Bagian 5

138 39 25
                                    

Mulai dari sekarang, aku akan mencoba mengenalmu.

     Ujian tengah semester tinggal hitungan dua minggu lagi. Saat ini semua guru SMA Garuda sedang sibuk-sibuknya membuat soal-soal yang akan mereka suguhkan untuk menguji kemampuan para murid.

     Mulai dari jam pertama sampai sekarang guru-guru masih belum selesai dengan rapat yang mereka adakan di ruang guru.

     Biasanya kalau jam kosong atau yang disingkat jamkos tidak adanya pembelajaran di kelas. Mendengar hal ini tentu akan memberikan kesenangan tersendiri di masa-masa sekolah.

     Jam kosong sendiri yang identik tidak adanya pembelajaran dari guru yang bersangkutan karena ada halangan tertentu, mereka akan diberikan tugas tanpa adanya guru yang menemani mereka di kelas atau bahkan jam pelajaran itu tidak ada tugas sama sekali. Sehingga mereka dapat leluasa di dalam kelas.

     Untuk kali ini berbeda. Lebih dari jamkos, mereka dapat dengan leluasa berkeliling sekolah tanpa adanya larangan.

     Bagaimana tidak. Mereka diberi kesempatan seperti ini mengingat sebentar lagi waktu mereka akan banyak tersita untuk belajar menghadapi ujian.

     Di kelas X-IPS-2 yang terkenal sebagai pusatnya pasar karena keramaian kelasnya sekarang menjadi sepi. Banyak murid dari kelas itu lebih memilih untuk bermain ke luar kelas.

     Di dalam kelas hanya menyisakan Devan bersama teman-temannya yang masih bertahan disana.

  "Ngantuk banget gue, kemarin liat bola sampe tengah malem," ujar Bastian menguap besar. Berbaring di atas meja berbantalkan tasnya sendiri.

  "Kurang kerjaan banget, lo. Bola aja di pantengin sampe tengah malem," ucap Arfan menyandarkan kakinya di atas meja.

  "Maksud gue, liat sepak bola!"

  "Tadi bilangnya liat bola."

  "Terserah deh, Fan." ucap Bastian menyerah.

  Rivo yang baru saja selesai menyalin PR ikut bergabung dengan mereka. Membalikkan posisi kursinya, melipat kedua tangannya di sandaran kursi.

  "Hahahaha, kalau lo lanjutin, lo yang bakal kalah omong sama Arfan, Bas."

  "Iya, gue tau." Bastian mengangkat lengan kirinya membentuk siku-siku, menutupi matanya.

  "Daripada kita enggak ngapa-ngapain, gimana kalau masing-masing dari kita cerita tentang kejadian-kejadian yang lucu, seru, atau apalah," usul Rivo.

  Arfan menjentikkan jarinya. "Boleh-boleh."

     Bastian hanya mendengung tanda setuju. Devan tetap diam sambil mengangguk.

  "Karena gue yang usul, gue yang cerita duluan." Rivo memulai ceritanya. "Kemarin malam sekitar jam 11 an, gue kebangun, laper."

  "Terus?"

  "Gue nyari makanan di dapur. Lampu dapur mati. Cuma ada sedikit cahaya dari bulan yang masuk. Pas di dapur gue ngeliat ada sosok makhluk di deket meja makan lagi duduk. Dari belakang, kepalanya bergelombang, pakaiannya lurus sampe kebawah cuma keliatan pergelangan kaki," cerocos Rivo serius.

     Rasa kantuk Bastian telah sirna. Tekukan siku lengan yang menutupi matanya ia singkirkan.

     Devan sendiri yang hanya diam seribu kata kini mulai tertarik dengan alur cerita Rivo.

  "Perasaan gue udah enggak enak, Kerasa horor, keringet dingin, gemeteran, gue mundur beberapa langkah. Eh... Enggak sengaja gue kepleset jatuh. Makhluk itu berdiri dari kursi denger suara gue jatuh."

Titik AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang