"Di manakah rumah itu? Ujung timur kota? Jauhkah dari jembatan merah?"
"Tepat di sebelah timur jembatan itu," kata Kwee-piauwsu, "Hanya terhalang dua buah rumah. Rumah pelesir itu bercat merah, besar dan di depannya tumbuh sekelompok mawar."
"Kalau begitu, aku akan pergi ke sana sekarang juga!" kata Sin Hong sambil bangkit berdiri dan menjura kepada Kwee-piauwsu, puterinya dan beberapa orang piauwsu yang tadi mencari jejak Lay-wangwe. "Terima kasih atas segala kebaikan Paman, juga engkau adik Ci Hwa, dan para saudara piauwsu yang telah membantuku."
"Nanti dulu, Sin Hong," kata Kwee piauwsu, "Engkau... apa yang hendak kau lakukan terhadap orang gendut botak itu?"
"Akan kutangkap dia dan kupaksa mengaku tentang peristiwa yang terjadi."
"Sin Hong, engkau tidak boleh memandang rendah pada mereka yang telah melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap ayahmu dan Tang-piauwsu itu. Mereka itu lihai dan berbahaya, dan siapa tahu kalau-kalau dugaanmu benar dan di belakang Lay-wangwe itu terdapat gerombolan jahat itu. Engkau harus berhati-hati..."
"Biarlah aku yang menemaninya, Ayah! Tan-toako, mari kutunjukkan engkau tempatnya dan aku akan membantumu kalau muncul orang-orang jahat itu!" kata Ci Hwa dengan gagah.
Tentu saja Sin Hong merasa semakin tidak enak. Melihat keraguannya, Kwee-piauwsu berkata, dengan suara yang tegas.
"Ci Hwa benar, Sin Hong. Engkau boleh mengandalkan ia yang sudah memiliki ilmu silat cukup tinggi untuk membela diri dan juga membantumu. Nah, kalian pergilah, akan tetapi berhati-hatilah dan jangan bertindak sembrono."
Sin Hong tidak dapat menolak lagi dan terpaksa dia bersama Ci Hwa lalu keluar dari rumah keluarga Kwee. Mereka berjalan berdampingan. Malam menjelang pagi itu dingin dan sunyi bukan main, juga agak gelap karena kini bulan sudah lenyap, tinggal tersisa bintang-bintang yang suram cahayanya.
"Siauw-moi (adik kecil), sungguh aku hanya membikin repot engkau saja," Sin Hong berkata, karena dia merasa tidak enak oleh sikap gadis itu yang diam saja.
"Ah, tidak, Toako. Bagaimana pun juga, aku merasa berkewajiban untuk ikut membantu menangkap penjahat itu, yang telah membunuh ayahmu dan Tang-piauwsu, karena aku harus membersihkan nama ayah yang tadinya ternoda oleh dugaan bahwa ayah yang melakukan kejahatan itu."
Sin Hong tidak bicara lagi, diam-diam dia kagum kepada gadis ini. Seorang gadis yang tidak banyak bicara, akan tetapi memiliki semangat besar, keberanian dan kegagahan.
"Nah, itulah rumahnya," kata Ci Hwa menunjuk ke sebuah rumah yang cukup besar dan bercat merah, di halaman depan tumbuh bunga-bunga mawar. Semua daun pintu dan jendela rumah itu masih tertutup dan suasananya sunyi sekali.
"Aku akan segera mengetuk pintu dan minta bicara dengan Lay-wangwe," berkata Sin Hong sambil melangkah lebar untuk menghampiri pintu depan.
"Nanti dulu, Toako. Kalau engkau datang begitu saja ingin menemuinya, tentu dia curiga dan kalau dia melarikan diri, engkau akan kehilangan dia dan akan sukar kalau harus mencari orang yang sembunyi-sembunyi. Sebaiknya kalau aku berjaga-jaga di bagian belakang agar dia tidak dapat melarikan diri. Kalau dia lari dari pintu belakang, aku akan menahannya."
Sin Hong merasa semakin kagum. Dibandingkan gadis ini, dia kalah jauh dalam hal pengalaman dan kecerdikan. "Baiklah, Hwa-moi, engkau benar sekali."
Gadis itu lalu berkelebat dan dengan cepat berlari memutari rumah itu untuk mengintai dan berjaga di belakang rumah. Setelah menunggu beberapa lamanya untuk memberi kesempatan kepada Ci Hwa tiba di belakang rumah dan mencari tempat pengintaian yang tepat, Sin Hong kemudian menghampiri pintu depan. Dia tidak ingin menimbulkan keributan dengan masuk sebagai seorang pencuri. Dia mengetuk pintu depan beberapa kali.
Tak lama kemudian daun pintu terbuka dan seorang kakek berusia enam puluh tahun muncul sambil menggosok-gosok mata dengan punggung tangan. Dia nampak masih mengantuk, juga ketika pintu terbuka, dia agak menggigil kedinginan oleh angin pagi yang menerpa masuk.
"Ah, Kongcu, sungguh merupakan waktu yang aneh untuk mengunjungi rumah pelesir!" Dia terkekeh. "Kongcu datang terlalu pagi atau justru terlalu malam. Anak-anak manis itu masih tidur pulas semua, nanti kurang lebih jam sepuluh mereka baru akan bangun. Apakah Kongcu menghendaki seorang di antara mereka? Dengan tambahan istimewa, kiranya ia mau dibangunkan pagi-pagi begini."
Wajah Sin Hong berubah merah. Sialan, pikirnya, dia disangka ingin melacur!
Dia menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak, Lopek. Aku bukan datang untuk pelesir, melainkan mencari seorang tamu, yaitu Lay-wangwe."
Mendadak pandang mata orang itu berubah, penuh kecurigaan dan alisnya berkerut. "Tidak ada yang bernama Lay-wangwe di sini," katanya ketus.
Sin Hong tidak mau mempergunakan kekerasan yang akan meributkan suasana dan membikin takut Lay-wangwe.
"Lopek, aku tahu bahwa Lay-wangwe bermalam di sini. Ketahuilah, aku adalah seorang sahabat baiknya yang perlu sekali bicara dengan dia sekarang juga. Amat penting!" Sin Hong mengeluarkan sepotong perak dan menyerahkannya kepada pelayan itu.
Melihat berkilaunya perak, pandang mata kakek itu silau dan sikapnya berubah walau pun dia masih ragu-ragu.
"Akan tetapi aku tidak mengenal siapa Kongcu, dan selain itu tamu yang sedang tidur nyenyak tentu akan marah sekali jika kuganggu dan kuketuk pintunya. Apa yang harus kukatakan kalau dia terbangun dan marah-marah kepadaku karena gangguanku?"
Uang itu sudah diterima dan lenyap ke dalam saku baju pelayan itu. Sin Hong sudah merasa menang, namun dia pun harus berhati-hati dan jangan sampai menimbulkan kecurigaan. Dia tahu bahwa Lay-wangwe pasti telah memesan kepada para pelayan di tempat itu untuk merahasiakan kehadirannya di rumah itu.
"Kalau dia sudah terbangun dan marah-marah, katakan saja bahwa aku adalah seorang sahabatnya yang datang untuk memberi tahu padanya bahwa ada bahaya mengancam dirinya, dan dia harus cepat pergi bersamaku kalau ingin selamat."
Mendengar ini, pelayan itu terbelalak.
"Wah, kalau begitu gawat!" katanya dan dia pun lari masuk ke dalam rumah besar itu setelah menutup kembali pintu depan.
Sin Hong menanti sambil mendekatkan telinganya ke daun pintu agar dapat mendengar lebih baik. Dia siap untuk mempergunakan kekerasan kalau jalan halus ini gagal. Akan tetapi siasatnya tadi berhasil baik.
Pada saat pelayan itu mengetuk daun pintu kamar di mana Lay-wangwe masih tidur mengorok sambil merangkul dua orang wanita pelacur yang mengapitnya, dia terbangun dan tentu saja dia marah-marah karena merasa terganggu.
"Lay-wangwe, ada keperluan penting sekali, harap bangun!" demikian suara pelayan yang mengetuk pintu kamar itu.
Dua orang pelacur terbangun lebih dahulu dan mereka segera menutupi tubuh mereka dengan selimut, sementara itu Lay-wangwe bangkit dan duduk dengan sukar karena perutnya amat gendut. Dia pun menutupi tubuhnya dengan selimut dan mengomel.
"Keparat, siapa berani menggangguku?" Kepada seorang di antara dua orang pelacur itu dia memberi isyarat untuk membuka daun pintu.
Ketika daun pintu terbuka dan dengan takut-takut pelayan tua itu terbungkuk-bungkuk masuk. Lay-wangwe membentak marah.
"Apa kau sudah bosan hidup, berani mengganggu aku sepagi ini?"
"Maafkan saya, Lay-wangwe, tetapi di luar sudah datang seorang tamu yang mengaku sahabat baik Wangwe. Dia mengatakan bahwa ada bahaya mengancam diri Wangwe dan kalau Wangwe menghendaki supaya selamat, Wangwe harus cepat-cepat pergi bersama dia sekarang juga."
Laki-laki pendek gendut itu terbelalak, wajahnya berubah pucat dan cepat-cepat dia meraih pakaiannya secepat mungkin.
"Bagaimana orangnya? Masih mudakah? Atau sudah tua? Dan siapa namanya?" Dia bertanya sambil mengenakan pakaiannya.
"Dia belum sempat mengaku siapa namanya, akan tetapi orangnya masih muda dan dia ramah sekali, baik sekali, Lay-wangwe. Dan dia nampaknya bersungguh-sungguh..."
"Kalau begitu aku harus cepat pergi dari sini!" katanya sambil melemparkan beberapa potong uang perak kepada dua orang pelacur itu.
Dia keluar dari kamar dan melihat betapa beberapa buah kamar yang berderet di situ juga nampak terbuka. Agaknya ribut-ribut itu sudah membangunkan tamu-tamu lain. Hal ini sebenarnya biasa saja, namun orang she Lay yang sudah ketakutan itu sekarang memandang penuh kecurigaan, seakan-akan bahaya yang disebutkan tadi datang dari kamar-kamar itu. Dia pun cepat-cepat melangkah keluar, tidak tahu betapa beberapa buah kancing bajunya salah memasuki lubangnya serta kedua matanya kemerahan dan ujungnya dihias kotoran mata.
Setelah membuka pintu depan dia berhadapan dengan Sin Hong! Sekali lihat saja Sin Hong sudah tahu bahwa dia sedang berhadapan dengan orang yang dimaksudkan oleh Tang-piauwsu dan Ciu-piauwsu, yaitu orang gendut botak yang terkenal dengan nama Lay-wangwe, si pengirim emas yang mengakibatkan tewasnya ayahnya dan membuat perkara menjadi berlarut-larut sampai kematian Tang-piauwsu itu.
Akan tetapi, dia belum yakin benar bahwa si gendut ini hanya merupakan umpan untuk menjebak ayahnya. Bagaimana kalau dia ini benar-benar pengirim emas, sama sekali tidak bersalah?
"Siapa... siapakah engkau...? tanya Lay-wangwe dengan sangsi ketika melihat seorang pemuda yang sama sekali tidak pernah dikenalnya.
Akan tetapi, Sin Hong melangkah maju. "Apakah engkau yang bernama Lay-wangwe?"
Karena tak mengenal pemuda itu, muncul lagak Lay-wangwe yang memandang rendah orang lain. Apa lagi orang ini mengganggunya dan dia tidak melihat adanya gangguan dan dia tidak melihat adanya bahaya mengancam seperti yang dikatakan pelayan tadi.
"Benar, akulah Lay-wangwe. Engkau siapa dan mau apa?" Kemudian dia menoleh ke kanan kiri dan menyambung, "Engkau bilang ada bahaya? Engkaulah yang mengatakan ada bahaya tadi, dan di mana bahaya itu?"
Sin Hong tersenyum. "Lay-wangwe, di sinilah letaknya bahaya kalau engkau tidak mau bicara terus terang padaku. Ketahuilah, aku adalah putera dari mendiang Tan-piauwsu, pemimpin Peng An Piauwkiok yang dahulu mengangkut emasmu ke Tuo-lun! Ingatkah engkau? Engkau datang kepada ayah, mengirim peti berisi emas ke Tuo-lun, kemudian di tengah jalan, ayah dibunuh orang dan engkau menuntut ganti kerugian dan menyita rumah beserta perusahaan ayah. Lalu terjadi pembunuhan pula atas diri Tang-piauwsu belum lama ini. Nah, katakanlah, apa yang kau ketahui tentang semua pembunuhan itu?"
Lay-wangwe terbelalak memandang kepada Sin Hong, kemudian dia tersenyum lebar, mengejek. "Orang muda, hanya untuk itu engkau berani mengganggu aku? Memang akulah yang mengirim emas itu, dan karena hartaku hilang, aku lalu menyita rumah dan perusahaan ayahmu. Aku sudah menderita kerugian besar dan engkau masih hendak menggangguku? Aku tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu!" Ia pun membalikkan tubuhnya hendak masuk lagi.
"Tunggu dulu!" Sin Hong berseru dengan suara keras.
Lay-wangwe membalik dan kini matanya menjadi semakin merah dan alisnya berkerut karena dia sudah marah sekali.
"Engkau mengaku sebagai seorang hartawan di kota raja, akan tetapi ternyata engkau bukan hartawan kota raja karena di sana tidak ada seorang pun yang mengenalmu! Dan pada waktu engkau hendak mengirim peti berisi emas itu melalui Ban-goan Piauwkiok, engkau menolak ketika petinya hendak dibuka dan isinya diperiksa, bahkan engkau lalu membatalkan pengiriman itu, dan mengirimkannya tanpa membuka peti melalui ayahku. Siapakah engkau ini sebenarnya dan apa maksudmu memancing ayah dengan umpan kiriman emas itu untuk menjebaknya?"
"Bocah kurang ajar! Berani engkau menyelidiki keadaanku? Engkau patut dihajar!"
Dan tiba-tiba saja orang yang gendut itu bergerak cepat sekali, menyerang Sin Hong dengan pukulan dua tangannya secara bertubi-tubi! Orang akan terkejut sekali melihat betapa 'hartawan' Lay itu tiba-tiba saja menjadi seorang laki-laki yang ganas dan dapat melakukan penyerangan secepat dan sekuat itu, padahal tubuhnya bulat dengan perut yang gendut.
Sin Hong tentu saja tidak gugup, akan tetapi dia pun agak terkejut karena tidak mengira bahwa Lay-wangwe itu ternyata bisa menyerangnya, bukan hanya dengan cepat sekali, tapi juga dia dapat melihat betapa pukulan-pukulannya mengandung tenaga yang cukup kuat! Kiranya si gendut ini bukan orang sembarangan dan tentu saja kecurigaannya semakin bertambah.
"Hemmm, kiranya engkau seorang tukang pukul!" katanya sambil miringkan tubuhnya.
Pada saat kedua tangan Lay-wangwe yang melancarkan pukulan bertubi-tubi itu lewat, tangan Sin Hong bergerak menotok dan robohlah tubuh yang berperut gendut itu, tidak mampu bangkit lagi karena tubuh itu terasa lemas oleh totokan Sin Hong! Kini muka orang itu nampak ketakutan karena baru dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang luar biasa lihainya, yang dapat merobohkannya dalam satu gebrakan saja! Sulit untuk dipercaya, akan tetapi kenyataannya demikianlah dan dia mulai merasa ngeri dan takut.
"Nah, sekarang ceritakan yang sebenarnya. Siapa yang dulu mengatur pancingan dan jebakan itu? Siapa pula yang sudah membunuh ayahku dan Tang-piauwsu? Katakan sebetulnya kalau tidak ingin aku terpaksa menggunakan kekerasan memaksamu!"
Sin Hong sengaja menekankan jari tangannya ke pundak orang gendut itu dan orang itu pun menyeringai kesakitan. Penekanan pada jalan darah di pundaknya itu membuat seluruh tubuh bagian atasnya demikian nyeri seperti ditusuki ribuan jarum dan keringat dingin membasahi muka dan lehernya.
"Aku... aku tidak tahu siapa pembunuhnya... aku hanyalah anak buah saja...," katanya dengan suara terputus-putus saking hebatnya rasa nyeri yang dideritanya. Sin Hong melepaskan jarinya.
"Lalu siapa pemimpinmu? Siapa yang mengutusmu? Jawab!"
"...Tiat... Tiat-liong-pang...!" Tiba-tiba dia menjerit dan berkelojotan.
Sin Hong terkejut bukan main. Pada saat orang itu tadi mulai membuat pengakuan, ada belasan jarum dan paku beracun menyambar ke arahnya dari depan. Ia cepat mengelak dengan loncatan ke samping dan tangannya mendorong sehingga sisa senjata rahasia itu terpukul angin dorongannya sehingga runtuh. Akan tetapi ketika dia memandang, dia melihat orang gendut itu sudah berkelojotan dengan muka membiru dan mata melotot.
Dia melihat bayangan orang berkelebat lari ke dalam rumah itu. Sudah terlambat untuk menyelamatkan si gendut dan dia pun cepat meloncat dan mengejar ke dalam rumah. Bayangan yang kelihatan berpakaian hitam itu ternyata mempunyai gerakan yang amat cepat.
Terdengar jeritan-jeritan para wanita ketika Sin Hong berlari cepat memasuki rumah itu. Ternyata wanita-wanita pelacur yang keluar dari kamar masing-masing, terkejut dan ketakutan melihat kejar-kejaran itu, apa lagi yang dikejar adalah seorang yang memakai pakaian hitam dan kedok hitam pula!
Dengan penuh semangat Sin Hong melakukan pengejaran. Dia merasa yakin bahwa orang berpakaian hitam itulah yang menjadi kunci rahasia pembunuhan-pembunuhan itu, setidaknya orang itu tentu yang sudah membunuh Tang-piauwsu. Maka dia harus dapat menangkapnya!
Orang itu menerjang pintu belakang dan terus melompat ke dalam kegelapan pagi yang masih remang-remang itu. Tetapi tiba-tiba ada orang menyambutnya dengan bentakan nyaring.
"Berhenti!" Bentakan itu dibarengi munculnya Kwee Ci Hwa dengan pedang telanjang di tangan.
Melihat betapa ada seorang gadis berpedang menghadang di depannya, orang itu tidak berhenti, bahkan menerjang dan menyerang Ci Hwa! Tentu saja Ci Hwa terkejut akan kenekatan orang itu dan ia pun menyambut dengan tusukan pedangnya! Akan tetapi, orang itu menangkis dengan tangan kiri dan tangan kanannya tetap saja mencengkeram ke arah dada Ci Hwa!
"Plakkk!"
Pedangnya tertangkis oleh tangan kosong itu begitu saja sampai hampir terlepas dari pegangannya dan dadanya terancam cengkeraman. Terpaksa Ci Hwa melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Tapi terlambat!
Orang yang ternyata luar biasa lihainya itu sudah menendang lututnya sehingga Ci Hwa terguling. Orang itu menubruk lagi dengan hantaman tangan kanannya ke arah kepala Ci Hwa yang sudah tidak sempat untuk mengelak atau menangkis lagi!
"Dukkk!"
Pukulan hebat dari orang berkedok hitam itu tertangkis oleh tangan Sin Hong yang datang tepat pada saat nyawa Ci Hwa terancam bahaya itu.
Orang itu mengeluarkan seruan kaget, kemudian menyerang dengan kedua tangan didorongkan ke arah dada Sin Hong. Pukulan jarak jauh! Ini membuktikan bahwa orang berkedok itu memang lihai bukan main. Sin Hong menyambut dengan dorongan penuh tenaga sinkang sehingga orang itu terjengkang!
Kembali dia mengeluarkan seruan kaget dan terus meloncat jauh dan menghilang ke dalam kegelapan pagi buta itu. Sin Hong tidak mengejar karena dia mengkhawatirkan keselamatan Ci Hwa melihat kelihaian orang itu. Siapa tahu masih ada kawanan penjahat di situ yang akan mencelakai Ci Hwa.
"Engkau terluka, Hwa-moi (adik Hwa)?" tanyanya sambil memegang pundak gadis itu.
Ci Hwa menggelengkan kepala, lalu bangkit berdiri. Kakinya tidak terluka parah, hanya agak terpincang.
"Mari kita kejar dia!" kata Sin Hong dan sambil memegang tangan gadis itu, dia pun meloncat sehingga Ci Hwa merasa seolah-olah tubuhnya diangkat dan dibawa terbang! Sampai beberapa lamanya Sin Hong dan Ci Hwa mencari-cari, namun si kedok hitam itu sudah lenyap.
"Sayang, dia telah pergi...!" kata Sin Hong yang terpaksa menghentikan larinya.
Gadis itu mengangkat muka memandangnya dengan sinar mata penuh rasa kagum, lalu ia merunduk dan merasa malu sekali untuk bertemu pandang dengan pemuda itu.
"Hong-ko..."
"Ya. Kenapa, Moi-moi, engkau tidak terluka parah, bukan?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak, dan aku tadi terbebas dari maut, berkat pertolonganmu, Hong-ko."
"Aih, sudahlah, hal itu tidak perlu disebut-sebut lagi. Sayang jahanam itu dapat lolos. Dia tentu tahu banyak tentang rahasia pembunuhan-pembunuhan itu."
"Siapakah orang berkedok yang lihai itu, Hong-ko?"
"Aku tidak tahu. Aku berhasil bertemu dengan Lay-wangwe yang gendut itu dan ketika aku mulai mengancamnya untuk mengaku, mendadak dia diserang senjata rahasia dan tewas. Penyerangnya adalah orang berkedok itu maka aku mengejarnya."
"Ahhh...!" Tentu saja Ci Hwa terkejut mendengar bahwa orang she Lay itu tewas pula oleh orang berkedok tadi.
"Sungguh aku merasa malu dan menyesal sekali, Hong-ko. Aku memandang rendah padamu, mengira engkau tidak sedemikian pandainya sehingga aku ikut membantumu, ternyata bahkan sudah menghalangimu menangkap orang berkedok itu. Kiranya engkau memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya."
"Sudahlah, Hwa-moi, jika tidak ada engkau yang menghadangnya, tentu aku tak sempat bentrok dengannya dan ia telah lebih dulu menghilang. Mari kita pulang dan melaporkan hal ini kepada ayahmu sebab tadi aku memperoleh keterangan yang cukup penting dari Lay-wangwe. Menurut pengakuannya sebelum dia terbunuh, dia hanya diperalat oleh Tiat-liong-pang."
"Tiat-liong-pang? Perkumpulan apa itu dan di mana?"
"Aku tidak tahu, sebaiknya kalau kita tanyakan hal itu kepada ayahmu, mungkin dia lebih tahu."
Benar saja, ketika Kwee-piauwsu mendengar bahwa si gendut Lay itu diperalat oleh Tiat-liong-pang, dia terkejut bukan main. "Tiat-liong-pang? Perkumpulan besar di bawah pimpinan Siangkoan Lohan! Sungguh aneh sekali! Perkumpulan itu terkenal amat kuat, dan Siangkoan Lohan adalah seorang yang mempunyai ilmu kepandaian sangat tinggi. Perkumpulannya terkenal kuat pula dan dia memiliki hubungan dekat dengan istana, bahkan kabarnya dihadiahi puteri dari istana yang menjadi isterinya karena dia banyak berjasa terhadap kerajaan. Apa artinya ini? Mengapa suatu perkumpulan besar seperti Tiat-liong-pang tiba-tiba ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan ayahmu dan Tang-piauwsu, bahkan kini membunuh Lay-wangwe, kaki tangannya sendiri untuk menutup mulutnya? Apa yang dikehendaki perkumpulan macam Tiat-liong-pang di sini? Sungguh aneh dan sukar dipercaya keterangan orang she Lay itu!"
"Bagaimana pun juga, keterangan itu sudah mendatangkan jejak baru dan saya akan melakukan penyelidikan ke sana, paman Kwee. Sayang bahwa orang berkedok itu bisa lolos, karena dia pasti tahu akan semua peristiwa pembunuhan itu, bahkan mungkin sekali dialah yang melakukan pembunuhan terhadap ayah dan paman Tang."
Kwee-piauwsu mengangguk-angguk. "Memang tidak ada jalan lain untuk melakukan penyelidikan setelah orang she Lay itu terbunuh. Akan tetapi berhati-hatilah, Sin Hong, karena Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan yang amat kuat dan berpengaruh, juga bukan perkumpulan penjahat."
"Baik, Paman dan terima kasih atas semua nasehat dan bantuan Paman."
Pada hari itu juga, Sin Hong meninggalkan rumah keluarga Kwee, dan setelah pemuda itu pergi, wajah Ci Hwa nampak murung dan sinar matanya suram. Ayahnya melihat hal ini dan diam-diam merasa heran.
Akan tetapi, belum sempat dia bertanya, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali dia mendapatkan bahwa puterinya itu telah pergi meninggalkan rumah tanpa pamit! Hanya terdapat surat di atas meja dalam kamarnya yang memberi tahukan ayah ibunya bahwa ia pergi untuk membantu menyelidiki pembunuh Tan-piauwsu dan Tang-piauwsu, untuk mencuci nama ayahnya yang tadinya disangka menjadi pembunuh.
Nyonya Kwee menangis dan merasa khawatir sekali, membujuk suaminya agar mencari dan mengajak kembali Ci Hwa. Akan tetapi suaminya menghiburnya.
"Ia sudah dewasa dan sudah mempunyai bekal kepandaian silat yang cukup kuat untuk menjaga diri sendiri. Biarlah ia mencari pengalaman selagi masih bebas." Demikian dia berkata kepada isterinya.
Akan tetapi diam-diam dia mengharapkan puterinya itu dapat bertemu dan bekerja sama dengan Sin Hong karena Kwee-piauwsu merasa suka sekali kepada Sin Hong yang mirip ibunya, wanita yang pernah dikasihinya itu. Ia berharap untuk dapat menjodohkan puterinya dengan pemuda itu!
Sementara itu, setelah meninggalkan rumah keluarga Kwee, Sin Hong tidak langsung pergi ke luar kota untuk menyelidiki Tiat-liong-pang, melainkan singgah di bekas rumah orang tuanya. Dia melihat betapa bangunan itu, baik kantor piauwkiok mau pun rumah tinggalnya, telah diperbaiki sehingga kelihatan baru dan dicat baru pula. Hampir dia tak mengenali lagi tempat di mana dia tinggal sejak lahir sampai berusia belasan tahun.
Ciu-piauwsu menyambutnya dengan wajah gembira. "Tan Sin Hong, engkau baru saja datang? Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu?" tanyanya langsung setelah pemuda itu dipersilakan masuk.
Karena Ciu-piauwsu adalah satu-satunya orang dari pihak ayahnya yang mengetahui akan semua urusannya itu, Sin Hong lalu menceritakan dengan singkat tentang semua hasil usahanya. Betapa dia sudah gagal menemukan Lay-wangwe di kota raja, betapa dia kemudian menyelidiki keluarga Kwee-piauwsu dan atas bantuan keluarga itu dia lalu berhasil menemukan Lay-wangwe di Ban-goan dan kembali ada pembunuhan, yaitu terhadap diri si gendut itu, lagi-lagi oleh seorang berkedok.
"Sayang aku tak dapat menangkap orang berkedok itu," dia mengakhiri ceritanya. "Akan tetapi Lay-wangwe sudah meninggalkan suatu pengakuan yang dapat merupakan jejak baru dalam penyelidikanku, paman Ciu."
"Ahhh, benarkah? Apa saja yang diakuinya?" Ciu-piauwsu mendesak.
"Menurut pengakuannya sebelum dia tewas oleh senjata rahasia orang berkedok itu, dia hanya diperalat oleh Tiat-liong-pang."
"Ohhhh...!" Wajah Ciu-piauwsu berubah dan matanya terbelalak. Dia nampak terkejut bukan main.
"Kenapa, Paman?"
"Celaka, tentu orang gendut botak itu telah membohongimu. Mana mungkin semacam Tiat-liong-pang mencampuri urusan ini? Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan besar dan kuat dipimpin oleh Siangkoan Lohan, seorang kakek yang gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Mana mungkin melakukan kejahatan? Tentu si gendut itu membohongimu!"
"Kurasa tidak, Paman. Betapa pun juga, setidaknya kini terdapat jejak baru sehingga aku dapat melanjutkan penyelidikanku."
"Aku lebih condong untuk menyelidiki Ban-goan Piauwkiok. Orang she Kwee itu lebih mencurigakan..."
"Tidak, Paman. Dugaan kita sudah keliru. Paman Kwee Tay Seng sama sekali tidak bersalah..."
"Ahhh, jangan engkau sampai tertipu oleh sikap manisnya!"
"Tidak, Paman. Aku yakin bahwa ia tak bersalah dan aku akan melakukan penyelidikan terhadap Tiat-liong-pang."
Ciu-piauwsu mengangguk-angguk. "Terserah kepadamu, Sin Hong. Akan tetapi berhati hatilah. Jangan sampai engkau menuduh pihak yang tidak berdosa dan Tiat-liong-pang merupakan perkumpulan yang kuat sekali, bahkan mempunyai hubungan dekat dengan istana karena ketuanya masih termasuk keluarga kerajaan!"
Pada hari itu, Sin Hong meninggalkan Ban-goan setelah menerima banyak nasehat dari Ciu-piauwsu agar berhati-hati jika menyelidiki Tiat-liong-pang. Dia melakukan perjalanan cepat menuju ke kota San-cia-kou karena perkumpulan itu terletak di lereng sebuah bukit di luar kota itu.....

KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH SI BANGAU PUTIH (seri ke 13 Bu Kek Siansu)
Action(seri ke 13 Bu Kek Siansu) Jilid 1- 39 Tamat Episode ini meski masih kental diwarnai oleh kiprah keluarga Pulau Es namun sebenarnya yang menjadi sentral dalam ceritanya adalah keluarga Istana Gurun Pasir. Cerita dalam episode ini memperjelas terkiki...