F

23 5 2
                                    

“Kau ingin mampir sebentar?” tawar L yang sudah keluar dari mobil Max. Tanpa ragu, Max mengiyakan tawaran tersebut dengan alasan perutnya yang lapar tentunya L mempunyai makanan di kulkasnya. Max turun dari mobil dan mengikuti L dari belakang. L mempersilahkan masuk Max dan segera Max berbaring di sofa L.

“Dasar kau ini memang tak punya sopan santun” kata L sambil menggelengkan kepalanya. Max hanya tersenyum menampakkan gigi-giginya dan kembali berbaring lagi.

“Kau ujian jam berapa besok?”, Tanya L setelah melepaskan mantelnya dan menghidupkan penghangat ruangannya.

“Jam 8,” jawab Max santai dan tetap berbaring sambil memainkan ponselnya.

“Kau tak belajar?” Tanya L dan duduk di sofa seberang Max.

“Nanti dulu. Sekarang perutku lapar. Kau tak ada makanan di kulkas?” Tanya Max serasa berdiri dari sofa dan menuju ke kulkas. L melemparkan bantal sofa dipelukannya ke pungung Max.

“Dasar kau ini memiliki maksud sendiri untuk pergi mampir”, ucap L. Max melemparkan bantal tersebut ke L namun dapat dihindari oleh L. L tertawa puas melihat Max yang terlihat kesal. Max mencoba mengambil bantal tersebut namun L segera berlari. Alhasil mereka saling berlari untuk mengejar dan menghindar.

Sedang suasana seru dalam atmosfer mereka berdua, tiba-tiba L tersandung kabel lampu yang menyebabkan lampu ruang tengah mati. L terjatuh dan begitu juga dengan Max karena kaget tiba-tiba lampu mati dan tersandung L. Keduanya kini tak dapat melihat satu sama lain. Semuanya gelap. L berusaha berdiri namun tak bisa karena tertimbun tubuh Max. Max terdiam, tak bergerak.

“Max ayo bangun, aku tak bisa bernapas,” pinta L. Max tetap diam. Beberapa saat kemudia Max berbisik di depan wajah L. Wajah mereka terlalu dekat saat ini hingga L kehabisan napas,

“Aku takut kegelapan L”. Mendengar kata-kata tersebut keluar dari bibir Max, L tertawa dengan kerasnya. Max menguatkan pegangannya ke tubuh L hingga L tak bisa bernapas.

“Lepaskan tanganmu Max, aku tak dapat bernapas,” ucap L.

“Aku tak memeluk mu,” bantah Max namun semakin erat memeluk L. L tertawa tak henti-hentinya. Max terlihat sangat takut dalam kegelapan.
L berusaha mengambil ponsel dari saku celananya. Segera L menyalakan lampu kameranya dan ruangan sedikit terang. Max membuka matanya dan melonggarkan pelukannya. L masih tertawa mengingat kejadian tadi.

“Sudah diam kau, sini biar aku yang membawa ponselmu,” ucap Max dan merebut ponsel L. L hanya tertawa dan memberikan ponselnya ke Max.

Segera Max menuju stopkontak dan menyambungkan kembali kabel lampu ke stop kontak tersebut. Ruangan menjadi terang kembali. L mengambil plaster dan gunting untuk merapikan kabel, merekatkannya pada dinding. Max kembali berbaring di sofa setelah mengembalikan ponsel L.

Ellena pergi ke pantry, melihat isi kulkasnya. Dia ingin membuat makanan, temannya yang di sofa terlihat kelaparan. Ada beberapa sosis, telur, sawi dan dua bungkus mie instan. Kali ini Ellena akan memasak mie kuah dengan bumbu yang dia improvisasikan sendiri dengan bahan-bahan seadanya. Tak lupa minuman jeruk yang hangat dia buat untuk menghangatkan tubuh.

Max bangun dari sofa setelah mendengar suara gelas dan sedok yang beradu. Max berjalan menuju di meja makan dan terlihat disana sudah tersaji makanan yang terlihat seperti pasta.

“Ini untuk ku?” Tanya Max dengan menyendok mie dihadapannya.

“Ya makanlah. Kau bilang, kau lapar,” L meletakkan jeruk hangat di samping mangkuk Max dan miliknya. Max segera mengambil kursinya dan segera memakan mie kuahnya.

“Hati-hati itu masih panas,” L memperingatkan Max sebelum mie tersebut masuk ke mulut Max.

“Masakanmu enak,” ucap Max setelah beberapa kali menyendokkan kuah dan mie secara berurutan ke mulutnya,

“Terima kasih, aku memberikan sedikit improvisasi di dalamnya hahaha dengan membuang bumbunya dan menggantinya dengan bumbuku sendiri,” ucap L menjelaskan.

“Aku suka improvisasimu. Kau memang teman yang baik. Lebih baik lagi kalau kau membuatkan makanan untuk ku setiap hari hahaha,” canda Max. L hanya tertawa menanggapi ucapan temannya itu.

“Kau suka memasak?” Tanya Max setelah menghabiskan semangkuk mie kuah tanpa tersisa.

“Tentu, dulu ayah yang mengajariku,” ucap L lalu meminum jeruk hangatnya.

“Dulu ayah ku seorang koki di salah satu hotel ternama di Rennes,” lanjut L.

“Pasti masakan ayahmu enak. Beruntung kau punya ayah koki, bisa makan enak tiap hari hahaha” canda Max. L tersenyum menanggapi ucapan Max.

“Ya tapi tidak lagi, ayahku sudah meninggal sejak aku semester 3 lalu”, wajah L seketika murung. Kenangan bersama ayah tercintanya seketika terputar kembali di otaknya. Tak terasa air mata itu kembali lagi, keluar membasahi melewati pipinya.

Max seketika mendekat ke arah Ellena, duduk di samping Ellena. Max menenangkan L dengan mengusap-usap bahu Ellena.

“Maaf aku membuatmu sedih”, ucap Max lembut, dibiarkannya L bersandar di dadanya, menangisi kenangan indah yang pernah L lalui. Max sesekali memeluk Ellena, dia tak tahu bahwa begitu menyakitkan mengenang seseorang yang sangat disayangi. Salju di luar sana turun semakin lebat, menemani kesunyian mereka berdua.

***

“Hei.. apa yang kau lakukan di kamarku?” L melemparkan bonekanya ke arah Max yang tidur di sofa dekat jendela. L langsung menutupi seluruh badannya dengan selimut tebalnya. Max terbangun seketika dan merasakan pusing di kepalanya.

Max dengan santainya berdiri, menuju pantry untuk mengambil air. Sudah seperti rumahnya sendiri. L semakin geram, segera dia mengikuti Max ke pantry.

“Sudah seperti rumahmu sendiri ya, apa yang kau lakukan di kamarku tadi? Tidur pulas di kamarku.” Tanya L sambil tetap menutupi tubuhnya dengan selimut.

“Hahaha kau tak ingat? Kau begitu menyedihkan kemarin malam” jawab Max setelah meminum airnya.

“Aku harus ke kampus dalam satu jam, tolong masakan aku sarapan. Aku pinjam kamar mandimu ya” seperti biasa, Max selalu memerintah L.

“Selalu saja seperti itu,” L terus mengomel namun tetap menuruti perintah Max.

Ellena kembali ke kamarnya, merapikan kasur dan seisi kamarnya. Ellena tak terlalu ingat apa yang sudah terjadi kemarin malam. Hanya tangisan setelah makan malam dan paginya dia dapati bahwa dia sudah tertidur di kasurnya dengan Max yang tidur di sofanya.

Jam sudah menunjukan pukul 6:40. L kembali menuju pantry, melihat isi kulkasnya sehingga dia tahu sarapan apa yang dapat dia buat. Ellena teringat bahwa sediaan bahan makanannya menipis, ini awal bulan. Dia lupa membeli bahan makanan agar dia bisa berhemat untuk satu bulan ke depan, tidak menghabiskan uangnya untuk makan di luar selama satu bulan penuh.

Ellena mengambil tepung terigu, 2 butir telur, susu, dan madu yang akan dibuat pancake. Hanya itu bahan yang tersisa di kulkasnya. Dengan cekatan, tangannya menyampurkan semua bahan tersebut. Dia melihat satu buah pisang yang sudah hampir busuk, diambilnya dan dicampurkan ke dalam adonan tersebut. Ellena membuatkan pancake pisang untuk temannya yang sangat bossy itu.

Tepat pukul 7, pancake pisang sudah tertata rapi di atas dua piring. Empat tumpuk pancake sudah cukup untuk sarapan pagi ini, ditambah susu hangat untuk menambah semangat mengerjakan ujian di hari terakhir.

Elléna, are you ok? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang