Jilid 19/39

1.1K 13 0
                                    

Sementara itu, Suma Lian yang berada di dalam sumur, berhasil melompat turun dan hinggap di atas dua ujung tombak dengan kedua kakinya. Akan tetapi pada waktu dia memandang ke atas, ternyata lubang sumur itu terlalu tinggi baginya. Tidak mungkin melompat ke atas dengan hanya menekankan kedua kaki pada ujung tombak yang runcing dan lentur! Kalau tombak itu patah, ia malah akan celaka, dan kalau sampai loncatannya tidak sampai ke atas sumur, ia akan jatuh lagi dan hal itu lebih berbahaya lagi!

Gadis ini cerdik. Ia mengukur lebar sumur. Tidak begitu lebar. Ketika ia berdiri di tengah dan mengembangkan kedua lengannya, maka kedua lengannya itu lebih panjang dari pada lebarnya sumur. Ia lalu mencoba untuk menusukkan tangannya dengan jari-jari terbuka pada dinding sumur.

"Ceppp!"

Tangan yang terlatih itu, bagaikan tombak saja menancap di dinding sumur padas itu sampai ke pergelangan tangannya! Ia lalu mencoba untuk mencengkeram dan dengan mudah jari-jari tangannya dapat mencengkeram. Ahh, ia menemukan akal untuk dapat mendaki naik, pikirnya.

Diselipkannya suling emas di pinggangnya, kemudian mulailah dicengkeramnya dinding sumur di kanan kiri dengan kedua tangannya dan mulailah ia mendaki. Kedua kakinya terpentang dan membantu dua tangannya, menginjak pada bekas cengkeraman tangan dan dengan cepat dia mendaki naik. Sebentar saja ia sudah melompat naik keluar dari dalam sumur, tepat pada saat Sin Hong merobohkan enam orang pengeroyoknya.

Sin-kiam Mo-li yang terkejut melihat kehebatan Sin Hong merobohkan enam orang anak buahnya, menjadi semakin kaget melihat munculnya Suma Lian dari dalam sumur. Sin Hong sendiri tadi tidak melihat gadis itu terjebak ke dalam sumur. Ia hanya mendengar ucapan Sin-kiam Mo-li yang hendak membunuh seseorang di dalam sumur dengan cara menggelindingkan batu besar, maka dia cepat turun tangan mendorong pergi batu itu. Kini, melihat munculnya seorang gadis dari dalam sumur, dia juga terkejut dan kagum bukan main.

Gadis itu demikian cantik. Mukanya yang sebagian terkena lumpur, coreng-moreng tidak menyembunyikan kecantikannya. Matanya demikian bening, tajam dan kocak, mulutnya demikian manisnya dan tersenyum mengejek ketika ia memandang kepada Sin-kiam Mo-li.

Suma Lian menoleh kepada Sin Hong. Ia tak mengenal pemuda ini, akan tetapi melihat betapa pemuda itu tadi dikeroyok oleh enam orang berpakaian merah, ia bisa menduga bahwa pemuda ini tentulah bukan sahabat atau pembantu Sin-kiam Mo-li. Ketika dia memandang kepada Bi-kwi yang tadi mencoba untuk memperingatkannya pada saat ia hampir terjeblos ke dalam sumur, ia melihat wanita itu nampak diam saja, tidak berdaya.

"Sin-kiam Mo-li, engkau sungguh-sungguh seorang iblis betina yang tidak tahu malu, mengandalkan pengeroyokan dan mengandalkan jebakan keji. Sungguh, tidak mungkin lagi engkau dibiarkan hidup di dunia ini!" bentak Suma Lian dan ia sudah mengeluarkan suling emasnya, tidak peduli bahwa kedua tangannya kotor karena lumpur.

"Ucapan Nona ini memang tepat. Engkau terlampau jahat, Sin-kiam Mo-li, dan terpaksa pula aku harus berusaha membasmimu, demi keamanan hidup orang-orang lain!" kata Sin Hong, diam-diam dia kagum dan kaget melihat gadis itu memegang sebatang suling emas.

Melihat sikap kedua orang muda itu dan mendengar ancaman mereka, mau tidak mau Sin-kiam Mo-li merasa takut. Ia memandang kepada Tan Sin Hong dengan mata penuh kebencian.

"Huh, engkau lagi yang merusak semua rencanaku!" Ia lalu berseru kepada Ciong Siu Kwi. "Bi-kwi, hayo cepat usir mereka berdua itu, atau suami dan puteramu akan kusuruh bunuh sekarang juga!"

Ia hendak mempergunakan Bi-kwi sebagai perisai karena ia maklum bahwa kalau Suma Lian dan Tan Sin Hong maju bersama, biar ia dibantu oleh Liok Cit, Bi-kwi dan puluhan orang Ang-i Mo-pang juga tak akan ada gunanya. Suma Lian sudah demikian hebatnya, dan ia tahu bahwa Tan Sin Hong lebih lihai lagi!

Bi-kwi juga maklum bahwa di antara mereka semua, ialah yang paling terjepit. Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya agaknya takut menghadapi pemuda yang baru datang ini, akan tetapi bagaimana pun juga, iblis betina itu masih dapat membela diri mati-matian dan ia pun tahu betapa lihainya iblis betina itu. Akan tetapi ia sendiri?

Ia merasa seakan-akan kaki tangannya dibelenggu. Dengan disanderanya suami dan puteranya, ia tidak mampu berbuat apa pun kecuali mentaati perintah Sin-kiam Mo-li. Melihat Suma Lian dan pemuda yang baru muncul ini, ia pun maklum bahwa keduanya tentulah pendekar-pendekar yang gagah perkasa, bahkan Suma Lian sudah tahu siapa dirinya.

Maka ia mempunyai suatu gagasan yang baik sekali. Kenyataannya bahwa Sin-kiam Mo-li takut terhadap pemuda dan gadis itu harus dimanfaatkannya sebaik mungkin.

"Mo-li, aku yakin bahwa nona Suma Lian dan juga Taihiap (Pendekar Besar) yang tidak kukenal ini akan suka memenuhi permintaanku, akan tetapi aku baru mau melakukan perintahmu kalau engkau suka membebaskan puteraku."

Sin-kiam Mo-li mengerutkan alis, kemudian tersenyum mengejek. "Bi-kwi, engkau tidak berada dalam keadaan untuk memaksaku. Engkaulah yang harus mentaati perintahku, dan engkau sama sekali tidak boleh menuntut sesuatu dariku. Ingat, sekali aku memberi isyarat, suami dan puteramu akan mampus."

"Apa boleh buat, Mo-li. Kalau engkau membunuh mereka, aku akan membantu Taihiap ini dan Suma-lihiap untuk membasmi engkau dan anak buahmu ini tidak seorang pun akan kuberi ampun. Orang-orang bekas anggota Ang-i Mo-pang ini mengenal siapa aku dan aku tidak biasa menjilat kembali kata-kata yang sudah kukeluarkan! Engkau boleh pilih. Membebaskan puteraku, dan aku akan membantu perjuangan yang kau sebutkan itu, dengan suamiku menjadi sandera. Atau, engkau boleh membunuh mereka, akan tetapi engkau sendiri dan juga semua anak buahmu ini akan mati semua di tangan kami bertiga!"

Sin Hong yang mendengarkan percakapan itu menjadi bingung karena ia memang tidak tahu apa yang sedang terjadi dan siapa pula wanita yang disebut Bi-kwi oleh Sin-kiam Mo-li itu. "Apakah artinya semua ini? Aku tidak ingin mencampuri urusan antara kalian berdua dan..."

"Diamlah engkau!" Suma Lian membentak Sin Hong dengan suara nyaring sehingga Sin Hong tersentak kaget, tidak mengira bahwa gadis itu sedemikian galaknya terhadap dia yang sama sekali tidak saling mengenal. "Jangan turut campur dan diamlah saja karena engkau tidak tahu urusannya!"

Sin Hong tersenyum. Dia hanya mengangguk, lalu berdiri sambil bersedakap, saling bertumpang lengan di atas dadanya seolah-olah dia hendak memperlihatkan bahwa dia tidak akan mencampuri urusan mereka dan hanya mendengarkan saja.

Sin-kiam Mo-li mempertimbangkan ucapan Bi-kwi tadi. Diam-diam ia pun dapat mengerti bahwa apa yang dikatakan oleh Bi-kwi memang benar. "Engkau berjanji bahwa kalau aku membebaskan puteramu, engkau akan ikut bersama kami dan suamimu menjadi sandera, dan engkau berjanji membantu perjuangan kami?" tanyanya kepada Bi-kwi.

"Aku berjanji!" jawab Bi-kwi dengan tegas.

Sin-kiam Mo-li merasa lega. Ia mengenal kekerasan hati Bi-kwi dan tahu pula bahwa wanita itu, sesudah kini meninggalkan dunia kang-ouw, lebih lagi menjaga kehormatan dan pasti tidak akan mau melanggar janjinya.

"Baiklah, engkau sudah berjanji dan didengarkan, disaksikan oleh semua orang yang berada di sini!"

Sin-kiam Mo-li kemudian memerintahkan Liok Cit untuk mengambil anak itu dari dalam pondok. Liok Cit lalu pergi memasuki pondok dan tak lama kemudian dia keluar sambil menggandeng tangan Yo Han. Setelah dilepaskan, Yo Han lari kepada ibunya.

"Ibu, kata ayah, Ibu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Ibu, selamatkan ayah dari tangan mereka yang jahat ini!" kata Yo Han.

"Tenanglah, anakku. Han-ji, sekarang engkau harus mendengarkan kata-kata Ibu dan mentaatinya, mengerti? Nah, mulai sekarang, engkau ikutlah pergi dengan enci Suma Lian itu."

"Tapi, ibu dan ayah..."

"Jangan membantah lagi. Pergilah bersama enci Suma Lian. Ia adalah pendekar wanita perkasa yang tentu akan mau mengatur dirimu, dan engkau taatilah dia, turut saja ke mana engkau dibawa pergi dan apa yang selanjutnya dia atur mengenai dirimu. Nona Suma, sudikah Nona menolong anak kami Yo Han ini, mengajaknya pergi dari sini?"

Suma Lian mengerutkan alisnya. Dia maklum akan maksud Ciong Siu Kwi. Agaknya wanita itu hendak mengorbankan dirinya dan suaminya demi keselamatan anak mereka.
"Bibi, tidakkah lebih baik kalau kita hancurkan saja iblis betina ini dan kawan-kawannya."

"Tidak! Harap jangan lakukan ini. Mereka akan membunuh suamiku, dan dan aku sudah mengeluarkan janji. Kalau kalian berdua melakukan itu, terpaksa aku akan membelanya dan akan melawanmu sampai mati! Tidak, aku mohon kepadamu, nona Suma Lian, bawalah anakku Yo Han dan terserah kepadamu akan kau berikan kepada siapa anak kami itu. Budimu tidak akan kami lupakan, Nona, dan kalau Tuhan menghendaki, kelak tentu kami akan dapat bertemu kembali dengan dia. Nah, bawalah dia pergi, Nona."

Suma Lian menarik napas panjang. Ia merasa menyesal sekali jika harus melepaskan Sin-kiam Mo-li. Akan tetapi, demi keselamatan keluarga Yo, ia tidak mempunyai pilihan. "Marilah, Yo Han, marilah ikut dengan aku!" katanya sambil mengulurkan tangan. Akan tetapi Yo Han menarik diri dan memegang tangan ibunya.

"Tidak, aku tidak mau meninggalkan ibu dan ayah!" katanya.

"Yo Han, jangan engkau membantah lagi. Kalau engkau tidak mau, maka ayah, ibu, dan engkau akan mati semua, dibunuh oleh orang-orang ini!" kata Ciong Siu Kwi.

"Aku tidak peduli! Biar pun mereka membunuh kita, aku tidak takut Ibu, asal bersama dengan ayah dan ibu!" bantah pula Yo Han.

"Yo Han, anakku. Kalau engkau pergi ikut dengan enci Suma Lian ini maka ayah dan ibumu tidak akan dibunuh dan kelak kita akan berjumpa lagi," bujuk Ciong Siu Kwi.

"Tapi, Ibu. Tadi ayah menceritakan semua. Katanya Ibu lihai dan dia menyesal kenapa tidak membolehkan aku belajar silat dari Ibu, agar aku dapat menentang dan melawan orang-orang jahat."

"Han-ji, anakku. Kepandaian enci Suma dan Paman itu jauh lebih tinggi dari pada ilmu kepandaian ibumu. Kalau engkau ikut dengan enci Suma Lian, maka dia tentu akan mampu mencarikan guru yang jauh lebih lihai dari pada ibumu. Pergilah dan jangan membantah lagi, anakku."

Sejak tadi Sin Hong mendengarkan dengan penuh perhatian dan diam-diam dia merasa kagum sekali kepada anak laki-laki itu. Sekarang, setelah mendengarkan dengan penuh perhatian, ia mulai mengerti. Kiranya wanita yang cantik dan berpakaian seperti seorang petani wanita itu telah dibikin tidak berdaya oleh Sin-kiam Mo-li karena suaminya dan puteranya disandera oleh iblis betina itu. Memang, jalan satu-satunya agar supaya bisa menyelamatkan suami isteri itu hanyalah membiarkan anak itu dibawa pergi.

Pada saat dia mendengar disebutnya nama gadis itu oleh ibu anak itu, dia pun terkejut setengah mati. Dia memang belum mengenal nama itu, akan tetapi nama keluarga itu! Suma! Siapa lagi yang memakai nama keluarga itu kalau bukan keturunan keluarga Pulau Es yang nama keluarganya juga Suma? Dia sudah banyak mendengar kehebatan ilmu kehebatan keluarga Pulau Es seperti yang sudah sering diceritakan oleh tiga orang gurunya!

Kini, melihat kebandelan Yo Han yang ingin hidup atau mati bersama ayah ibunya, dia pun lalu ikut bicara. "Seorang anak yang ingin menjadi seorang calon pendekar, lebih dulu harus menjadi seorang anak berbakti yang mentaati semua perintah orang tuanya, terutama ibunya!"

Mendengar ucapan laki-laki itu, Yo Han menoleh dan menghadapi Sin Hong. Sepasang matanya yang kecil namun amat tajam itu mengamati Sin Hong dari kepala sampai ke kaki, kemudian terdengar suaranya lantang.

"Paman, kata ibu Paman memiliki ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari ibu, dan Paman tadi menasehati aku bagaimana sikap seorang calon pendekar! Kalau Paman sudah dapat menasehati orang, tentu seorang pendekar. Apakah Paman seorang pendekar?"

Ditanya demikian oleh seorang anak kecil, Sin Hong agak tersipu-sipu, akan tetapi dia mengangguk sambil tersenyum. "Hemmm, begitulah..."

"Kalau Paman seorang pendekar, tentu berani menentang iblis betina ini! Lawanlah dia, Paman agar aku percaya akan semua omonganmu!" kata Yo Han sambil menudingkan telunjuknya ke arah Sin-kiam Mo-li.

Sin Hong menoleh ke arah iblis betina itu, dan wajah Sin-kiam Mo-li menjadi agak pucat. Ia sudah merasakan kelihaian pemuda itu. Ia dibantu oleh Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek saja masih belum mampu mengalahkan Tan Sin Hong, apa lagi kalau ia harus maju seorang diri.

Sin Hong berkata kepada anak itu sambil tersenyum, "Kalau ia berani, boleh saja."

Suma Lian yang semenjak tadi melihat dan mendengar, merasa agak mendongkol juga. Dianggapnya pemuda yang berpakaian serba putih dan sikapnya lembut sederhana itu terlalu sombong dan bicara besar. Ia sendiri tahu bahwa Sin-kiam Mo-li adalah seorang wanita yang sakti dan tidak boleh dipandang ringan, akan tetapi pemuda ini tadi berani mengejek, mengatakan apakah wanita itu berani kepadanya!

Bukan hanya Suma Lian yang merasa penasaran, akan tetapi terutama sekali Liok Cit, Si Iblis Terbang Tangan Beracun itu. Sikap dan ucapan pemuda itu dianggapnya terlalu menghina wanita yang amat dikaguminya, dan dengan adanya Sin-kiam Mo-li, juga anak buah Ang-i Mo-pang, bahkan kini dibantu Bi-kwi yang sudah dapat ditundukkan dengan disanderanya suami wanita itu, hatinya menjadi besar dan dengan gerakan ringan sekali, tubuhnya yang kurus itu sudah melayang ke depan Sin Hong.

Pria berusia tiga puluh tahun yang pakaiannya serba hijau ini, dengan tubuh kurus bagai pemadatan, berwajah tampan akan tetapi semua giginya menghitam, lantas mendorong capingnya yang lebar ke belakang sehingga kini wajahnya nampak semua. Dengan hati penasaran dia ingin mempermainkan pemuda yang sederhana itu.

Walau pun dia tadi telah melihat betapa pemuda ini mendorong batu besar yang nyaris menggelinding ke dalam sumur, dia tidak merasa gentar. Diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya. Sebagai murid pertama dari Pek-lian-kauw, tentu saja dia sudah memiliki ilmu sihir yang lumayan. Kalau hanya untuk menyihir dan menundukkan wanita cantik untuk dikuasainya saja, dia sudah mahir!

"Hei, orang muda, lihat aku adalah ayahmu. Engkau harus tunduk dan taat kepadaku. Berlututlah engkau!" Dia lalu membuat gerakan dengan kedua tangannya dengan gaya orang menyihir.

Akan tetapi, Sin Hong adalah murid tiga orang sakti yang sudah mempunyai tenaga gabungan ketiga orang itu. Hawa sakti di tubuhnya sudah sangat kuat. Apa lagi hanya kekuatan sihir yang dimiliki seorang seperti Liok Cit, bahkan Sin-kiam Mo-li sendiri tidak mampu menguasai pemuda ini dengan sihirnya pada waktu Sin Hong belum menguasai sepenuhnya Ilmu Pek-ho Sin-kun.

Maka, menghadapi serangan ilmu sihir yang masih amat lemah ini, dia hanya berdiri saja sambil tersenyum, lalu berkata, "Apakah engkau sudah menjadi gila?"

Mata Liok Cit terbelalak. Dia mencoba untuk memperkuat ilmu sihirnya sampai mulutnya mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh-uh dan kedua tangannya membuat gerakan-gerakan aneh, namun tetap saja Sin Hong hanya memandang sambil tersenyum geli.

Kini marahlah Liok Cit. Dia adalah murid kepala Pek-lian-kauw, ilmu sihirnya telah amat kuat menurut anggapannya sendiri, dan kini dia dibikin malu di depan para anggota Ang-i Mo-pang oleh seorang pemuda tak terkenal. Dalam kemarahannya, dia mencabut pedangnya dan sambil mengeluarkan bentakan nyaring, pedangnya menusuk ke arah dada Sin Hong!

Gerakan Tok-ciang Hui-moko Liok Cit ini amat cepat dan kuat, karena memang tingkat kepandaiannya sudah cukup tinggi. Namun, tidak terlalu tinggi bagi Sin Hong. Melihat tusukan pedang itu sekilas saja, Sin Hong tahu apa yang harus dia lakukan. Tubuhnya miring ke kanan sehingga pedang lewat depan dadanya, lalu tangan kanan mengetuk sambungan siku, tangan kiri menampar pundak dan kaki kirinya menyapu belakang lutut lawan.

Gerakan yang dilakukan Sin Hong itu sedemikian cepatnya, hampir berbareng dengan datangnya serangan Liok Cit, atau paling tidak sedetik berikutnya, dan dilakukan secara otomatis sehingga tak ada kesempatan sama sekali bagi Liok Cit untuk menghindarkan diri. Pedang yang dipegangnya lantas terlepas sebab lengan kanan yang ditekuk bagian sikunya itu seperti lumpuh, kakinya tertekuk dan tamparan pada pundak membuat dia terjungkal!

Masih untung baginya bahwa Sin Hong membatasi tenaganya. Kalau saja pemuda ini menyerang sungguh-sungguh, tentu dia langsung tewas seketika. Dengan penasaran Liok Cit mengambil pedangnya dan meloncat berdiri, siap untuk menyerang lagi, akan tetapi terdengar bentakan Sin-kiam Mo-li.

"Liok Cit, mundur kau!"

Wanita iblis ini maklum bahwa jangankan Liok Cit, bahkan ia sendiri pun dibantu oleh semua anak buahnya yang berada di situ, takkan mampu menandingi Sin Hong yang tentu akan dibantu oleh Suma Lian pula.

