6. Monokrom

84 31 3
                                    

¤ Dia sejatinya selalu ada untukku Hanya saja, waktu yang sedang bermain - main dengan kami
Kini, waktu yang harus mempertanggungjawabkan semuanya ¤


Φ • ° • Φ



Hari senin, pukul dua pagi.

Aku masih terjaga, ditemani oleh secangkir kopi. Aku belum tidur semalaman ini, bukan karena kopi, tetapi karena kemarin siang aku sudah tertidur cukup lama.

Kopi sudah tidak menjadi penangkal tidur bagiku. Aku sudah menyukai semua jenis kopi sejak aku kecil.

Semua kecintaanku itu berawal dari Kakek, yang menjelaskan arti kopi yang sesungguhnya, ketika aku duduk dibangku sekolah dasar, tepatnya saat kelas 4 SD.

***

Tok tok tok...

Sayup sayup terdengar suara ketukan pintu. Saat ini aku sedang berada di balkon, karena itulah suara ketukannya terdengar begitu lembut.

***

"Tunggu bentar, Bii..."

...

"Iya, Bi?" kataku sembari membuka pintu.

Seorang wanita berambut panjang dan bergelombang tengah berdiri di hadapanku saat ini. Wanita cantik itu bahkan tersenyum lembut menatapku.

Wanita anggun ini terkenal akan ketenaran dan kepopulerannya dimata publik.

***

"Halo... Boleh aku masuk?"

...

"Oh... i.. Iyaa... Tentu saja... Dengan senang hati."

Aku masih memandanginya lekat - lekat, sembari bertanya - tanya dalam hati, akankah saat ini aku bermimpi?
Atau ini hanya bagian dari ilusi malamku?

***

"Heiiiii... Aku nyata kok, hahahaa. Maaf ya aku bikin kamu kaget dan keganggu pagi ini."

Lagi lagi dia tersenyum lembut padaku. Dia berkata seolah mengerti semua isi pikiranku.

...

"I, iya... Gapapa kok. Mau duduk di balkon?" tawarku.

"Hmmm... Boleh... Kayanya seru."

Aku yakin ada hal penting yang ingin ia bicarakan padaku.

***

"Whoaaa... Pantes aja kamu betah di kamar. Pemandangannya bagus banget dari sini."

"Aku juga gak selalu duduk disini seharian kok... Kamu bisa berkunjung kesini kapanpun kamu mau..." kataku sembari tersenyum.

"Waah, ay ay captain... hahahaa."

***

Apa aku de javu, lagi?

***

"Kopi? Se pagi ini?" katanya memulai percakapan lagi.

...

"Kamu emang mirip Kakek, ya."

Aku yang mulanya tersenyum, kini sedikit memasang wajah heran.

Sejak kapan dia tahu tentang itu?

"Apa kamu masih sering nulis atau nglukis? Kapan kamu mau ngirim salah satu karyamu? Ahahahaaa..."

...

"Kamu juga masih nari, kan? Kapan kamu tampil ke pagelaran yang terkenal itu?" ucapnya sangat antusias.

Meet Me in SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang