10. ex-LOST IN JAPAN

13 3 0
                                    

Kulangkahkan kakiku keluar dari ruang ujian dengan penuh putus asa, aku tak bisa menahan emosiku. Semua orang begitu gembira karena ujian telah berakhir tapi tidak denganku, aku begitu kebingungan tentang hasil ujian itu.

Rendy berjalan mengekoriku dan berkali - kali memanggil namaku sebelum akhirnya dia berlari dan menghentikanku dengan menepukkan tangannya dipundakku. Aku yang semula tak ingin menampakkan emosiku didepan orang lain pun gagal, kubiarkan air mataku tumpah dihadapan Rendy.

Rendy hanya diam menungguku menyelesaikan ucapanku yang penuh kekhawatiran. Hingga aku berhenti dan kembali menangis seolah - olah semua itu adalah kenyataannya.

"Flow, ujiannya udah selesai! Dan kamu udah berusaha kan? Bukannya kemarin kamu yang bilang ke mereka kalau usaha gak akan ngehianatin hasil? Dan bukannya kamu juga yang punya prinsip buat ngerjain dulu sebelum nasihatin orang lain?" Rendy memegang bahuku.

Aku tak mampu menjawab semua itu dan hanya bergulat dengan kekhawatiranku. Bagaimana aku bisa bersikap seperti itu sekarang? Bahkan orang yang berada diruangan itu pun tak bisa menjamin.

🌸🌸🌸

"Flow, keluar sayang. Bukankah ujiannya sudah selesai?" ucap seseorang dibalik pintu.

Aku hanya diam dan mencoba menahan senggalan nafasku. Aku tak pernah ingin keluar dari kamarku saat aku sedang menangis, aku akan menunggu hingga aku berhenti mengingat masalahku. Tak peduli berapa lama itu akan mengurungku.

Sudah sehari semalam aku tak melongokkan diri keluar kamar juga tak ada lagi rasa lapar. Aku mencoba membuat orang lain menganggapku tidur meskipun aku tahu bahwa air mata sedang membasahi wajahku, siapa yang akan menanyai seseorang yang sedang tidur? Ketika mereka keluar aku mulai menuliskan masalahku dengan tulisan - tulisan abstrak yang mungkin saja tidak bisa dimengerti orang lain dan beberapa bait lirik lagu yang menceritakan kekecewaanku.

Beberapa hari berlalu setelah tragedi mengkhawatirkan itu, masalahku ternyata menjadi pemancing yang ampuh untuk membuat Rendy lebih peduli kepadaku meskipun sebelumnya dia sudah memperlakukanku seperti itu, tapi kali ini terasa berbeda. Apa mungkin karena beberapa hari ini aku menjadi penyendiri? Entahlah, tapi aku merasa lebih baik setelah mendengarkan semua itu.

Aku memutuskan untuk melanjutkan keinginanku belajar ke perguruan tinggi dengan banyak dukungan dari orang disekitarku dan satu penentang didalamnya. Ya, mungkin saja jika dikeluarga siswa lain dia akan sangat berpengaruh tapi tidak denganku. Ibuku sepertinya sudah terdidik mandiri untuk memenuhi kebutuhanku tanpanya.

Rendy menghampiriku dengan membawa roti sandwich.

"Nih, makan!" Perintah Rendy menyodorkan roti berisi selada itu kepadaku.

"Makasih," ucapku lesu sembari menarik makanan itu dari Rendy.

"Udah liat hasilnya?" Tanya Rendy yang sedang terduduk disampingku.

"Belum, udah keluar?" Tanyaku sambil mengunyah malas.

"Katanya sih udah ada yang ngecek, aku liat dulu ya?" Rendy mengeluarkan laptopnya tanpa menunggu jawabanku.

Daniel tiba - tiba meneriakkan namaku. Aku yang terkejut menatap matanya dan tak bertanya. Dari matanya aku sudah bisa melihat tentang kabar baik yang baru saja dilihatnya. Dia mencoba menyimpan kegembiraannya itu dengan menanyakan username dan password-ku.

Beberapa saat setelah kata 'memuat' hilang wajah Rendy berubah dan hanya tersenyum hambar. Aku juga bisa membacanya. Mungkin tuhan belum mengijinkanku untuk melalui pintu itu.

Rendy hanya diam dalam langkahnya. Jalanan sore yang penuh asap dan riuh sekejap membuatku merasakan keheningan. Setelah melihat hasil SNMPTN-ku tadi, Rendy menjadi diam dengan tatapan yang selalu mengalih dariku.

"Ren, lu jangan diemin gue dong!" bahuku menyenggol lengan panjang Rendy.

"Nggak kok, ntar kamu ikut SBMPTN kan?" Tanya Rendy khawatir.

Aku hanya senyum tanpa kata sebelum akhirnya persimpangan jalan memisahka aku dan Rendy.

"Bagaimana?"
Kata itu membuatku frustasi dengan kenyataan usahaku yang gagal, satu orang tak pernah peduli dan aku belum mampu berdiri sendiri.

***

Hari - hari berikutnya aku disibukkan dengan latihan untuk pelaksanaan wisuda yang akan dilakukan akhir bulan ini. Tak biasanya aku terlibat dengan rangkaian acara yang cukup berarti, tapi kali ini aku terseret jauh kedalam lubang itu.

Benahi dulu pelafalannya!
Kritikan itu adalah yang paling kuingat setelah berlatih didepan Bu Siska-guru bahasaku.

Aku hanya mengiyakan perkataan itu dan enyah bersama selembar kertas yang akan membuatku sibuk untuk satu minggu ini.

Dari sudut lain Rendy datang menghampiriku dengan semangat khasnya. Ya, dia tidak akan gugup untuk tampil didepan orang karena itu bukan hal baru untuk dia.

Rendy tak berhenti bertanya dan berbicara tentang apa yang harus aku lakukan agar tidak gugup untuk tampil didepan banyak orang. Tak ada tanggapan yang begitu berarti, aku hanya mengiyakannya dan bertanya seolah - olah aku tertarik dengan topik pembicaraannya. Rendy pun diam setelah aku tak lagi merespon perkataannya, aku tak tau harus menggunakan kata apa lagi untuk menjawabnya. Karena aku sedang memikirkan hal lain yang telah menggangguku beberapa hari ini.

Persimpangan jalan semakin sepi seiring semakin redupnya matahari. Namun Rendy tetap berjalan disampingku meskipun seharusnya dia berbelok dipersimpangan ini.

"Ehm. Aku duluan ya Flow," ucap Rendy menyebrang kesalah satu toko.

Aku hanya mengiyakannya dengan tersenyum dan meneruskan jalan pulangku.

***

Makan malam berlalu dengan keheningan seperti biasanya. Mungkin karena aku tak lagi membicarakan masalah itu lagi.

Kubuka halaman depan buku harian ku yang beberapa hari ini kuisi dengan kegalauan. Aku tak sadar bahwa aku pernah merasa sangat bersemangat. Lembar - lembar lainnya membuatku tersenyum karena aku mengetahui bagaimana Rendy yang tertulis disana, penyemangat! Dan dua cerita yang begitu membuat dadaku sesak. Aku begitu merindukan Pak Wahyu dan perasaan jengkelku kepada Vina kembali.

Aku disadarkan oleh ketukan pintu yang tak biasa kudengar.

"Boleh ibu masuk?" Tanya ibu sambil melangkah masuk.

Aku hanya tersenyum dan menutup buku harianku tanpa menjawab.

"Aaaah... kenapa putri ibu baru belajar ketika dia sudah lulus?" Goda ibu sambil mendekat dan menengok buku yang sedang kupegang.

"Aku bukan belajar bu, cuma buka - buka aja." Sangkalku.

Ibu menyunggingkan senyumnya dan mulai mengusap lembut rambut lurusku. "Belajarlah, ibu yang akan membantu,"

Perkataan itu hanya kubalas dengan senyuman karena aku tak mengerti apa yang sedang ibu bicarakan.

"Rendy datang ke toko, dia menceritakan hasil tes yang sebelumnya kamu lakukan. Dan apa karena itu beberapa hari ini anak ibu terlihat muram?" Ibu berhenti sejenak dan membuatku menatapnya. "Lanjutkan apa yang sudah kamu usahakan Flow, ibu akan membantu apa yang ibu bisa," ibu tersenyum dan meninggalkan kamarku yang sempat terasa hangat.

31st'ofjuly19
니사울💋

Flow Eyrimend Peter - Lost in japan [TBC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang