Berkisah tentang seorang magister muda, Fathan Alfaruq Abhimata. Fathan yang kini sedang menjalankan tugasnya sebagai asisten dosen di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di kota Bandung. Menginjak usianya yang sudah 27 tahun, Fathan mulai g...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Wadudududu, itu mata napa kaya panda gitu, Nin?" Tanya Riki yang heran dengan penampilan Anin pagi ini. Tak biasanya Anin menghampiri meja makan untuk sarapan bersama dengan wajah sekacau ini.
Anin hanya mengangkat kedua bahunya. Padahal selesai mandi, ia sempatkan untuk mengompres kantung matanya dengan mentimun. Tapi, efek menangis semalaman ternyata belum juga pudar.
Anin menarik kursi lalu mendudukkinya. Lengan kanannya meraih satu gelas kosong kemudian membalikkannya, lengan kirinya meraih teko yang terbuat dari kaca lalu menuangkan air putih ke dalam gelasnya.
"Patah hati ya, neng?" Tebak Riki seraya mencolek dagu adiknya.
"Ih paansi, ka," Ucap Anin sebal. Ia menepis lengan Riki dari dagunya.
"Yeuuu, galak amatsi mbaknya," Ucap Riki dengan kekehannya.
"Bodo," Ucap Anin sebal. Setelah itu Anin meneguk isi gelas itu sampai habis.
"Kenapa sih ribut-ribut?" Tanya Raka yang baru saja menuruni anak tangga.
"Ini adekmu bang, pagi-pagi mukanya mendung. Padahal kan nanti malam, malam minggu," Adu Riki pada kembarannya yang tak lain adalah Raka.
"Udah deh, kalian itu udah pada gede juga." Raka melerai perkelahian yang terjadi diantara dua adiknya itu. Ia tak suka dengan keributan, apalagi pagi-pagi seperti ini.
"Taunih, ka Riki nyebelin banget." Anin mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya di dada.
"Bay the way, umi sama abi kemana?" Tanya Anin pada kedua kakanya.
"Abi ada meeting, umi lagi ada rapat di sekolah. Biasa agenda akhir tahun, LPJ sama bikin jadwal baru buat murid-muridnya," Jawab Raka dengan jelas, membuat Anin mengangguk-anggukan kepala.
Abi dan umi Anin memang bekerja. Abinya merupakan seorang pebisnis yang sukses. Cabang perusahaannya yang tersebar di berbagai kota di Indonesia mengharuskan beliau sering meninggalkan rumah. Ya seperti saat ini, weekend pun beliau tetap bekerja. Sedangkan Uminya adalah seorang kepala sekolah di salah satu SMA Negeri di Purwakarta.
"Nih neng, a, sarapan nasi gorengnya udah bibi siapin," Ucap bi Wasih dengan tangan yang sibuk dengan tiga piring nasi goreng.
"Nuhun bibi geulis," Goda Riki pada bi Wasih.
"Sami-sami a Riki nu kasep tea," Jawab bi Wasih seraya menaruh piring-piring itu diatas meja.
"Yeii, gantengan juga ka Raka dari pada dia, Bi," Kata Anin seraya menekan pelipis Riki.
"Apa kau bilang?" Ucap Riki pura-pura terkejut.
"Lo jelek, ka Raka ganteng," Ucap Anin memeletkan lidahnya.