26 - Sticky Note

2.2K 117 2
                                    


Setelah selesai acara makan malam dengan bakar-bakar kenangan, eh bakar-bakar ikan maksudnya, mereka memasuki ruang tengah. Riki telah memangku gitar kesayangannya, sedangkan Raka baru saja kembali dari bagasi mobilnya untuk mengambil berbagai macam cemilan favorit Anin.

Mereka kini sudah duduk lesehan, membuat satu lingkaran kecil. Fathan tentu berada disamping Anin, sedangkan Raka dan Riki berada dihadapannya.

“Nih.” Raka mengulurkan tangannya pada Anin setelah membuka kemasan es krim.

“Kamsahamnida, oppa.” Ucap Anin menerima es krim yang Raka berikan.

Raka hanya terkekeh dan mengangguk, kemudian ia meraih satu minuman kaleng lalu menenggaknya.

Pagi telah pergi mentari tak bersinar lagi’

Suara alunan nada yang berasal dari petikan gitar Riki membuat mereka menjadi menghentikan aktifitasnya. Suara merdu Riki yang baru saja ia senandungkan beriringan dengan alunan nada yang indah membuat Anin antusias.

“Pak, ayo nyanyi.” Anin menyenggol lengan Fathan.

“Aduh, saya gak bisa nyanyi.” Fathan menggaruk leher belakangnya.

Anin terkekeh melihat ekspresi Fathan.

entah sampai kapan ku mengingat tentang dirimu’
‘ku hanya diam menggenggam menahan segala kerinduan’
‘memanggil namamu di setiap malam’
‘ingin engkau datang dan hadir dimimpiku... Rindu.’

Terlihat Anin sangat menikmati alunan lagu. Dia bersenandung mengikuti irama gitar yang Riki mainkan. Fathan melihat Anin yang terbuai akan lirik lagu tersebut. Sedang rindu dengan siapa? Mungkin pertanyaan itu yang sedari tadi memenuhi kepala Fathan. Oke, untuk sekarang Fathan mulai bersikap posesif.

“Bagus kan suara gue?” Tanya Riki dengan senyuman bangganya.

“Yeuuu, masnya pede banget.” Anin melemparkan cemilan yang ada dihadapannya. Membuat Riki dengan sigap menghindari.

“Kamu aja sampe ikutan nyanyi.” Riki memajukan bibir bawahnya, mengangkat kedua alisnya.

“Kan gak ada yang larang?” Anin masih saja menentang kaka laki-lakinya tersebut.

“Rindu, ya?” Riki mencolek dagu Anin.

“Ish.” Anin menepis lengan Riki. Ia lantas segera menaruh kepalanya di pundak Fathan, menyenderkan dan kedua tangannya menggenggam lengan Fathan, “Rinduku sudah bertemu tuannya.” Anin mendongak, melihat wajah Fathan yang kini tengah melihatnya juga.

Fathan tertawa melihat kelakuan kaka beradik ini.

“Mas, harus tahan liat kelakuan Riki sama Anin.” Raka menginterupsi Fathan.

Fathan mengecup pucak kepala Anin.

“Jadi pen nikah gue.” Ucap Riki yang kini merem melek melihat adegan drama ‘sok’ romantis yang ada di hadapannya.

“Jangan!” Seru Anin, kini ia mendapat tatapan heran dari semua penghuni ruangan ini.

“Kenapa jangan?” Fathan kini bersuara.

“Anin kasian aja sama istrinya nanti, harus kuat mental ngadepin cowok tengil kaya dia.” Anin mengarahkan jari telunjuknya tepat dihadapan wajah Riki.

Fathan dan Raka kini tertawa kencang mendengar uacapa Anin barusan.

Riki segera mencengkram kedua kaki Anin lalu menariknya secara paksa, membuat Anin melepaskan pegangannya pada lengan Fathan.

“Apa kau bilang?” Riki memasang wajah pura-pura marah, ia menahan tawanya sekuat mungkin.

“Kak Riki, ampun. Ampun.” Anin ingin sekali kabur dari cengkraman Riki, karena ia tahu detik berikutnya ia akan segera dikelitiki.

Qualitative  Research of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang