Forbidden Love

5.3K 370 49
                                    

Beam terbangun. Dia menatap kamarnya yang gelap. Dia tidak ingat kapan dia tertidur. Dia bangun dan menatap pakaiannya. Dia masih memakai kemeja dan dasi yang dia kenakan ke acara pemakaman. Beam mendesah. Dia tidak punya lagi air mata untuk ditumpahkan.

BRAK!

"Tidak mungkin!"

Beam mendengar suara teriakan dari lantai bawah

"Kamu terlalu muda! Beam membutuhkan keluarga utuh!"

Beam mengusap matanya dan turun dari tempat tidur.

"Lagi pula tau apa kamu soal mengasuh Anak!!"

Dia berjalan keluar kamar dan melangkah menuju tangga.

"Kamu sendiri masih bocah. Masih 29 tahun. Kamu bahkan belum menikah?!"

Kepalanya sedikit pusing. Suara berisik ini semakin membuat kepalanya pusing. Beam menuruni tangga yang begitu familiar baginya. Tangga itu penuh kenangannya bersama kedua orang tuanya.

Beam terus berjalan turun. Suara keributan dan pertengkaran terhenti ketika dia berdiri diruang keluarga. Semua keluarganya menatapnya terkecuali pria tinggi besar didepannya. Pria tersebut berbalik dan menatap Beam setelah menyadari reaksi keluarganya. Beam bisa melihat ekspresi simpati dari wajah pria tersebut.

"Beam. Kamu sudah bangun?" tanyanya sambil berjalan ke arah Beam.

Beam mengangguk dan menatapnya. Dia menyisir rambut Beam dengan jemarinya dan tersenyum "Mau makan? Kamu belum makan seharian" tanyanya. Beam merasakan perutnya berbunyi jadi dia mengangguk. Pria didepannya tersenyum dan menarik tangannya.

"Paman akan membuatkanmu makanan" ujarnya sambil menarik Beam menuju dapur.

"Tunggu dulu" tapi Kakek Sharp, yang merupakan Paman dari Ayah Beam, menahan pria tersebut.

"Mumpung Beam ada disini bagaimana jika dia saja yang memutuskan?" tanyanya

Beam bisa merasakan rasa tidak setuju dari pria disampingnya. Pria tersebut meremas tangan Beam erat.

"Tidak bisakah kita menunda pembicaraan ini? Apa kalian tidak bisa melihat kalau Beam butuh istirahat" ujarnya

Semua orang menatap Beam. Beam mengenggam tangan pria tersebut kuat.

"Tapi tidak semua orang punya waktu luang sepertimu" ujar Kakek Sharp "Kami sibuk. Lagi pula kebetulan pengacara keluarga ada disini. Lebih baik diputuskan sekarang. Malam ini" ujarnya. Semua orang mengangguk setuju. Beam tidak mengerti arah pembicaraan mereka. Tapi dia tidak suka melihat mereka memaksa Pamannya.

Kakek Sharp menarik Beam menjauh dari Pamannya dan menyuruhnya berdiri di tengah keluarga besarnya.

"Apa kalian sudah gila" protes Pamannya.

Beam yang tidak punya tenaga untuk melawan hanya menatap ke sekelilingnya dengan wajah bingung.

"Diamlah Forth!" bentak Nenek charaya

Kakek Sharp berjongkok di depan Beam dan menatapnya lembut

"Dengar Beam. Kamu sendiri sekarang. Kedua orang tuamu sudah tidak ada" Beam terdiam. Dia merasakan cengkraman tangan Kakek Sharp di tangannya. Dia tidak suka.

"Harus ada yang menjagamu sampai kamu bisa mandiri. Karena itu, kami ingin kamu memilih diantara kami" ujar Kakek Sharp sambil tersenyum lebar "Kamu tahu kan, kamu bisa bermain bersama White dan Gun jika kamu tinggal bersama kakek" tambahnya.

"Hei Sharp. Kamu tidak boleh mengiming-imingkan sesuatu padanya. Itu tidak adil" ujar Nenek Charaya. Nenek Charaya mendorong Kakek Sharp dan menatap Beam lembut "Jangan dengarkan dia. Tinggallah bersama Nenek. Nenek akan memberikan apa pun yang kamu mau"

Forth Beam Oneshot (Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang