¤ Sejatinya Tuhan telah memberikan jalan kehidupan yang terbaik untuk setiap makhluknya.
Perbedaannya hanyalah tentang bagaimana cara kita bertahan dan bersyukur atas semua nikmat yang diberikan oleh Tuhan tersebut ¤Φ • ° • Φ
Ini adalah sedikit cuplikan kisah saat aku duduk dibangku Sekolah Dasar.
~ § ~
Saat pertama aku masuk di Sekolah Dasar ini, aku hanya memiliki satu teman, dia tinggal di dekat rumahku, namanya Meilinda.
Aku mendaftar bersamanya dan akupun duduk dengannya selama dua tahun. Wali kelasku saat itu sangat disiplin dan aku selalu takut dengan beliau.
Bahkan saat tempat duduk kami dipindah, aku menangis dalam diam, karena tidak berani berkata apapun. Yaah, aku memang cengeng ketika kecil, aku belum mencoba menjadi lebih tegar seperti saat ini.
~ § ~
Tahun ajaran kelas III telah dimulai. Saat itu adalah hari pertamaku masuk kelas. Tetapi karena aku terlambat datang, aku tidak mendapatkan bangku untuk duduk. Saat itu kelasnya memang sangat sempit dan tidak cukup untuk 50 orang sekaligus.
Yap benar, sekolah ini berada di pinggiran kota. Maka dari itu, jumlah anak yang masuk berlebihan dan tidak sebanding dengan kelasnya.
~ § ~
Ketika itu aku diarahkan oleh wali kelasku yang baru untuk duduk bertiga dengan orang yang belum aku kenal.
Aku duduk di tengah dua perempuan berparas manis, tetapi berkelakuan sangat kejam. Aku selalu saja dibully oleh mereka.
***
Aku selalu dilarang duduk di kursi dan aku hanya diperkenankan duduk di lantai selama pelajaran berlangsung.
Walaupun wali kelasku tahu dimana aku duduk selama pelajaran, tetapi beliau seakan tidak peduli denganku. Oleh karena itu, aku jadi enggan melapor.
Kedua teman sebangku ku ini bahkan sudah menyiksaku setelah seminggu bertemu.
Tas sekolah yang dibelikan oleh Papa dicorat - coret dengan tulisan yang tidak jelas. Sesampainya di rumah, Papa yang tahu hal itu langsung memarahi dan membentaki diriku. Mama pun menyeretku ke dalam kamarnya karena gemas.
Saat itu Mama menggenggam penggaris besi di tangannya dan dia melepas paksa seluruh seragam sekolahku. Amarah Mama dilampiaskan padaku lewat ujung tajam penggaris yang diarahkan untuk menyayat punggungku.
Seperti kurang puas melukaiku, Mama dengan sigap mengambil silet, dan melakukan hal yang sama di punggungku.
Aku hanya diam, aku takut jika aku bergerak pasti rasa sakit itu akan semakin menyiksa dan pastinya Mama akan semakin beringas menyiksaku.
***
Tak hanya itu, ketika pelajaran olahraga, sepatuku kembali dirusak oleh temanku. Sepatu itu berubah menjadi compang camping ketika aku melihatnya dirak penyimpanan.
Ketika sampai di rumah, aku kembali dimarahi habis - habisan oleh Mama, dan aku mendapatkan luka bakar di kakiku.
Ketika itu Mama sedang memasak, sayur yang ada di dalam panci panas di atas tungku, segera dipindah olehnya. Kemudian pantat panci panas itu dikenakan sekenanya pada diriku.
***
Tidak hanya satu atau dua kali, aku telah mengalami hal itu lebih dari belasan kali. Saat itu adalah kegilaan bagiku, pasti selalu saja ada hal buruk yang menimpaku, entah kusadari ataupun tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me in Sunset
Novela JuvenilIrene Shantika Anjani Seorang Tuan Puteri tanpa mahkota, yang selalu berjalan diatas sepatu kaca. Setiap langkah geraknya selalu memesona. Tetapi hingga saat ini, kebahagiaan masih saja enggan berdamai dengan dirinya Semesta selalu punya cara untuk...