Anin baru saja selesai mandi pagi, ia keluar dari kamarnya dan menghirup aroma nasi goreng dari arah dapur. Anin menautkan alisnya, siapa yang memasak sepagi ini? Ia mengayunkan langkahnya menuruni anak tangga dengan sangat hati-hati, lalu ia berjalan setengah berjinjit mendekati dapur.“Bapak?” Anin sedikit heran dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
Fathan memutar tubuhnya, “Eh, udah rapi?” Tanyanya lengkap dengan spatula di tangannya.
Anin terkekeh melihat Fathan, celemek berwarna pink yang saat ini Fathan kenakan sangat terlihat manis dan cute. Anin mendekati Fathan dan berdiri di sampingnya.
“Bapak bisa masak?” Tanya Anin menyenderkan seraya membantu menabur takaran garam pada wajan.
“Saya dulu sering ditinggal-tinggal sama mama dan papa. Jadi mau tidak mau harus belajar mandiri.” Jelas Fathan, tatapannya masih fokus pada menu masakan dihadapannya.
“Mmm.” Anin hanya manggut-manggut.
“Mau pakai kecap?” Tanya Fathan menoleh pada Anin, tangannya sudah siap dengan sebotol kecap yang hendak dituangkan pada nasi goreng.
Anin menggeleng, “Gak suka kecap.”
“Oh oke-oke.” Fathan kembali menaruh kecap pada tempatnya. “Kamu sudah mendingan?” Fathan meletakkan tangan kirinya pada kening Anin.
“Udah,” Jawab Anin seraya menurunkan tangan Fathan dari keningnya.
“Mau kuliah?” Tanya Fathan lagi, kini tangannya bergerak mematikan kompor elektrik.
Anin mengangguk, kemudian mengambil dua piring.
“Satu aja piringnya, kita makan bareng, ya?” Sela Fathan membuat Anin kembali mengangguk dan menyimpan kembali satu piring ke dalam lemari.
Kini mereka sedang duduk berhadapan pada sebuah meja makan yang teletak tidak jauh dari dapur. Satu piring dengan dua sendok, suasana yang seharusnya romantis tapi malah berubah menjadi canggung.
Anin mulai menyendok satu suapan kemudian melahapnya. Sementara Fathan masih belum menyentuh sendoknya, ia melipat kedua tangannya diatas meja, tatapannya menatap Anin yang sedang mengunyah makanan.
“Enak?” Tanya Fathan.
Anin mengangguk, kemudian menyuapkan lagi sesendok nasi pada mulutnya.
Fathan tersenyum, tangannya bergerak dan mengacak lembut puncak kepala Anin, “Ini sebagai permintaan maaf saya karena sudah bikin kamu kesal.” Jelas Fathan.
Anin terdiam, menghentikan gerakan giginya untuk mengunyah nasi, sepertinya suaminya itu sudah mulai memahami tentang ketidaksukaan Anin terhadap hubungan antara perempuan dan laki-laki yang sudah menikah dengan mengatasnamakan ‘sahabat’.
“Maafin saya ya, sayang?” Tanya Fathan. “Walaupun saya tidak tahu penyebab perubahan sikapmu kemarin.”
“Hah?” Anin membulatkan matanya. Ia segera meraih gelas yang berisi air putih kemudian meneguknya hingga habis. “Jadi, bapak gak tau penyebabnya?” Tanya Anin seraya menghapus jejak air di mulutnya dengan punggung tangan.
Fathan menggeleng, wajah polosnya ingin sekali Anin acak-acak. Jadi dia tidak mengetahui penyebab masalahnya? Saat kemarin aku hampir mati terbakar api cemburu, dia sama sekali tak mengetahuinya? Ayolah, Fathan... Kenapa kamu sama sekali tidak peka?
****
“Bajunya bikin saya nyaman, terimakasih, ya.” Fathan tersenyum, ia sedang mematung saat tangan mungil Anin membantunya menagaitkan semua kancing yang ada pada kemaja. Sesekali Fathan terkekeh karena melihat Anin yang kadang menjinjit untuk mengancingkan kancing yang paling atas.
![](https://img.wattpad.com/cover/171939077-288-k86673.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Qualitative Research of Love
Ficção CientíficaBerkisah tentang seorang magister muda, Fathan Alfaruq Abhimata. Fathan yang kini sedang menjalankan tugasnya sebagai asisten dosen di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di kota Bandung. Menginjak usianya yang sudah 27 tahun, Fathan mulai g...