24 - Kado Terindah

2.6K 148 4
                                    


Dengan langkah ragu Fathan membuka pintu rumahnya, didapati seorang gadis cantik tengah tertidur tenang diatas sofa yang berada di ruang tengah. Fathan mendekati gadis itu, ia berjongkok lalu menyingkirkan rambut hitam yang menghalangi wajah cantik itu. Ia memandanginya cukup lama, hingga disadari ada yang tidak beres, pipi gadis itu basah. Menangiskah ia?

"Sayang, maaf." Ucap Fathan mengelus pipi Anin dengan telunjuknya.

Gadis itu masih belum bergeming. Ia hanya mengubah posisi tidurnya.

"Anin..." Ucap Fathan lirih. Ia merasa bersalah telah menciptakan jarak diantara keduanya, hingga membuat air mata gadis itu meleleh karenanya.

Anin tersadar, kemudian ia beranjak duduk, memegangi keningnya, "Bapak? Sudah pulang?" Tanya Anin dengan suara parau.

Fathan mengangguk, "Mmm. Kamu menunggu kedatangan saya?" Tanya Fathan meringis.

"Iya. Maafin Anin, pak." Anin menundukkan wajahnya, tidak sanggup menatap mata Fathan yang meneduhkan itu.

"Sudah makan?" Fathan mengkhawatirkan gadis itu, sebenarnya tak perlu ditanya pun Fathan sudah mengetahui jawabannya. Pasti belum.

Anin menggeleng, "Anin mau lanjut tidur. Boleh?" Tanyanya seraya menggigit bibir bawahnya.

"Saya temani."

"Bapak makan dulu aja." Anin bangkit dari tempat duduknya. Kemudian ia mengelus pundak Fathan lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan tak lupa menguncinya. Membiarkan Fathan untuk tidak tidur bersamanya.

Fathan hanya melihat punggung Anin yang kian menjauh dan tertelan pintu kamar, ia mendengar putaran kunci yang menandakan bahwa Anin sedang menghukumnya. Ia mengayunkan kakinya menuju dapur. Membuka tudung saji dan melihat beberapa hidangan makanan yang telah Anin masak dengan usaha yang tidak main-main. Fathan menarik kursi dan duduk dengan tenang, ia membuka satu piring yang menangkub, mengambil satu kali sendokan nasi putih dan meraih satu potong ayam pedas asam manis. Makanan favoritnya sejak kecil.

Hidangan istimewa yang mengingatkan dirinya akan sosok mama. Iya, kelihatannya memang sangat menggiurkan namun yang Fathan rasakan saat ini adalah hambar. Makan seorang diri tanpa ocehan dan canda tawa dari Anin tentu membuat nafsu makannya menguap ke udara.

Fathan berusaha menjejalkan sesuap demi sesuap ke dalam mulutnya, mengunyahnya perlahan, fikirannya terus melayang pada tingkah gadis itu yang seolah ingin mengambil giliran untuk memusuhinya. Kening Fathan berkerut samar, apakah serumit ini jika berhubungan dengan wanita? Saat dirinya merasa perlu diperlakukan manis, dibujuk dan dirayu agar kondisi hatinya membaik, tapi kenyataannya malah ia yang merasa bersalah pada gadis itu. Tugasnya saat ini adalah membujuk Anin agar mau membukakan pintu kamarnya dan menerima dirinya untuk tidur disamping gadis itu.

*****

Alarm dari ponsel Fathan berdering, menandakan ia harus segera bangkit dari tidur yang sama sekali tidak nyenyak itu. Pukul 03.15 WIB. Ia menyapu pandangannya, menatap sekeliling ruangan. Meja kerja, laptop, tumpukan buku dan proposal yang menunggu untuk segera ia koreksi. HHhh rupanya ia tertidur di ruang kerja. Fathan mengurut keningnya, ia tertidur tanpa selimut saat pendingin ruangan menyala semalaman.

'tok tok tok'

Suara ketukan pintu membuat ia menoleh, "Masuk, Nin." Ucapnya.

"Enggak, Anin cuma mau mastiin kalau bapak udah bangun." Suara Anin diiringi tapak kaki yang kian menjauh. Fathan menghembuskan nafasnya, masih sepagi ini apakah sudah harus melakukan perang dingin?

Fathan menyeret langkahnya, keluar dari ruang kerjanya dan menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur, karena ia yakin Anin belum mengizinkan dirinya untuk menginjakkan kakinya dikamar mereka.

Qualitative  Research of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang