H

28 6 0
                                    

“Hai L, bagaimana ujianmu?” Pak  Joe sudah mulai membersihkan meja kasirnya dan mendapati Ellena yang sudah ada di depannya.

“Ya seperti itu,  ada soal susah dan ada soal mudah”, jawab L menghela napasnya.

“Aku tau kau pasti mendapatkan yang terbaik, kau bagus dalam bidangmu” Pak Joe memberikan semangat,

“Seseorang memberi tahu ku tentang itu,” tambah Pak Joe dan pergi meninggalkan L.

L mengecek ponselnya. Tiba-tiba dia ingin mendengarkan suara ibunya. Sudah lama, sejak seminggu yang lalu, tidak ada kabar dari ibunya. Segera L memencet tanda telepon pada kontak ibunya.

Suara sambungan telpon terdengar, pasti ibunya sedang tidak sibuk karena sudah pukul 3 sore lebih yang itu artinya akan berganti shift dengan temannya. Tak menunggu lama, suara wanita paruh baya, berumur 40an tahun terdengar di seberang sana.

Ellena segera menyapanya, rasa rindu yang dia pendam selama ini akhirnya terobati. Suara ibunya sudah mulai terlihat sehat, setelah seminggu lalu, terakhir dia menelpon ibunya saat menghabiskan voucher sarapan bersama Max dan Maddie, ibunya menelpon karena dia tidak bisa memberikan uang saku karena beliau cuti selama 2 minggu, asmanya yang kambuh mengharuskan beliau untuk cuti. Saat itu juga L ingin pulang dan merawat ibunya. Namun ibunya menghalangi L untuk pulang, dengan alasan dia harus berhemat hingga ibunya mulai bekerja lagi. ibunya menyuruh L untuk tetap fokus saja dengan apa yang sedang dia kerjakan, tidak usah terlalu khawatir dengan ibunya karena sudah ada sepupu L yang merawatnya.

L cukup lega saat itu karena ibunya tidak sendirian saat sedang sakit. Tapi bagaimana pun juga, L tetap tidak tega melakukan hal itu. Untuk saat ini, L sudah lega mendengar suara ibunya yang sudah mulai membaik. Keduanya saling bertukar kabar dan menceritakan keadaan di tempat mereka masing-masing.

“Bagaimana kuliah dan pekerjaanmu?” tanya ibu L.

“Hari ini ujianku sudah selesai. Aku suka pekerjaanku ini, seperti ada diri ayah bersamaku setiap aku bekerja, menemani ku“ L bercerita dan mulai terasa penuh matanya,

“Aku merindukan ayah, Bu” sepersekian detik air itu keluar, kelopak matanya sudah tak dapat menampung air lebih lama lagi.

“Kita bisa pergi bersama nanti ke makam ayah kalau kau sudah pulang,” suara ibunya terdengar begetar, sepertinya ibu dan anak ini mulai larut mengenang kenangan yang lalu. Segera L menghapus air matanya.

“Kakak sepupumu, Darrell, kemarin sudah resmi jadi ayah. Hahaha,” ibunya mulai mengalihkan topik.

“Benarkah? Wah aku tidak sabar melihat keponakanku. Aku akan pulang 3 hari sebelum natal, Bu” ucap L bersemangat.

“Liburanku sepertinya akan dimulai lebih cepat, sehingga aku bisa pulang lebih awal. Kita bisa mempersiapkan natal bersama dengan Darrell junior hehehe,” tambah L.

“Hahaha tentu. Ibu pergi dulu L, hari ini ibu dapat dua shift. Jaga kesehatanmu L, ibu menyayangimu,” kata ibu setelah terdengar namanya dipanggil.

“Sampi jumpa ibu, aku menyayangimu,” ucap L kemudian sambungan di seberang sana terputus.

L cukup lega mengetahui bahwa ibunya baik-baik saja. L kembali bersemangat dan siap memulai kembali rutinitas sorenya, bekerja sebagai pelayan di toko roti. Dia sangat menikmati pekerjaan ini, meskipun gajinya tidak terlalu banyak, tapi masih cukup untuk kebutuhan hidupnya setiap bulan hingga dia lulus, tahun depan.

“Apakah aku bekerja di toko roti saja setelah lulus dan mencoba usaha kuliner? Namun hal ini bertolah belakang dengan apa yang ku pelajari di kampus. Mungkin menjadi koki sudah takdirku, bukan menjadi insinyur. Atau mungkin keduanya?” L berbicara dengan dirinya sendiri sambil mengganti baju dengan seragam kesukaannya.

“2 croissant, 1 americano, dan 1 mochaccino, tolong,” suara berat khas itu sudah dihapal L. L segera menyambutnya dengan ramah.

“Ada tambahan lain?” L bekerja cukup profesional. “4 baguette, tolong” ucap lelaki itu.

“Kau makan banyak sekali Max? Kau sedang mengajak seseorang kesini? Apakah itu Meghan?” tanya L sembari menulis pesanan Max.

“Diam kau L. Seseorang yang kau maksud ada di depanku,” ucap Max dengan nada genit.

“Hahaha dasar kau ini. Kau menraktirku lagi?” L melanjutkan tulisannya. Cukup banyak yang dipesan Max.

“Selama kau menjadi temanku, hahaha” jawab Max.

“Oh dan untuk baguettenya, dibungkus saja. Itu untuk kakakku,” tambah Max. L menuliskannya di kertas itu. Kemudian memberikannya ke Pak Joe yang ada di bagian sediaan roti. Pak Joe turut andil dalam urusan dapur karena dia termasuk orang yang sangat tak mudah mempercayai orang lain.

“Ambil lah jam istirahatmu, sebelum jam makan malam dimulai 30 menit lagi,” Pak Joe memberikan jawaban pada L setelah menanggapi kode yang diberikan Max.

L tersenyum dan ke pantry untuk mengambil pesanan Max kemudian disusulnya Max dengan membawakan pesanannya.

“Terima kasih Max, aku suka minumannya,” ucap L setelah mencicipi minumannya.

“Aku belum pernah mencoba mochaccino disini, hehehe,” tambah L malu.

“Sungguh? Hahaha aku akan sering kesini untuk membelikanmu” kata Max.

“Hahaha terima kasih sebelumnya, tapi niat baikmu itu sebaiknya tidak usah dilakukan. Aku akan bosan juga jika meminum mochaccino terus menerus,” jawab L.

Mereka tampak larut dalam obrolan sore mereka. Toko tampak sepi, hanya beberapa pelanggan yang datang.

“Kau tidak mengajak Maddie kemari?” ucap L setelah melahap semua croissant di depannya.

“Dia sibuk bersama Meghan, entah apa yang meleka lakukan. Padahal semua urusan klub sudah selesai, tinggal persetujuan saja,” jawab Max.

“Mungkin mereka mencoba berteman. Ku lihat mereka menjadi akrab, padahal mereka akan berakhir masa jabatannya hahaha. Memang Maddie orang yang seperti itu, bersemangat saat berakhir masanya,” kata L.

“Tapi hal itu menyita waktu kita bertiga bersama, kau tidak merasakan hal itu?” bantah Max secara halus.

“Mungkin. Tapi sudahlah, Maddie bukan anak kecil. Dia bahkan senior kita, satu tahun di atas kita. Bukankah kau senang kalau tak ada Maddie, kau bisa berdua denganku? Hahaha,” goda Ellena yang memunculkan kembali senyum Max.

“Kau sekarang menjadi gadis genit ya Ellena,” ucap Max.

“Kau kan guru ku. Meghan pun sampai seperti itu denganmu, memberiku serangan demi pangerannya Hahaha,”

“Dasar kau gadis menyebalkan, aku muak dengan gadis itu”, Max kesal.

“Hahahaha kau lucu sekali,” L menertawakan Max yang cemberut seperti anak kecil.

Tak terasa, beberapa orang mulai berdatangan ke toko roti itu. Sepertinya para pegawai di sekitar sini sudah pulang dan mampir untuk menikmati sepotong roti untuk di makan di tempat atau dibawa pulang untuk menyenangkan hati keluarganya yang sudah menunggu di rumah.

“Aku harus kembali bekerja, terima kasih atas makanannya,” ucap L dan segera berdiri untuk bersiap-siap melayani para pelanggan yang datang.

“Kau akan langsung pulang nanti setelah bekerja?” tanya Max ragu.

“i.. oh tidak, aku harus ke supermarket nanti,” jawab L.

“Aku ingin membelikan kado untuk kakak ku. Kau mau menemaniku? Sebagai gantinya akan ku antar kau ke supermarket hahaha,” Max menawarkan.

“Selalu saja kau mendapatkan apa yang kau inginkan”, senyum L menandakan bahwa dia mengiyakan tawaran tersebut.

“Whooa terima kasih L. Aku pergi dulu. Selamat bekerja hahaha jangan lupa traktir aku saat gajian,” Max melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan L. L melambaikan tangannya juga dan kembali ke meja kasir untuk menerima pesanan.

Elléna, are you ok? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang