Chapter 21

46 8 0
                                    

Lelaki itu menatap tajam ke arah Rizka karena Rizka telah melempar batu yang ada didekatnya. Batu itu mengenai pelipis lelaki itu, sehingga pelipis pria itu mengeluarkan darah segar.

Pria itu tidak menyentuh sedikit pun luka yang dialaminya. Dia malah kembali tertawa dan bertepuk tangan dengan riangnya.

"Wanita yang lucu" gumamnya.
"Siapa yang kau sebut wanita lucu" bentak Rizka.
"Tentunya kamu sayang, kenapa kamu melemparku?" tanya pria itu sambil menaik turunkan alisnya.

Rizka langsung memasang ekspresi jijik dan bergumam dengan pelan.
"Karena lo terus tertawa, dan gue kesel karena itu".

Selama Rizka dan lelaki itu beradu argumen, Rani masih terkejut atas kehadiran para sahabatnya yang sungguh mengejutkannya. Tapi satu yang kurang, yaitu kehadiran Dilla.

Rani menoleh ke arah Bimo, dan lelaki itu tersenyum padanya. Rani pun membalas senyuman itu dengan kikuk.

"Siapa lo? Dan kenapa lo culik pacar gue?" seru Rakha.

Rani terkejut dengan ungkapan itu, lalu dia menoleh ke arah Bimo. Lelaki itu tersenyum kecut, lalu memalingkan wajahnya.

"Kenapa?" tanya lelaki itu balik.

Senyuman manis tidak pernah pudar dari wajah tampan lelaki itu. Namun bagi semua yang berada di situ, senyuman itu bukanlah senyuman manis yang tulus, melainkan senyuman kejam dan mengerikan.

"Alasan gue menculik dia itu adalah rahasia gue sendiri. Kalian semua gak perlu tau soal itu, yang perlu kalian ketahui adalah, bahwa kalian telah menjemput ajal kalian sendiri" ucapnya sambil menodongkan sebuah pistol ke arah Rakha.

"Dan sebelumnya, gue perkenalkan diri gue dulu, kalian bisa panggil gue Bima, gue adalah saudara kembar dari Bimo, gue adalah anak yang sudah dibuang dan gak dianggap lagi oleh keluarga Bimo" desisnya.

Sebelum pelatuk pistol itu ditarik, Ardian terlebih dahulu berlari dan menyingkirkan arah pistol itu, agar tidak mengenai Rakha. Tapi sayang, saat penyingkiran itu, pelatuk itu tanpa sengaja tertekan, dan tepat saat timah panas itu keluar, pistol itu mengarah ke arah Bimo.

Dooor....

Satu tembakan itu mengenai bagian tubuh Bimo. Dia sendiri pun terkejut dengan tembakan yang tiba-tiba mengenai dirinya. Darah segar mengucur dari perutnya, dan sekejap Bimo pun tak sadarkan diri.

Suasana hening, semua mata tertuju ke arah Bimo. Dalam keheningan itu, Rakha mengambil kesempatan yang ada untuk menyingkirkan kembali pistol yang ada digenggaman lelaki tadi.

Rakha menendang tangan lelaki itu agar pistol yang ada digenggamannya terlepas. Dan berhasil, pistol itu terlempar jauh. Lelaki itu terkejut, dan langsung menyerang Rakha dengan serangan bertubi-tubi.

Satu pukulan telak dari lelaki itu mengenai pelipis Rakha. Rakha tak mau kalah, dan dilayangkannya pukulan yang lebih keras ke arah lelaki itu.

***

Selagi mereka berdua asik berkelahi, Rizka dan Muti tidak membuang kesempatan, mereka langsung berlari ke arah Rani dan melepaskan tali yang telah melilit tubuhnya.

Sedangkan Ardian, dia langsung berlari dan melepaskan ikatan tali yang melilit tubuh Bimo. Ardian mengecek denyut nadi Bimo, yang ternyata masih berdenyut walau denyutan itu sangat lemah.

Ardian mengambil ponsel berniat menghubungi polisi dan ambulance, namun sayang, di dalam Rumah itu tidak ada signal sama sekali, kerena tempat rumah itu berada, jauh dari perkotaan.

"Lepaskan tangan kalian dari pengantinku" bentak Bima saat dia berhasil mengalahkan Rakha.

Muti dan Rizka sangat terkejut dan membalikkan badan untuk berhadapan langsung dengan Bima. Mereka melihat keadaan Rakha yang begitu memprihatinkan. Dia jatuh tersungkur di lantai yang berdebu, kaos yang tadinya berwarna putih, berubah warna menjadi warna merah bercampur dengan warna cokelat kehitaman.

Belum ada setengah jam berkelahi, tubuhnya sudah babak belur. Tubuhnya di penuhi dengan luka, wajahnya memar, dan ujung bibirnya sobek sehingga mengeluarkan darah.

Ekspresi Bima sangat garang, dia sangat marah karena rencananya hancur berantakan. Rencana yang tadinya sudah tersusun rapi harus hancur karena kedatangan para sahabat Rani.

"Kalian semua sudah menghancurkan kesenanganku!" teriaknya.

"Kesenangan lo bilang? Lo senang nyiksa kembaran gue sampe babak belur seperti ini?!" bentak Muti.

"Yaa, itu adalah kesenangan yang memiliki sensasi tersendiri bagi gue" ucapnya sambil tertawa.

"Gue gak habis pikir sama lo, bagaimana bisa menyakiti orang merupakan kesenangan untuk lo" ucap Rizka.

"Tidak perlu dipikirkan, itu adalah urusan gue, dan lo semua gak perlu ikut campur" katanya.

"Dengan kalian datang ke sini, itu berarti kalian menjemput ajal kalian sendiri" serunya sambil menodongkan pistol ke arah Muti, Rizka, dan Rani.

Pistol itu adalah pistol ilegal, yang dibelinya bersama temannya. Karena pistol pertamanya terlempar entah kemana, akhirnya dia mengeluarkan pistol keduanya, yang merupakan cadangan disaat-saat seperti ini.

"Gue rasa lo harus mati duluan" ucapnya sambil menarik pelatuk itu ke arah Rani.

Dooorr....

Suara tembakan menggema di seluruh penjuru ruangan. Tubuh Rani tidak terkena tembakan itu, karena Rakha menghalangi timah panas itu agar tidak terkena Rani menggunakan tubuhnya.

"Rakhaaaa...." teriak mereka semua bersamaan.

Tembakan itu mengenai dadanya. Wajahnya pucat pasi karena menahan rasa sakit yang ada di tubuhnya.

Ardian tidak tinggal diam, dia langsung menerjang Bima dan melayangkan tinjunya ke arah Bima. Perkelahian tidak dapat terelakkan lagi, mereka saling menyerang satu sama lain.

Rani menangis melihat keadaan Rakha, yang menurutnya itu semua adalah salahnya, dialah penyebab kesakitan Rakha. Muti dan Rizka membantu Rakha agar menjaga kesadarannya terlebih dahulu.

Rakha terus meringis menahan sakit yang dideritanya. Dia mengusap air mata Rani dengan tangannya yang sudah berlumuran darah.

"Ja.. Jangan me...nangis, kamu je... jelek jika menangis" ucapnya terbata-bata.

Rani hanya menganggukkan kepalanya.
"Bertahanlah demi aku Rakha" kata Rani sambil menangis.

Rakha hanya tersenyum sambil menggenggam erat tangan Rani. Muti dan Rizka hanya dapat terdiam melihat pemandangan mesra yang ada di hadapan mereka.

***
Ardian terus memukul, menendang, menangkis dengan sekuat tenaga. Dia menyalurkan semua kemarahan, kekesalan, dan kesedihan dalam pukulan itu.

Dia marah, dia kesal, dan dia sedih, karena melihat kondisi Rakha yang sungguh mengenaskan. Dia kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga dan melindungi Rakha dengan baik. Padahal dia dulu telah berjanji akan selalu menjaga dan melindungi Rakha dari bahaya.

Selama bertarung, Ardian tidak pernah memberi kesempatan pada Bima untuk menyerangnya dengan telak. Dia selalu menangkis semua serangan yang dilakukan oleh Bima dengan baik.

Tenaganya sudah terkuras habis, dalam dua kali pukulan terakhir, dia langsung memukul wajah dan menendang perut Bima dengan sangat keras.

Bima pun jatuh tersungkur dilantai yang berdebu itu. Saat di lihatnya Bima sudah tidak sadarkan diri, dia langsung menghampiri para sahabatnya dan mengajak mereka segera pergi dari tempat itu.

Ardian terkecoh dengan keadaan Bima, Bima hanya berpura-pura pingsan. Bima langusung berdiri dan menodongkan pistol ke arah Ardian dari belakang.

Doooor...

Suasana hening, Ardian menoleh ke belakang dan..

Bruuukk..

Bima jatuh tersungkur dengan darah yang sudah mengucur dengan deras dari kepalanya. Seseorang telah menembaknya dari belakang tepat di tengah-tengah kepala Bima.

***

Sorry jika alur cerita tidak sesuai dengan bayangan para readers.

Budayakanlah vote dan comment setelah membaca cerita.

Terimakasih:)

Perjalanan Cinta 4 Sekawan (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang