Chapter 50

11 5 0
                                    

Author lagi gabut nih nungguin Mami sama Papinya author yang kondangan nggak pulang-pulang. Malas pulang kali yah gara-gara dititipin jagung bakar 😳

OMG kok jadi curhat 😅 hehehe.. 
Langsung aja kali yah, author tau kalian lagi malas basa-basi.

Check this out 👇

***
Plung...

Rizka terus menerus merutuk perbuatan suaminya itu, atau mau disebut calon mantan suami. Sudah puluhan kerikil yang ia lempar ke danau itu. Tetapi hatinya terus saja membara kala mengingat semenyebalkan apa Ardian itu.

"Lo tuh sebenernya kenapa sih Ar? Gue bingung tau nggak sama sifat lo yang angin-anginan. Kadang sayang, kadang romantis, lebih sering lagi jadi buaya. Heran deh."

Rizka diam sejenak, lalu terisak dengan perlahan. Memandang angsa-angsa yang masih betah berdua tanpa memikirkan keadaan sekitar.

Air matanya terus turun hingga mengganggu penglihatan, namun hal itu 'tak urung membuatnya menghapus air mata kesedihan itu.

"Hiks...hiks...gue benci elo Ar. Lo berubah, lo udah nggak sayang sama gue lagi. Apa karena gue gendut? Tapi lo yang buat gue gendut, lo buat gue hamil abis itu lo tinggalin gue. Lo jahat Ar hiks...hiks."

"Maaf udah buat kamu benci sama aku Rizka," bisik seseorang.

Rizka terlonjak kaget saat mendapatkan bisikan itu tepat di telinganya. Dia menoleh ke samping dan mendapatkan wajah tampan Ardian tepat di depan wajahnya. Hanya berjarak 5 cm hingga deru napas keduanya terasa hangat di kulit.

"Ardi?" Dengan segera dihapusnya air mata yang sedari tadi menghiasi wajah cantiknya.

"Kenapa kamu di sini?!" ketusnya.

"Kaget yah," celetuk Ardian sambil tersenyum.  Senyum tulus yang telah lama menghilang sejak permasalahan pernikahannya.

"Nggak tuh!"

"Iya juga nggak papa sayang."

Ardian mengubah posisi tubuhnya yang tadinya duduk kini tiduran di pangkuan sang istri.

"Apa-apaan!!"

"Ssshhh...sebentar saja," pintanya.

Rizka membiarkan pahanya menjadi bantal untuk menopang kepala sang suami. Enggan memandang suaminya, ia pun mengalihkan pandangannya ke arah angsa tadi yang kini telah bersatu dengan kawanannya.

"Riz?" panggil Ardian sembari memandang wajah sembab milik Rizka.

"Hmm..."

Ardian mengehela napas dengan perlahan ketika menyaksikan keengganan sang istri untuk melihat ke arahnya.

"Kamu ta-"

"Nggak!!" potong Rizka.

Ardian tersenyum melihat kegalakan Rizka yang timbul kembali.

"Lucas sekarang sudah menerima kamu. Dia sadar jika kami hanya memiliki satu hati yang hanya akan berdetak kencang jika di hadapkan dengan satu wanita," jelasnya tanpa memerdulikan keengganan wanita itu.

Rizka bungkam, hanya mendengarkan tanpa berniat menginterupsi.

"Kamu Rizka. Hati ini hanya akan berdetak jika berhadapan denganmu. Karena hatiku sudah memiliki benang merah dengan hatimu. Di sini...jangan sangkal perasaanmu sendiri," tunjuk Ardian ke arah dada Rizka.

"Jika kamu ingin mengekangku di rumah, hanya denganmu dan calon anak kita, aku setuju. Jika kamu ingin aku membatalkan niatku untuk poligami, aku setuju. Jika ak-"

"Apa kamu setuju jika aku menyuruhmu meninggalkan wanita itu beserta anaknya?

Kini giliran Ardian yang dibuat bungkam. Dia berpikir sebentar lalu tersenyum penuh arti.

"Kamu cemburu rupanya," celetuk Ardian sembari terkekeh.

"Jawab saja, jangan bertele-tele!" judesnya.

"Jika itu yang membuatmu bahagia kenapa tidak?" Rizka mengerutkan kening melihat keceriaan suaminya yang datang tiba-tiba. Pasalnya sebelum ini suaminya begitu murung dan pemarah. Namun kini tampak jauh berbeda dari sebelumnya.

"Kamu nggak keberatan?" selidiknya.

"Nggak sama sekali," jawabnya enteng.

"Lalu bagaimana dengan Adit? Bukankah dia darah dagingmu? Dia itu anak kamu Ar."

"Bukan. Dia bukan anak biologisku. Mungkin memang benar aku yang merenggut keperawanan milik Siska. Tapi bukan berarti benihku tertanam di sana," jelasnya.

"Jadi..."

"Jadi aku rela ninggalin mereka demi dirimu"

Rizka tersipu malu kala Ardian mengucapkan hal tersebut disertai ciuman singkat di pipi.

"Jadi kita baikan nih?" tanya Rizka memastikan.

"Yap, aku nggak mau jauh-jauh dari Ardi junior dan mamanya." terang Ardian. Tangan besar miliknya mengelus-elus perut rata sang istri.

Mereka bercengkrama sambil melempar candaan satu sama lain. Aura kebahagiaan mereka menguar hingga dirasakan oleh para penggunjung danau disore itu. Dan tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memandang mereka berdua dengan penuh kebencian yang kentara.

***

Segitu aja dulu yah, disambung lain waktu.

Follow akun ig author yah

Ig :@dillamawarni1102

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perjalanan Cinta 4 Sekawan (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang