10 - Persimpangan Hati

2.5K 149 0
                                    


Fathan terbangun dari tidurnya, ia melihat kearah alroji yang tergantung pada dinding kamarnya. Ternyata waktu baru menunjukkaan pukul tiga dini hari. Fathan mengusap wajahnya dan bergegas berdiri menuju kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudhu.

Hati Fathan terasa ringan seperti kapas. Entahlah sejak keputusan melamar gadis pujaannya semalam membuat beban yang berada di pundak Fathan seolah menguap ke udara. Ia memang belum mengetahui keputusan yang akan Anin berikan, akankah diterima atau ditolak? Biar Allah yang akan menjawab semua ini.

Setelah selesai dari kamar mandi, Fathan bergegas mengganti pakaiannya dengan baju koko, tak lupa peci yang ia kenakan dikepala serta minyak wangi yang ia bubuhi di telapak tangannya, karena memakai wewangian saat akan berhadapan dengan Allah hukumnya adalah sunnah.

Fathan bersiap diatas sajadahnya. Keheningan malam menambah ketenangan dan kekhusyuan jiwa Fathan. Ia lantas mengangkat kedua tangannya sebatas telinga dan mengucap takbir. Lantunan surat Al-Fatihah dan surat pendek yang Fathan ucapkan dengan lirih membuat hatinya bergetar, ia merasakan keagungan Allah yang maha bijaksana mengatur segala skenario hidupnya dengan begitu indah.

Setelah salam, Fathan berdzikir menyebut berbagai kalimat tauhid dengan khusyu. Ia merasa benar-benar dekat dengan Rabb pencipta alam semesta. Lalu ia mengangkat kedua telapak tangannya. Ia bersimpuh memohon ampun atas segala dosa yang pernah ia perbuat, lalu ia mendoakan keselamatan dan kebahagiaan untuk kedua orang tuanya. Ia sesekali menyeka air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.

Fathan menarik nafasnya sejenak dan kemudian melanjutkan untaian do’anya, “Ya Allah yang maha pengasih, hamba serahkan semuanya pada-Mu ya Rabb, hari ini hamba telah melamar perempuan yang selalu hamba ceritakan kepada enggau ya Allah, hamba akan menerima segala garis takdir yang telah Engkau berikan untuk hamba.”

Fathan melanjutkan do’anya, “Berilah hamba kesabaran dalam penantian ini ya Rabb, berilah jalan terbaik untuk hamba, Rabbana Atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wakina azabannar. Aamiin”

Setelah selesai berdoa, Fathan bergeser untuk mengambil kitab suci Al-Qur’an lalu membacanya untuk menanti adzan subuh. Lantunan surat Al-Mulk yang Fathan kumandangkan terdengar begitu indah, baik tajwid ataupun makharijul hurufnya begitu sempurna, membuat siapa saja yang mendengarnya akan betah berlama-lama.

“Shadaqallahul’adzim.” Setelah ia selesai membaca al-quran, ia kemudian membaca terjemahnya dan berusaha memahami makna yang terkandung dalam setiap ayatnya. Betapa Fathan sangat merasa bersyukur telah diberi kenikmatan dalam beribadah kepada penciptnya.

Adzan subuh pun berkumandang.

“Alhamdulillah.” Ucap Fathan, kemudian ia menutup al-qurannya dan bergegas merapikan sajadahnya. Ia mengayunkan langkahnya menuju pintu kamarnya dan membukanya lalu ia keluar lalu menuruni anak tangga untuk menuju ke masjid. Sebelum keluar, ia menghampiri dispenser untuk menghilangkan dahaganya.

“Fat.” Suara lembut milik mama Risa berhasil membuat Fathan menoleh.

“Eh iya, Ma?” Tanya Fathan seraya mengelap mulutnya dengan punggung tangan.

“Itu papa udah nungguin di depan. Gih.” Ucap mama sambil tersenyum hangat.

“Iya, Ma.” Ucap Fathan seraya menaruh kembali gelasnya lalu meraih tangan mama kemudian mencium punggung tangannya.

“Fat? Kamu gak apa-apa?” Tanya mama heran.

“Fathan baik-baik aja kok, Ma.” Jawab Fathan dengan berusaha menampilkan senyum terbaik di wajahnya.

“Sepertinya ada yang mau kamu bicarakan sama mama.” Tebak mama, membuat Fathan terkejut.

“Nanti aja ya mama cantik, Fathan sekarang mau ke masjid dulu sama papa.” Ucap Fathan mengecup pipi mamanya.

Qualitative  Research of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang