Kesetiaan perlu dalam menjalin sebuah hubungan. Ingat! Kesetiaan itu mahal!
Tumpukan buku pelajaran memenuhi meja belajar coklat di sudut kamar Devan. Buku-buku paket bercampur LKS dan buku catatan yang semula tertata rapi di rak buku kini sudah berserakan tak karuan menjadi pemandangan tersendiri di ruang kamarnya. Belakangan ini ia mulai lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan mempelajari buku-buku sekolah. Tujuannya belajar untuk mendapat nilai yang tinggi bukan karena apa, melainkan karena tantangan yang dibuatnya bersama Lenata. Namanya juga tantangan siapa yang mau gagal? Apalagi ini adalah seorang Devan yang benci gagal dalam tantangan.
Teman-teman sekelasnya saja terheran-heran melihat Devan setiap kali ada jam kosong atau jam istirahat ia duduk tenang fokus untuk belajar. Bastian yang pertama kali melihat itu bergegas berlari mencari Arfan dan Rivo yang berada di luar kelas, mengatakan bahwa Devan terancam dikeluarkan dari sekolah karena nilai-nilainya. Mereka berdua yang mendengar perkataan Bastian ikut khawatir dan berinisiatif pergi ke ruang kepsek memohon-mohon agar Devan tidak terancam keluar. Pak Kepsek geleng-geleng melihat kelakuan tiga muridnya yang memohon-mohon di ruangannya.
Sadar bahwa yang dikatakan Bastian adalah kesalahan pahaman saja, Arfan dan Rivo saling berpandangan satu sama lain lalu berganti menatap Bastian. Devan tertawa terpingkal-pingkal begitu Arfan menceritakan apa yang terjadi. Sebaliknya, mereka bertiga juga kaget tidak berkata apa-apa soal tantangan Devan dengan Lenata.
"Ini gimana sih cara ngerjainnya!? Susah bener! Enggak paham-paham gue dari tadi! Masa iya gue harus telpon Lenata buat tanya cara ngerjainnya? Ogah banget rasanya gue telpon dia cuma gara-gara tanya soal. Gengsi gue." Devan mencegah jemarinya untuk menekan tombol panggilan bergambar telpon di atas layar.
Belum sempat mengedarkan pandangannya ke arah lain, bola matanya terbelalak menatap layar ponsel yang tiba-tiba saja gelap lalu menampilkan sebuah panggilan masuk. Panjang umur! Baru saja Devan ada niatan untuk menelpon sekarang ponselnya berdering. Panggilan masuk dari Lenata!
"Halo, Devan?" Suara lembut Lenata terdengar dari balik telpon memanggil namanya.
Punggungnya yang semenjak tadi tegak kini mendarat keras di atas kasur, bergerak tertekan ke bawah karena beban tubuhnya. "Iya, dengan Devan disini. Silakan pesanannya, Kak, mau pesan apa?" ucap Devan dengan logat mirip orang penerima telpon delivery makanan.
"Adanya apa aja, Kak? Tolong dong sebutin menu hari ini!" Lenata menanggapi candaan Devan, berpura-pura sebagai pelanggan.
Matanya melihat Langit-langit kamar sambil tersenyum mendengar suara Lenata di telpon. "Untuk hari ini kami menyediakan menu spesial, Kak. Ada ayam bakar, ayam goreng, ayam geprek, banyak deh segala jenis ayam, ada! Ditambah lagi sekarang ada promo beli satu gratis satu. Jadi pesan apa, Kak?"
"Ayam panggang deh, ada enggak?"
"Waduh, ayam panggangnya lagi kosong nih, Kak. Gimana kalau pesan ayam yang lain?" tawar Devan selayaknya customer service sesungguhnya.
"Enaknya ayam apa, ya? Tolong rekomendasi dong."
"Ayam love you, gimana, Len?" kata Devan memberanikan kata-kata itu tersampaikan lewat sambungan telpon walaupun tahu Lenata akan menganggapnya sebuah candaan.
"Wah boleh-boleh, berapa harganya?"
"Enggak mahal kok, cukup bayar pakai perasaan dan kepercayaan aja." ucap Devan santai.
"Kenapa bisa bayar pakai gitu?"
"Karena anda adalah orang pertama yang singgah di hati ini." Devan langsung membenamkan kepalanya, menggigit bantal sekeras-kerasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Awal
RomanceSMA Garuda tidak kurang memiliki murid bandel di sekolahnya. Devan Aldeno contohnya. Seluruh warga sekolah mulai dari guru-guru, satpam, sampai siswa-siswi semua angkatan mulai dari kelas sepuluh - dua belas kenal dengan anak satu ini. Tahun pe...