‘TING TONG’Suara bel berbunyi, membuat kedua manusia yang sedang asik melihat folder foto di laptopnya menoleh.
“Siapa tuh, pak?” Tanya Anin menoleh pada Fathan.
Fathan mengangkat kedua bahunya, “Gak tau juga. Siapa ya yang datang siang-siang begini?”
“Yaudah biar Anin aja yang bukain pintunya, ya.” Kata Anin seraya memakai kerudungnya lalu dia bergegas membuka pintu kamar.
“Nin, saya ikut.” Kata Fathan segera beranjak dari tempatnya menyusul Anin.
Mereka berdua menuruni anak tangga, melewati ruang keluarga untuk sampai di pintu utama.
Fathan membuka pintu, dilihatnya seorang pemuda bersergam merah dan putih membawa barang paketan.
“Atas nama bapak Fathan Abhimata?” Tanya kurir itu sopan.
“Ya, saya sendiri.”
“Silahkan tanda tangan disini, pak.” Ucap kurir itu seraya melampirkan satu lembar kertas dan memberi bolpoin pada Fathan.
Fathan meraih bolpoin lalu membubuhi tanda tangannya diatas kertas itu, “Sudah.”
Anin menongolkan kepalanya, “Loh, bapak beli barang online?” Tanya Anin.
Fathan menyeringai, “Ini kado-kado pernikahan kita, sayang.” Kata Fathan seraya menerima barang dari kurir.
“Wah, sampe dikirim kesini segala.” Ujar Anin yang segera mengambil beberapa barang dari tangan Fathan.
“Terimakasih, mas.”
“Baik, pak. Saya permisi.”
Setelah kurir itu pergi, mereka kembali menutup pintu. Suasana rumah sangat sepi, membuat Anin keheranan karena rumah sebesar ini tapi penghuninya terlalu sibuk mengurusi tugas masing-masing.
“Mamah sama papah lagi ada kerjaan.” Ucap Fathan seolah mengetahui isi fikiran Anin.
“Dih, siapa yang nanya, pak?” Tanya Anin jahil.
Fathan terkekeh, “Oh jadi kamu mau bercanda sama saya, ya?”
Anin tertawa, “Enggak deh, takut nilainya jadi jelek.” Jawab Anin santai.
Fathan tak kuat mendengar respon Anin, ia pun ikut tertawa keras sampai-sampai kepalanya menengadah kebelakang.
Anin tertegun melihat Fathan yang kini sedang tertawa lepas. Siluet wajahnya yang memiliki nilai mendekati kata ‘sempurna’ membuat Anin tak rela untuk memejmkan matanya sedetik pun. Rahangnya yang tegas, jejerran gigi putihnya yang rapi, tulang hidungnya yang tinggi, dan lesung pipit di kedua pipinya seakan menambah kadar ketampanan pria ini.
Mereka menapaki anak tangga untuk sampai kembali di kamar Fathan, Anin masih membuntuti Fathan dari belakang.
“Kita bongkar kado sekarang aja, gimana?” Tanya Fathan yang sudah meletakkan kado-kado tersebut diatas karpet beludru berwarnaabu-abu yang melapisi kamarnya.
“Yaudah, Anin matiin laptopnya dulu.” Ucap Anin seraya menggeser laptop kemudia men-shut down.
Anin mendekati Fathan kemudian duduk bersila, ia melihat-lihat nama yang tertera pada setiap kado. Ia mencari kado dari sahabatnya, Afifah.
“Kamu cari nama siapa, sayang?” Tanya Fathan penasaran karena sedari tadi belum ada satu kado pun yang Anin buka. Dia hanya melihat-lihat nama pengirim kemudian menyimpannya kembali.
Anin menghembuskan nafasnya asal, “Nyari kado dari Afifah, pak.”
Fathan menggerakkan tangannya kebelakang, lalu meraih satu kotak, “Ini, saya umpetin.” Ucap Fathan sembari nyengir kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qualitative Research of Love
Ciencia FicciónBerkisah tentang seorang magister muda, Fathan Alfaruq Abhimata. Fathan yang kini sedang menjalankan tugasnya sebagai asisten dosen di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di kota Bandung. Menginjak usianya yang sudah 27 tahun, Fathan mulai g...