanya sambil dengarin lagu Sandaran Hati milik Letto di atas ya. Tinggal di klik saja. Soalnya aku nulisnya ditemanin lagu itu. ^_^

Hayoo, ngaku siapa yang ngefans sama Letto atau kangen sama lagu ini?

*

*

*

Aksa membawa diriku dan Seren makan soto di daerah Kesawan dekat Tjong A Fei Mansion, salah satu bangunan bersejarah di kota Medan. Tjong A Fei adalah orang keturunan Tiongkok yang terkenal dermawan pada masa itu dan turut mengambil peran dalam pembangunan kota Medan. Banyak turis yang datang ingin melihat langsung bagaimana kehidupan yang dijalani sang dermawan.

Jangan tanya padaku, apakah aku sudah pernah ke sana atau belum? Walaupun aku lahir dan besar di kota Medan, bukan berarti aku mengetahui seluk-beluk kota ini. Apalagi aku bukanlah orang yang suka berpetualang seperti Gibran. Aku bakalan tidak tahu apa-apa kalau bukan Gibran yang mengajakku berkeliling menjelajahi keelokan tanah melayu.

"Bun, kok enggak dimakan? Enggak suka ya?" tanya Aksa yang melihatku hanya mengaduk-aduk kuah sotonya saja.

"Enggak, aku malah suka banget kok," kilahku sambil memasukan sendok berisi soto ke dalam mulutku.

"Maaf, kayaknya aku enggak bisa lama-lama ni bersama kalian, aku ada janji sama mamaku mau ke salon," ucap Seren menyesal.

"Ya, sudah habis ini kita balik saja," sahutku.

"Yah, jangan gitu dong. Aku lagi pingin makan rujak ni," ujar Aksa dengan wajah memelas.

"Ya, sudah kamu saja yang makan sendiri sana. Kan enggak ada juga yang ngelarang?" sahutku.

"Ya ampun, Bun. Kamu tahu enggak sih? Kalau kita makan ramai-ramai itu bisa meningkatkan daya selera terhadap makanan. Bahkan ada istilahnya tuh, makan ndak makan asal ngumpul."

"Enggak tahu, emang itu berdasarkan penelitian mana?" tanyaku polos.

"Kamu itu nyadar enggak? Kamu ngejawab dari tadi kebanyakan enggaknya."

"Tidak akan pernah ada kata iya untukmu, Ak."

"Baiklah, kalau begitu apakah kamu enggak suka sama aku?"

"Enggak," jawabku cepat dan spontan.

"Yes! Berarti kamu suka sama aku dong. Akhirnya," seru Aksa kegirangan, sedangkan Seren senyum-senyum tidak jelas. Aku bingung dengan sikap Aksa. Apa aku salah menjawab atau apa?

Aksa tahu, kalau tadi aku hanya asal jawab saja atau parahnya aku tidak menyadari sebenarnya menjawab atas pertanyaan apa. Tetapi, buat Aksa itu sudah cukup membuatnya bahagia. Setidaknya, perempuan yang amat disukainya pernah sekali saja mengakui memiliki rasa suka yang sama. Jadi biarkan Aksa menikmati kebahagiannya yang sederhana itu.

"Embun, betapa polosnya dirimu. kamu barusan saja dijebak Aksa tahu," sela Seren di tengah kebinguanku. "Iya sudah, aku permisi dulu ya. Titip salam buat abang penjual rujak dan selamat berkencan," ucap Seren sambil mengedipkan matanya padaku.

***

"Makan rujak kok jauh-jauh banget, sih?" tanyaku kesal dengan nada protes.

"Rujak di sini terkenal enak, Bun. Cobalah, ini benar-benar enak dan segar," jawab Aksa sambil menusuk buah mangga yang telah dilumur bumbu rujak, lalu memasukannya ke dalam mulutnya. "Mau kusuapi?" tawar Aksa.

Peta KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang