Tak ada salahnya kan, mencoba untuk mengenalmu?
Dering bel sekolah telah berbunyi menandakan kegiatan belajar mengajar SMA Garuda hari ini telah berakhir. Kerumunan murid-murid berlalu-lalang keluar memenuhi gerbang sekolah, saat itu. Bukan pemandangan yang biasa lagi. Setiap pulang sekolah memang gerbang maupun jalan-jalan di depan sekolah padat murid-murid yang berhamburan pulang.
Devan beserta teman-temannya sudah keluar lebih dulu mendahului murid-murid lain. Jika urusan datang ke sekolah mereka terbilang belakangan, beda dengan urusan pulang sekolah. Mereka sering terlihat menjadi pelanggan pertama yang keluar dari gerbang sekolah beberapa detik setelah bel pulang berbunyi.
Di bawah pohon rindang tak jauh dari lokasi sekolah, mereka memarkir dan duduk di atas motor sport mereka masing-masing. Bekas memar masih menghiasi wajah Devan. Bastian, Rivo, dan Arfan yang melihat Devan kembali ke kelas tadi dengan kondisi seperti itu, langsung hendak mengibarkan bendera perang. Melabrak, membalas orang yang telah membuat Devan memar-memar. Namun Devan mencegah mereka saat itu juga.
"Kita hajar aja mereka sekarang!" usul Bastian menggebu-gebu. Dari teman-temannya Devan yang lain, Bastian memang punya amarah yang tinggi, tanpa makan daging pun Bastian gampang darah tinggian.
"Biarin aja," kata Devan dengan tenang. Pandangan matanya melamun.
"Eh? Dev, lo kenapa? Lo habis dikeroyok masa biarin gitu aja! Enggak gentle banget tuh orang beraninya main keroyokan!" sahut Rivo dengan nada agak tinggi.
"Gue lagi enggak mau nyari masalah sekarang."
"Dev?" Arfan melambaikan tangannya di depan mata Devan. "Hei brother!"
Devan terkejut, membuyarkan lamunannya. "Eh, iya? Kenapa-kenapa?" jawabnya agak kikuk.
Rivo menghela napas. "Lo kenapa sih, Dev? Ngelamun aja dari tadi."
"Urusan yang tadi kali ini biarin aja. Kalau kita sekarang ngebales mereka, yang ada malah besok-besoknya mereka bakal berulah lagi. Gue enggak mau gara-gara gue, lo semua kena masalah," seru Devan tenang sambil memegangi plester di wajahnya.
Arfan, Bastian, dan Rivo tercengang melihat tingkah laku Devan yang tak seperti biasanya. Mereka bertiga saling bertukar pandang kebingungan, ada yang nampak aneh dan tak biasa pada diri teman mereka.
Semilir angin menerpa rambut Devan hingga bergerak bergoyang. Pandangan yang sebelumnya melamun, kini terfokus pada murid-murid yang berlalu lalang di sekitar sana. Tatapannya seperti sedang mencari seseorang di kerumunan itu.
"Oi temennya cewek penabrak!" teriak Devan, turun dari motornya menghampiri Sinta.
"Dev, lo mau kemana?" tanya Bastian.
Devan tak menjawab. Bastian ikut turun dari motor diikuti Rivo dan Arfan, mereka mengikuti Devan dari belakang dengan jarak kurang lebih lima meter, mereka bersembunyi di balik pohon.
Sinta diam membatu ditempatnya, tak menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya. 'Waduh, dari suaranya itu pasti Devan yang manggil gue!' guman Sinta.
"Lo temennya cewek yang tadi pagi nabrak gue kan," ucap Devan.
'Kenapa gue dipanggil temennya cewek penabrak? padahal dia sendiri yang tadi pagi nabrak Lenata,' batin Sinta dalam hati, pura-pura tersenyum ke Devan.
"Hehehe, by the way nama gue Sinta."
"Oke, Sinta. Sekarang mana temen lo yang tadi pagi?"
"T-temen yang mana ya..." Sinta menggaruk kulit kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Yang tadi pagi, Le-na-ta!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Awal
RomanceSMA Garuda tidak kurang memiliki murid bandel di sekolahnya. Devan Aldeno contohnya. Seluruh warga sekolah mulai dari guru-guru, satpam, sampai siswa-siswi semua angkatan mulai dari kelas sepuluh - dua belas kenal dengan anak satu ini. Tahun pe...