Bagian 1

321 49 84
                                    

     Pertemuan bisa menjadi kisah awal untuk sebuah hubungan yang nantinya akan menjadi sebuah kisah tersendiri. Entah itu hubungan teman, sahabat, atau pacar.

     Devan berjalan menapaki koridor-koridor kelas. Satu persatu murid yang berpapasan dengannya langsung minggir menepi membukakan jalan untuknya. Bukan karena rasa hormat atau apa, mereka minggir karena kaget melihat Devan datang sepagi ini.

     Pagi itu Devan datang ke sekolah berpenampilan seperti biasanya, seperti bagaimana sosok Devan sebenarnya. Baju seragam yang dikeluarkan, gaya rambut acak-acakan, posisi tangan dimasukkan ke dalam saku celana, dan lengan tas yang hanya di kenakan sebelah. Sudah mencukupi syarat menjadi anak bandel bukan?

     Hanya satu yang berbeda. Hari ini Devan datang lumayan pagi dari hari-hari sebelumnya. Devan yang biasanya datang mepet bel masuk atau sampai gerbang sudah tertutup berbeda dengan hari ini. Bahkan semua murid yang melihatnya datang sepagi ini terheran-heran.

  "Tumben banget Devan dateng jam segini," bisik salah satu murid melihat Devan.

  Yang lain juga mulai mengomentari. "Kita enggak salah lihat nih?"

  "Biasanya dia selalu dateng mepet-mepet parahnya sampe terlambat."

  "Kayaknya dia salah lihat jam kali."

     Devan memandang satu persatu anak yang membicarakannya. Dari raut wajahnya, Devan mood-nya sedang tidak baik. Begitu ditatap oleh Devan, murid-murid yang bisik-bisik membicarakannya langsung buru-buru bubar.

     Kakinya terus menyeret maju melangkah, pandangannya masih menghadap ke sebelah kanan, ke arah murid-murid yang berbisik membicarakan dirinya.

Brukk

     Di belokan koridor saat pandangan Devan tidak lurus ke depan, tanpa sengaja ia menabrak seorang cewek. Buku-buku yang dibawa cewek itu terjatuh ke lantai membuat dia harus menunduk mengambilnya kembali dibantu oleh temannya.

     Sinta, nama teman cewek yang baru ditabrak Devan langsung mengangkat ke dua alisnya melihat siapa pelaku yang telah menabrak temannya.

'Devan!'  

"Jalan pake mata dong," ucap Lenata, cewek yang baru ditabrak Devan.

"Dimana-mana jalan pake kaki," kata Devan singkat dengan wajah datar.

     Devan melanjutkan langkah kakinya berjalan. Baru ada tiga langkah dari tempatnya berpijak, sebuah jemari tangan menyentuh pundaknya membuat Devan menghentikan langkahnya.

     Sinta masih berdiri beberapa meter dari Devan, hanya Lenata yang maju menghentikan Devan. Lenata, cewek setinggi pundaknya dengan rambut diikat ekor kuda. Ia menatap tajam iris mata Devan.

    "Tadi jelas-jelas kamu yang nabrak aku! Kenapa kamu yang sewot!" Cewek itu menunjuk-nunjuk muka Devan. Sekeliling mereka memperhatikan kejadian itu.

     Jika di cerita dongeng ibarat snow white yang baru menemukan pangerannya di dunia nyata, Devan baru menemukan cewek di SMA Garuda yang berani berbicara dengannya dengan nada tinggi  sampai-sampai menunjuk wajahnya.

'Berani juga dia nunjuk-nunjuk muka gue,' ucap Devan dalam hati.

     Devan maju mendekat, membuat cewek itu mundur menyentuh dinding. Tangan kanan Devan menopang ke arah dinding tepat di sebelah kepala cewek itu. Mirip seperti gaya kabedon.

"Maksud lo? Gue yang harus minta maaf. Gitu?" Devan balas menatap tajam mata cewek itu.

"Iya!" ucapnya.

Titik AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang