Chapter 37

35 6 2
                                    


Sedari tadi jantungku berdebar tidak karuan, aku terus mondar-mandir di kamar milikku. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari pernikahanku dengan pujaanku, hari yang sudah aku nanti-nantikan sejak lama.

Prahara demi prahara telah terlewati dengan baik, bahkan tak henti-hentinya aku mengucap syukur terhadap allah yang maha kuasa karena telah mendatangkan hari bahagia ini. Setelah sekian lama menghadapi permasalahan yang tiada habisnya, kini penantian cintaku berujung kebahagiaan yang aku raih bersama Rakha.

Hari ini seperti mimpi bagiku, bahkan terlalu indah untuk diimpikan, aku terus berdoa agar tidak dibangunkan dari mimpi indah ini.

"Woiii...," sentak Rizka.

Aku terkejut bukan main karena dikagetkan seperti itu. Aku menekuk wajahku dan melirik sinis kearah sahabat-sahabatku yang cekikikan tidak jelas.

"Lo berdua bisa nggak sih jangan ngagetin gue!!" bentakku.

Bukannya marah atau apa, mereka berdua malah tertawa terbahak-bahak seakan-akan lagi melihat pertunjukan badut. Aku sangat kesal tapi juga tidak marah kepada mereka.

"Ck... Yang sebentar lagi jadi istri Mr. Fernando biasa aja dong reaksinya," ejek Dilla yang langsung mengena dihatiku. Aku tidak masalah dengan ejekannya karena itu memang betul adanya, sebentar lagi aku bakal menyandang nama belakang suamiku.

Mengingat kata suami, aku jadi kepikiran dengan situasi di bawah sana seperti apa. Rasa penasaran sekarang telah menguasai diriku, bukan lagi berdebar seperti tadi, tapi digantikan dengan rasa ingin tahu yang berlebihan.

Dilla mengelus-elus perut besarnya itu dihadapanku, usia kandungannya kini sudah mencapai 7 bulan lamanya. Aku tersenyum saat melihatnya bahagia saat bercengkrama dengan Rizka. Baru kemarin dia melangsungkan acara tujuh bulanan, sekarang malah aku yang melangsungkan acara akad nikah.

"Ran...," panggil Rizka. Aku langsung menoleh kearahnya dan melayangkan tatapan bertanya kepada Rizka.

"Itu suara apaan sih?" tanyanya padaku.

"Suara apaan??" tanyaku balik. Aku mempertajam indra pendengaranku dan hanya keheningan yang aku tangkap dari telingaku.

"Nggak ada suara apa-apa Riz," jelasku. Dilla berdecak kesal dan menarikku kearah pintu kamar serta menempelkan kepalaku ke pintu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Maharani Lutfia Paramitha binti Abdul Muhammed dengan mas kawin tersebut tunai" ucap Rahka dengan satu tarikan napas.

"Bagaimana para saksi, sah? " ucap penghulu.

"SAAAHH..."

"Alhamdulillah..."

Aku melongo, tiba-tiba pikiranku berkecamuk, rasa panik dan gugup kembali menyerang diriku. Aku tidak menyangka secepat ini proses pernikahan itu.

"Udah sah ya??" gumamku.
"Iya sayang, sekarang lo udah sah jadi nyonya Fernando... SELAMAT." Dilla langsung menerjangku dengan pelukan eratnya dan disusul pelukan hangat dari Rizka.

"Udah... Udah ah, perut gue sesak nih!" omel Dilla.

Aku dan Rizka hanya terkekeh saat Dilla melepas pelukannya dan mengelus-elus perut buncitnya itu. Semakin lama dilihat dia semakin bulat dan menggemaskan. Pantas saja suaminya tambah cinta.

"Udah ayo sekarang lo turun ke bawah, semua tamu udah pada nunggu termasuk suami lo," terang Rizka.

"Aduh... Kok jantungku kayak abis lari maraton yah?? Nggak bisa diajak kompromi banget sih" batinku.

Aku pasrah saja saat mereka menarik lenganku kearah pintu. Tapi saat mau membuka pintu, pintu itu sudah terbuka dan menampilkan sesosok pangeran berkuda putih yang selama ini aku nanti-nantikan. Dia memandangku takjub dan menampilkan senyum khasnya yang memabukkan.

Dia terus saja berdecak kagum atas penampilanku kali ini. Rizka dan Dilla sudah hengkang sedari tadi bersama dengan suami mereka yang mengantar Rakha kemari.

Aku tidak tahu apa yang membuatnya terus menatapku penuh cinta seperti itu. Padahal aku hanya memakai gaun pilihannya yang berwarna putih bersih. Dibagian dadanya bertabur berlian-berlian kecil yang entah berapa jumlahnya.

Model gaunku ini juga tidak macam-macam atau aneh-aneh seperti gaun milik Dilla saat pernikahannya dulu. Gaunku bermodel sederhana dan tertutup namun masih tetap elegan dan indah. Rambut panjangku sengaja aku gerai dan aku memakai mahkota kecil sebagai pemanis di kepalaku.

"Kamu cantik."

Padahal cuma dua kata, tapi sudah membuatku melayang ke angkasa. Aku cuma tersenyum-senyum nggak jelas saat dia mengatakan hal itu. Bahkan kini dia dengan terang-terangan menatapku intens dari bawah hingga atas. Dan pandangannya berhenti dibibirku yang berwarna peach.

Perlahan-lahan wajahnya maju dan semakin mendekati wajahku, pandangannya pun tak pernah lepas dari mataku. Dia terus saja menatap mataku tanpa bosan, tak sekali pun dia berkedip dan memutuskan kontak mata.

Fuuuuuhhhh...

Dia langsung mengerjap kaget, sementara aku sudah cekikikan nggak jelas. Melihat tingkahku yang konyol mau tak mau membuatnya ikut tersenyum dan langsung menggendongku ala brydal style.

Dia menurunkanku diatas ranjang dalam posisi duduk, setelah itu dia ikut duduk disampingku. Lalu dia menyodorkan tangannya kearahku.

"Cium tangan suami," pintanya sombong.

Dengan ragu dan canggung aku sedikit merunduk lalu mencium punggung tangannya. Bertepatan dengan aku yang mencium tangannya dia juga mencium puncak kepalaku. Aku terkejut, tapi aku langsung bisa menguasai diriku sendiri, aku tersenyum saat dia melepaskan ciumannya. Tanpa bisa ku hentikan, aku bergerak dengan cepat dan mencium pipi kirinya.

Rakha tertegun namun langsung terkekeh ketika melihat wajahku sudah berubah warna menjadi merah. Setelah puas terkekeh, dia mengajakku berdoa lalu menyuruhku untuk ikut turun ke bawah bersamanya.

Selama berjalan di lorong-lorong kamar, tak sekalipun Rakha melepaskan genggaman tangannya denganku seakan-akan ingin menunjukkan bahwa aku adalah istrinya.

Saat kami berada di ujung tangga, tatapan semua orang langsung tertuju kepada kami, aku sedikit malu namun Rakha mengelus-elus tanganku guna menenangkan diriku yang sudah gugup setengah mati.

Setelah sampai di bawah, nyokap dan bokap langsung memelukku dengan erat, tak mau ketinggalan sahabat-sahabatku turut memelukku, padahal mereka sudah memelukku tadi dikamar.

Semua orang menyalamiku dan memberi ucapan selamat kepadaku dan juga kepada Rakha. Setelah semua orang selesai menyalami kami, Rakha menghampiriku dan berlutut didepanku serta dihadapan semua orang.

"Istriku... Maaf aku bukanlah orang sempurna bagimu, tapi Insyaallah aku akan menjadi iman dan ayah yang sempurna bagimu dan juga anak-anak kita nanti. Istriku... Sejak awal aku sudah mencintaimu tanpa syarat, aku menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan luapan cintaku ini. Istriku... Setelah menjadi pendampingku, aku harap kamu tidak akan bosan untuk mendengarkan pernyataan cintaku setiap hari bahkan setiap jam atau menit. Istriku... Maukah kau menjari ma'mum ku hingga akhir nanti??"

Lidahku kelu, aku bahagia... Sangat-sangat bahagia. Aku mensejajarkan tubuhku dengan dia, lalu aku memeluknya dengan erat sambil menangis penuh haru. Di dada bidangnya aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Pelukan kami di sertai tepuk tangan dari semua orang. Aku harap perkataannya akan menjadi tujuannya dalam membina rumah tangga denganku.
***

Dan maaf bagi pembaca setia karena authornya lama update. Karena rasa malas itu susaaaah banget untuk dihilangkan dan dilawan. Oke readers??

Lagian juga author lagi sibuk buat project dari komunitas.. Laahhh sekian lama melupakan kalian dan memilih mereka, authornya malah ditipu.. Gak cuma author aja sih, banyak orang juga 🐶

Makasih juga sama readers yang tetep setia baca cerita absturd dari saya, dan semoga kalian yang baca dapat pahala kerena sudah menyenangkan hati author.

Jangan lupa like dan komen dibawah sini ya 😊😊👇👇

Perjalanan Cinta 4 Sekawan (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang