11.1 Maaf.

158 19 6
                                    

Perlahan mataku terbuka, mengerjap saat cahaya masuk.

"Udah bangun? Tugasmu udah selesai nih."

Aku mengubah posisi tidurku menjadi duduk, menatap Joochan di hadapanku yang sedang merapihkan beberapa buku di atas meja.

"Jam berapa sekarang?"

Joochan melirik tangan kirinya, "sepuluh malam."

Aku ketiduran selama tiga jam, dan Joochan yang menyelesaikan tugasku.

"Maaf aku ketiduran, makasih juga udah ngerjain tugasku."

Joochan duduk di sampingku dan memelukku, "aku pernah bilang kan, everything for you."

Aku kembali menangis, apa setelah kamu tau semuanya masih akan ada istilah everything for you?

"Kenapa?"

Kedua tangannya menangkup wajahku tapi aku berusaha menyembunyikan wajahku dengan menunduk.

"Look at me," ia mengangkat daguku perlahan.

Aku memejamkan mata, tidak sanggup melihat wajahnya.

"Hey, kenapa nangis?"

Sungguh demi apapun aku tidak sanggup menjawab pertanyaannya bahkan hanya untuk menatapnya aku tidak sanggup, terlalu menyakitkan.

"Maaf waktu itu aku bilang kamu lagi apapun tetap cantik, aku tarik kalimatku. Aku nggak suka kamu nangis, jangan nangis. Aku sakit liat air matamu."

Dia memelukku, menepuk punggungku, mengusap rambutku, mencium pucuk kepalaku.

Dia Hong Joochan, orang yang sudah aku khianati.

"Its ok kalau kamu nggak bisa cerita, nangis aja sepuas kamu. Bahuku selalu ada buat kamu," dia berbisik di telingaku.

Entah berapa lama waktu yang kuhabiskan dengan menangis dipelukannya, aku tidak perduli.

Aku hanya ingin menikmati pelukannya sepuasku sebelum mungkin akhirnya aku tidak akan pernah bisa memeluknya lagi setelah dia tau segalanya.

Dari pertama aku bertemu dengannya di dalam bus waktu itu, aku tau dia orang yang baik.

Dari caranya bicara saat menenangkan aku waktu itu, aku tau dia orang yang lembut.

Dari caranya memperkenalkan diri pada Sungyoon, Bomin, dan ayah waktu itu, aku tau dia orang yang berani dan bisa dipercaya.

Dari saat dia bicara tentang perasaannya padaku waktu itu, aku tau dia orang yang tulus.

Dari caranya bicara pada orang-orang terdekatku, aku tau dia orang yang perduli dan tidak egois.

Dari caranya mengucapkan kalimat-kalimat manis di setiap saatnya, aku tau dia sayang padaku.

Dari caranya memeluk, mencium, memperlakukanku sebagai wanitanya, aku sadar bahwa aku sayang dia, sangat.

Aku tau itu semua setelah kurang lebih satu tahun sejak mengenal dia.

Aku senang bisa mengenalnya, aku senang bisa menjalin hubungan dengannya, aku senang bisa menjadi pacarnya, aku senang yang Tuhan kirim untukku adalah dia.

Tapi aku tidak senang dengan kebodohanku, aku tidak senang dengan keadaan saat ini.

Memang awalnya semua indah, aku dan Joochan bahagia, sangat bahagia.

Tapi itu sebelum aku merusak segalanya, sebelum aku menghancurkan kebahagiaan itu sendiri.

Sejak hari itu, setiap aku berada di dekat Joochan aku selalu ingin menangis dan menampar diriku sendiri.

 I See U || Golden Child ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang