B

44 5 0
                                    

Dinginnya malam menusuk hingga ke tulang. Rumah-rumah tampak tertutup rapat dengan lampu penerangan yang redup di teras. Seorang perempuan dengan mantel yang tebal dan tas punggung yang menemaninya, menyusuri jalanan yang sunyi. Mantelnya tak cukup kuat menahan dinginnya malam, terlihat perempuan itu mengusap-usapkan kedua telapak tangannya sepanjang jalan. Malam ini merupakan awal musim dingin, salju mulai turun sedikit demi sedikit mengiringi perempuan itu berjalan.

Terlihat bangunan tinggi menjulang yang terdiri dari tiga lantai berada dihadapan perempuan itu. Dia mulai memegang knop pintu yang mulai mendingin dan segera masuk ke bangunan tersebut. Perempuan itu menaiki tangga menuju lantai tiga karena lift sedang dalam masa pembenahan. Tepat di depan pintu bertulis 305, dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu tersebut. Dia langsung menghamburkan tubuhnya di atas kasur, membagikan bebannya seharian kepada kasurnya.

Sesekali dia melihat layar ponsel, menunggu pemberitahuan yang muncul. Dia menghela napas panjang setelah beberapa kali mengecek layar ponsel dan tak mendapatkan apa yang dia tunggu. Dia beranjak dari kasurnya, melepas mantel dan menggantungkannya di sudut ruangan. Dia berjalan menuju pantry, menyalakan kompor dan meletakkan panci berisi air di atasnya. Dia menuangkan dedaunan teh kering ke dalam panci tersebut dan mulai mengaduknya. Dia menghirup aroma teh yang sudah dia racik sembari melihat langit malam kota Paris dari balik kaca jendela.

"Aku berharap besok menjadi hari yang lebih baik," ucap L dalam kesunyian ditemani secangkir teh hangat.

***

Ellena terbangun dari tidurnya setelah mendengar dering ponsel di sampingnya. Dia segera duduk dan melihat layar ponselnya. Terlihat nomor tak dikenal sedang mencoba menghubunginya. Tanpa pikir panjang, ia segera mengangkat telepon tersebut.

"Halo", ucap Ellena setelah menerima panggilan tersebut.
Seseorang tak dikenal di seberang telepon tersebut sedang memberikan informasi menarik hingga membuat raut wajah Ellena mulai bersinar. Ellena terlihat bersemangat saat mengakhiri percakapan dengan orang di seberang sana. Gadis 20 tahun tersebut segera mempersiapkan diri untuk menyambut dunia luar di pagi hari dan menemukan pengalaman baru untuk hari ini.

"Selamat pagi Mr.Winkle," sapa Ellena kepada pria paruh baya yang setia membersihkan jalanan di depan flatnya.

"Pagi, L. Kau terlihat bersemangat hari ini," balas Mr.Winkle dengan senyuman ramah.

"Tentu, hari ini adalah hari yang besar," ucap Ellena dan melambaikan tangannya kepada Mr.Winkle dan berjalan meninggalkannya.

L, sapaan yang biasa disematkan orang-orang untuk Ellena, tak henti-hentinya menyapa semua orang yang dikenal di sepanjang jalan. L terkenal sebagai perempuan ramah yang tinggal di flat di ujung Jalan Ampére. Deretan bangunan bewarna pastel menambah kesan ceria di awal musim dingin. L mengecek ponselnya sebelum menaiki bus yang akan membawanya ke kampusnya. Didapati pesan dari teman sekelasnya, Maddie.

"L, hari ini jangan lupa bawa pesananku,". L tersenyum kecil membaca isi pesan Maddie, kakak tingkatnya yang satu kelas dengannya di kelas hydrodynamics. Tentu saja L tidak lupa membawa sekotak galette saucisse yang renyah berisi sosis panggang. Bus tepat berhenti dihadapannya, L segera menaiki bus dan menuju kampusnya, École Polytechnique, yang berjalak 5 km dari tempat tinggalnya sekarang.

Tak terasa jam tangan L sudah menunjukan 8:50, 10 menit lagi kelas hydrodynamics akan dimulai. Dia segera masuk kelas dan didapati Maddie sudah duduk di salah satu kursi. L menuju ke arah Maddie dan duduk di sampingnya.

"Ini pasti yang sedang kau tunggu dariku Mad", kata L sambil memberikan kotak makan berisi galette saucisse berisi sosis panggang.
"Baunya enak sekali, masih hangat lagi," ucap Maddie saat membuka kotak tersebut. L tersenyum melihat Maddie memakan makanan buatannya. Maddie terlihat kelaparan.
"Ini galette saucisse terenak yang pernah ku makan. Aku belum menemukan juga yang rasanya asli seperti ini," Maddie terus melahap makanannya dan tak henti berbicara.

"Tentu, dibuat oleh tangan orang Rennes asli hahaha", sahut L bangga.

"Kau seharusnya menjadi pembuat kue yang enak, akan laris tokomu nanti," ujar Maddie tiba-tiba.

"Aku juga ingin seperti itu, tapi ya gitu hehehe," senyum L.

"Tenang, kamu mulai dari usaha kecil dulu saja. Sebagai awalnya, ini ku beri untuk sarapan lezatku hari ini," Maddie memberikan 3 euro kepada L.

"Ini terlalu banyak Mad," L menolak Maddie.

"Tidak apa-apa. Anggap saja ini termasuk untuk 2 kali sarapan yang sebelumnya juga hehehe. Jangan menolak ya," nada Maddie seperti memerintah. L tak bisa menolak temannya itu.

"Terima kasih Mad," senyum L. Maddie tersenyum balik dan melahap makanannya yang tersisa 1 lagi sebelum kelas dimulai.

Hari ini L mempunyai 2 kelas dan berakhir pukul 1 siang. Perutnya yang sudah keroncongan minta diisi, segera L menuju ke kantin. Seperti dugaan L dalam hati, kantin sangat penuh saat jam makan siang seperti ini. L menuju ke salah satu counter makanan yang menurutnya lumayan enak dengan harga yang tidak menguras kantong. L menuju meja kosong di sudut ruangan setelah membayar sepotong quiche dan segelas lemon tea. L segera duduk karena ini hanya satu-satunya meja yang tersisa.

"L, hari ini aku ada kelas jam 2 sampai sore. Maaf tidak bisa menemanimu. Apa kau ada rencana malam ini? Kita bisa jalan-jalan setelah aku selesai kelas. Besok kan akhir pekan," isi pesan dari Maddie yang muncul di layar ponsel L saat L sedang menikmati makanannya.
Segera L membalas pesan tersebut,

"Tidak apa-apa. Maaf sore ini aku ada acara. Ini akan menjadi sore terbesarku. Maaf aku tidak memberitahumu tentang hal ini karena aku saja tidak mengira hal ini akan terjadi hehehe. Kalau kau mau, kita bisa jalan-jalan besok pagi. Semoga menyenangkan siangmu dengan kelas tambahan hahaha,".

Maddie biasanya menemaninya makan siang sambil mengobrol menceritakan hari mereka masing-masing. Namun kali ini hanya kursi kosong yang menemaninya makan siang.

Beberapa menit selanjutnya, seseorang menggeser kursi di depan L dan tanpa kata-kata permisi langsung saja duduk di kursi tersebut. Dia bersikap acuh, menganggap seolah-olah dia hanya makan sendiri di meja tersebut tanpa ada orang di depannya. Orang macam apa ini! L berusaha tak peduli dengan sikapnya, namun nalar rasa ingin mengomel seorang perempuan tak dapat dibendung lagi.

"Ehem... seseorang seharusnya tak berada di hadapanku, duduk dan makan tanpa bertanya terlebih dahulu," ucap L setelah meminum habis lemon tea.

"Apa masalahmu? Apa kau keberatan aku makan disini? Lagi pula kursi ini tidak ada yang menempatinya," jawab lelaki itu santai sambil terus menyantap makanannya.

"Oh tentu tidak keberatan jika kau bersikap sopan dan bertanya terlebih dahulu," ucap L dan segera membereskan piringnya.

"Apa kau pemilik meja dan kursi ini? Ah sudahlah, aku tak mau ribut dihadapan makanan kesukaanku. Aku minta maaf. Aku terburu-buru karena sebentar lagi ada kelas dan aku tak mau melewatkan makan siangku," ucap lelaki itu, "Perkenalkan, namaku Max, ekonomi 2015," sambung lelaki itu dan mengulurkan tangannya

Elléna, are you ok? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang