15. ^Selayar Rindu^

535 114 17
                                    


Hai, selamat sore. Sesuai pengumuman tadi siang, aku kembali lagi melanjutkan Peta Kata. Semoga kalian suka sama part kali ini.

Oya, jangan lupa vote dulu. Oke?

Happy reading!
^_^



Menjadi dokter sungguh pekerjaan yang mulia sekaligus melelahkan. Banyak proses yang harus dilewati agar tertempah menjadi dokter yang memang benar-benar dokter. Kata Gibran aku cukup kebal menghadapi semua fase itu.

Seperti anak ayam yang mengikuti induknya ke mana pun pergi, begitu pun aku dan beberapa anak koas lainnya yang mengikuti Prof Darwin mengelilingi ruang rawat pasien. Keluar dari satu ruang ke ruang lain. Prof Darwin memeriksa pasiennya dengan ramah. Senyumannya tak pernah lepas dari wajahnya. Katanya pasien itu adalah guru yang paling guru bagi seorang dokter, karena dari pasienlah pelajaran sejati didapatkan.

Setiap pasien membawa persoalan berbeda-beda yang harus kita pecahkan. Semakin banyak persoalan yang kita pecahkan, semakin membuat kita matang dalam mengambil keputusan dan tindakan terhadap pasien. Kepada dokterlah pasien dan keluarga pasien menggantungkan harapan terakhirnya. Itulah mengapa beban di pundak dokter sangat berat. Meskipun nyawa manusia tidak berada di tangan dokter, tapi melalui tangannyalah pasien berusaha dan berjuang untuk sembuh, walaupun tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menentukan hasilnya.

Makanya, aku menyukai profesi dokter. Mungkin benar bahwa sejak awal aku memang suka dengan profesi ini, hanya saja aku belum mulai menyadarinya saat itu. Tetapi, Gibran sangat mengetahuinya di saat aku sendiri tidak tahu. Iya, manusia memang suka begitu, bisa memahami orang lain tapi paling susah memahami diri sendiri.

Prof Darwin seseorang yang amat terkenal di kalangan dokter dan pasien akan kemampuannya dalam menjinakan berbagai penyakit yang bersangkutan dengan saraf. Prof Darwin merupakan adik ibu Seren alias pamannya Seren. Rumah sakit miliknya kakek Seren ini merupakan salah satu rumah sakit terbaik yang ada di kota ini.

Aku merasa sangat beruntung karena langsung ditempatkan di bagian saraf. Dengan begitu aku lebih mengetahui lebih dalam lagi persoalan yang terjadi pada Gibran. Operasinya berhasil, tapi saraf yang ada di kepalanya tidak bisa memberikan respon. Selama ini aku sangat rutin mengajak Gibran berbicara atau membacakan sebuah buku. Aku juga memutar lagu-lagu yang bisa merangsang kesadaran orang yang sedang koma.

Tiap pagi sehabis mengelap Gibran, aku selalu memijit jemari dan telapak kakinya pada titik-titik saraf tertentu yang bisa memancing kesadarannya. Iya, semuanya butuh waktu dan aku berharap Gibran tidak membutuhkan waktu yang lama.

Aku merenggangkan kedua tanganku ke atas hingga terdengar bunyi tulang yang menandakan tubuhku sangat pegal. Tadi, setelah mengikuti Prof Darwin memeriksa pasien, aku diminta membuat catatan perkembangan kondisi pasien. Parahnya lagi, berkas catatan pasien itu lumayan cukup tinggi. Tinta pena baruku saja tinggal setengah.

Berkas-berkas pasien kembali kuperiksa satu per satu takut ada yang terlewati belum ditulis. Kini aku tahu kenapa tulisan dokter itu sangat sulit dibaca. Bandingkan saja tulisan pertamaku dengan terakhir bentuknya sudah sangat jauh berbeda. Kami memang harus menggunakan tulisan tangan tidak boleh diketik.

Setelah menyusun lapaoran pasien, aku baru menyadari ternyata hanya tinggal aku sendiri di ruang yang dikhususkan buat para anak koas melepaskan letihnya. Padahal tadi ada dua anak koas lainnya juga mengerjakan tugas di sini. Mungkin keduanya sedang mencari makanan atau keliling ruang rawat, memantau para pasien.

Peta KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang