Bagian 3.

154 42 39
                                    


Baru kenal aja udah ditolongin dua kali. Gimana kalau kita udah kenal? Kenal deket malah.

     Bunyi deru mesin angkutan umum yang telah berhenti di pinggir jalan dan kepulan asap hitamnya yang keluar dari lubang knalpot bercampur dengan udara di pagi itu. Dari dalam keluar Lenata membayar ongkos ke supir lewat jendela pintu depan.

     Setiap hari Lenata berangkat ke sekolah menggunakan angkutan umum sama halnya jika pulang, Lenata juga naik angkutan umum. Menurut Lenata naik angkutan umum selain mengurangi kemacetan juga tidak perlu capek-capek menyetir. Hanya perlu duduk manis dan menunggu sampai ke tujuan.

     Lenata memegang kedua lengan tasnya, menoleh kanan-kiri memperhatikan jalan yang akan ia seberangi.

     Setelah keadaan jalan cukup sepi Lenata lewat menyebrang ke ujung jalan membaur dengan orang-orang yang ikut menyebrang.

     Lenata berjalan sekitar sepuluh meter sudah nampak jelas gerbang sekolah dengan tembok besar di atasnya bertuliskan, 'SMA Garuda'.

  "Lenataaaaa!!" teriak Sinta berlari seperti anak kecil menghampiri Lenata yang terus berjalan.

     Lenata tahu yang teriak-teriak memanggilnya adalah Sinta, ia terus berjalan tanpa menoleh ke sumber suara pura-pura tidak mendengar.

     Sinta memanggilnya berulang-kali. Suara melengking itu semakin lama semakin dekat membuat Lenata mempercepat langkah kakinya. Kali ini bunyi gesekan antara sepatu dan tanah terdengar seiring Sinta mendekat pada jarak tiga meter di belakang Lenata.

  "Lenataaa!!" Sinta memeluk Lenata dari belakang. Tubuh Lenata terdorong ke depan hampir jatuh, beruntung Lenata dapat menyeimbangkannya. "Gue dari tadi manggil lo, Len."

  Lenata berusaha lepas dari pelukan Sinta. "Iyaaa gue tau Sintaaa," ucap Lenata sambil berjalan ke gerbang sekolah.

     Sinta ikut berjalan di samping Lenata. Lenata melirik jam yang menempel di lengannya menunjukan pukul enam lewat empat puluh lima menit. Tersisa lima belas menit lagi untuk bel masuk berbunyi. Biasanya Lenata datang sekitar pukul enam lewat tiga puluhan. Berhubung ia tadi bangun kesiangan alhasil dia datang terbilang agak siang dari biasanya.

  "Len!" pekik Sinta. "Gue lupa, gue mau nanya ke lo."

  Lenata menurunkan lengannya. "Apa?"

  "Kemarin si Devan ngechat lo?" tanya Sinta menghadang jalan Lenata. Matanya membelalak.

  "Iya," jawab Lenata santai kembali berjalan melewati Sinta.

  Sinta segera menyusul kembali berjalan disamping Lenata sambil melirik kanan kiri. "Devan ngechat gimana, Len?" tanya Sinta lirih.

  "Ya gitu deh."

  "Gitu deh gimana? Yang jelas dong, Len. Yang rinci."

  "Lo mau tanya apa mau nge-interogasi gue nih."

  Sinta mendaratkan cubitan ke hidung Lenata. "Lenata... Tinggal jawab aja apa susahnya sih. Gue kepo pake banget!"

  "Aduh! Lepasin dulu," pinta Lenata menarik tangan Sinta dari hidungnya.

  "Cepet ceritain!" titah Sinta.

  Lenata memeriksa hidungnya yang memerah bekas cubitan Sinta. "Kemarin malem jam tujuh an waktu gue belajar, Devan ngechat gue."

  "Chat gimana? Yang jelas dong, Len!" pinta Sinta tak sabaran.

  "Tanya-tanya soal nama gue, arti nama gue, gitu garis besarnya," jelas Lenata mempercepat langkahnya mendekati sekolah.

Titik AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang