Chapter 24

47 7 0
                                    

Setelah kesedihannya mereda, pertanyaan yang enggan aku jawab meluncur dengan lancar dari bibir mungilnya.

"Bapak belum menjawab pertanyaan saya, kemana mereka semua? Kenapa rumah ini sepi sekali?" tanyanya.

Sebenarnya aku enggan menjawabnya, namun tatapan mautnya membuatku luluh.

"Mereka pergi ke tempat dimana Rani disekap" gumamku.

Dilla terkesiap dan membulatkan matanya. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.

"Rani sudah ditemukan??" tanyanya pada diri sendiri.

Tiba-tiba dia menatapku dengan tajam hingga membuat nyaliku sedikit menciut karena tatapannya itu.

"Kenapa kalian tidak memberitahuku?!!" teriaknya.
"Kamu lagi sakit, tidak mungkin kami memberitahumu" jawabku.
"Tapi dia sahabatku!! Seharusnya kalian juga melibatkan aku dalam pencarian ini!!" teriaknya lagi.

Aku hanya bisa diam dan membalas tatapan tajamnya itu dengan sendu. Ku lihat dia mengacak-acak rambutnya dan juga mondar-mandir.

"Antarkan saya ketempat itu" ucapnya datar tanpa ekspresi.
"Tapi..."

Ingin rasanya aku membantah perintahnya itu, namun aku tak kuasa saat melihat tatapan tajamnya itu. Ku hembuskan nafasku dengan kasar dan mengacak-acak rambuku.

"Baiklah... Baiklah.. Aku akan mengantarkanmu" ucapku akhirnya.

Dilla tersenyum dengan lebar lalu menggandeng tanganku dengan erat.

"Ayo pak, sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum terjadi apa-apa sama mereka" katanya dengan senyuman manis yang terus terpatri di wajahnya.

***

Dilla POV

Sejujurnya aku sangat kesal dengan pak Alpan dan juga sahabat-sahabatku, namun aku juga khawatir dengan nasib mereka.

Aku berpikir bahwa mereka pasti mempunyai alasan dengan tidak memberitahukan pencarian mereka yang sudah sejauh ini padaku.

Jantungku terus berdebar dan aku begitu gelisah. Aku takut bahwa kondisi mereka tidak baik-baik saja disana.

Aku tidak tahu dosenku ini akan membawaku kemana, karena jalan yang kami lewati, tidak pernah aku ketahui. Aku sedikit curiga dengannya, namun pikiran burukku itu segera aku hilangkan.

"Bapak sudah menghubungi polisi??" tanyaku padanya.
"Sudah, namun mereka sedikit terlambat karena informasi yang saya berikan terlalu mendadak" balasnya.

Hening, tak ada yang mau bersuara untuk memecahkan keheningan ini. Selama di perjalanan, kami hanya diam tak bersuara, hingga kami telah sampai ke sebuah rumah yang didalamnya terdapat teman-temanku.

Aku turun dari mobil pak Alpan dan mengamati rumah yang digunakan untuk menyekap Rani. Rumah itu sungguh kumuh dan kotor. Kayu-kayunya sudah rapuh, besi-besinya sudah berkarat, dan bau debu sangat terasa jika aku menelusuri tempat itu lebih jauh.

Kami berdua berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu depan. Namun usaha kami gagal total karena pintu itu sepertinya dikunci dan juga sudah berkarat. Kami pun menelusuri tempat itu untuk mencari jalan masuk ke dalam.

"Pak disana ada jendela, bagaimana jika kita masuk dari sana" seruku saat melihat ada sebuah jendela yang tak jauh dari tempatku berdiri.

"Oke, tapi kita harus berhati-hati, kita tidak tahu bahaya apa yang sedang kita hadapi ini" ujarnya.

Aku hanya mengangguk, lalu berjalan pelan tanpa menimbulkan suara. Pak Alpan yang pertama masuk lewat jendela itu, setelah dia sudah masuk lalu giliranku yang masuk lewat jendela itu.

Perjalanan Cinta 4 Sekawan (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang