Hai, apa kabar semuanya?
Masih adakah yang menunggu Peta Kata selarut ini?
Iya, maaf aku kemalaman postingnya.
Aku juga mengganti judul untuk bab ini karena judul yang kuumumkan sebelumnya akan kugunakan untuk bab berikutnya.
Oya, jangan lupa ngevote ya....
Kalau masih ada typo dimaklumi saja ya.
Happy reading ^_^
Pulau ini seperti planet lain yang sengaja diciptakan Gibran untuk aku yang tidak suka keramaian. Tidak ada asap knalpot, tidak ada asap rokok, tidak ada bunyi klakson yang memecahkan gendang telinga, tidak ada debu yang mengharuskan kita sejenak menutup mata dan tidak ada yang sibuk mengejar waktu.
Di sini, sungguh tenang dan menenangkan. Mungkin karena resort ini hanyak memiliki pondok yang tidak sampai 20. Apalagi saat ini pengunjungnya hanya aku saja. Maklum lagipula saat ini bukanlah waktunya musim liburan.
Di tempat ini, hanya ada embusan angin yang mengirimkan kesejukan hati. Hanya ada suara debur ombak yang bersenandung dan warna biru yang menenduhkan. Oya, satu lagi di sini ada Gibran yang suka berceloteh panjang lebar. Menceritakan tentang itu dan tentang ini atau menanyakan hal ini dan hal itu.
Semalaman Gibran bercerita tentang bagaimana ia menjalani harinya selama berjauhan denganku dan apa yang dilakukannya. Iya, begitulah Gibran kalau sudah bicara tidak akan bisa berhenti. Dia masih suka menulis puisi, masih mencintai banyak buku dan masih suka berkelana entah ke mana. Mendaki gunung-gunung di Indonesia dan menjelajahi keeksotisannya.
Gibran juga pernah sempat menjadi relawan tim SAR. Iya, itu sesuai sekali dengan jiwa Gibran yang memang dasarnya suka menolong orang lain. Saat gempa di Lombok dan Palu adalah tugas terakhirnya sebagai relawan di tim SAR.
Gibran pun mendapatkan tawaran dari seorang pengusaha muda yang sukses asal Makasar untuk mengelolah resort ini. Awalnya, ia menolak karena itu akan mengikat dirinya di tempat ini. Tahu sendiri kan? Gibran itu seorang pengembara sejati yang dalam istilah orang Medan suka 'melalang'.
Ingat, dia tidak bisa menetap pada satu tempat saja. Tapi, setelah Gibran berkunjung ke pulau ini, ia merasa bahwa tempat ini mencerminkan 'aku banget'. Makanya, ia pun menerima tawaran itu.
"Dan akhirnya kamu mengundangku ke sini?" tanyaku menyela ucapan Gibran.
"Iya, aku juga ingin kamu melihat tempat ini, Tari," sahut Gibran.
"Apakah ini dinamakan planet Gibran?"
Dia tersenyum, menerbitkan dua lubang di pipinya. Senyum yang teramat manis seperti permen yupi yang meleleh di lidah. Senyuman yang sudah lama sekali tidak kulihat.
"Ini sebagai hadiah buat kamu yang udah menepati janji untuk menjadi dokter."
Tuh kan, dia itu selalu membuat jantungku bekerja dua kali lipat. Berada di dekatnya, entah mengapa semuanya terlihat istimewa. Aku selalu merasa aman dan nyaman setiap kali bersama dengannya. Segalanya terlihat indah dan menyenangkan. Dia benar-benar tahu bagaimana caranya membuatku bahagia. Tidak ada yang berubah darinya. Dia masih Gibran yang sama, seperti yang kukenal. Kecuali, dia semakin tampan di mataku. Cukup di mataku saja. Jangan di mata kalian ya.
"Aku tidak merasa pernah menjanjikannya," ucapku, karena nyatanya aku tidak pernah bilang ke siapa-siapa kalau bakalan mengambil jurusan kedokteran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peta Kata
Teen FictionAku membutuhkan peta untuk menemukanmu. Aku membutuhkan kata untuk memahamimu.