Sementara itu, Yo Han langsung bersorak gembira melihat kehebatan Sin Hong dan dia pun berkata, "Paman, aku akan ikut bersama Paman dan ingin menjadi murid Paman." Setelah berkata demikian, dia lari mendekat dan memegang tangan Sin Hong. Melihat ini, legalah hati Bi-kwi yang tadinya khawatir kalau-kalau puteranya itu tetap tidak mau pergi.

"Taihiap, tolonglah, harap Taihiap sudi membawa puteraku ini. Kami suami isteri akan berterima kasih sekali," kata Bi-kwi dengan suara memohon. Ia mengenal kekerasan hati puteranya, sekali pilihan puteranya dijatuhkan kepada pemuda itu, tentu dia tidak mau disuruh ikut orang lain.

Sin Hong memandang kepada Yo Han yang memegang tangannya dan dia tersenyum. Semenjak tadi dia memang sudah merasa suka sekali kepada Yo Han. Akan tetapi mempunyai murid? Dia masih terlalu muda, hidupnya sendiri masih berkelana dan dia masih memiliki banyak tugas, menyelidiki pembunuh ayahnya dan lain-lain. Akan tetapi, dia pun tahu bahwa dalam keadaan terjepit seperti sekarang ini, ibu dari anak itu tidak berdaya dan dia harus menolongnya, maka dia pun mengangguk.

"Baiklah, harap jangan khawatir, Enci," katanya.

Hampir saja Bi-kwi bersorak saking girang dan lega hatinya. "Terima kasih, Taihiap, dan harap suka memperkenalkan nama agar kami tidak akan melupakan Taihiap."

Jarang Sin Hong memperkenalkan namanya, apa lagi nama tiga orang gurunya. Akan tetapi karena ia hendak membawa pergi anak orang, maka terpaksa ia berterus terang, "Namaku Tan Sin Hong, Enci. Mari Yo Han, mari kita pergi dari sini."

Dia lalu menggandeng tangan anak itu dan pergi sambil melirik ke arah Suma Lian dan mengangguk sebagai tanda hormat.

"Ibu, selamat tinggal. Tolong sampaikan hormatku kepada ayah!" Yo Han berteriak pada ibunya sambil menoleh, lalu dia pun melanjutkan langkahnya di samping penolong yang kini menjadi gurunya. Bi-kwi memandang dengan kedua mata basah.

Suma Lian merasa serba salah. Ingin dia menerjang Sin-kiam Mo-li yang tadi hampir mencelakainya dengan jebakan. Akan tetapi bukan dia takut melakukan ini, melainkan karena ia tahu bahwa Bi-kwi tentu akan membantu iblis betina itu demi keselamatan suaminya yang menjadi sandera. Tidak, ia harus dapat mencari jalan lain, ia tidak ingin mengorbankan keselamatan wanita itu dan suami wanita itu yang tidak berdosa.

Sejak tadi ia menonton dan diam diam ia pun terkejut melihat betapa lihainya Sin Hong. Akan tetapi setelah Yo Han memilih pemuda itu untuk diikutinya, ia merasa mendongkol bukan main. Bukan karena ia terlalu senang kalau dititipi seorang anak laki-laki, akan tetapi ibu anak itu tadinya minta tolong kepadanya, ibu anak itu hendak menitipkan Yo Han kepadanya.

Akan tetapi pemuda bernama Tan Sin Hong itu seolah-olah menyainginya dan merebut Yo Han dari tangannya. Hal ini membuat hatinya penasaran bukan main. Seolah-olah pemuda itu membuat ia malu dan menurunkan harga dirinya di depan banyak orang!

Kini, Sin-kiam Mo-li, Liok Cit, juga Bi-kwi dan semua anak buah yang berpakaian serba merah itu menunggu apa yang akan dilakukannya dan mereka agaknya sudah bersiap siaga. Juga Bi-kwi memandang kepadanya dengan sinar mata memohon, sinar mata yang jelas mengharapkan supaya dia pergi saja dan tidak melanjutkan perkelahiannya melawan Sin-kiam Mo-li dan anak buahnya.

"Huhhh!" Suma Lian mengeluarkan dengus marah dan tanpa berkata sesuatu, dia pun membalikkan tubuhnya. Dengan beberapa loncatan saja bayangannya lenyap di antara pohon-pohon.

"Bukan main...!" Bi-kwi menarik napas panjang memuji. "Orang-orang muda sekarang sungguh amat hebat, demikian muda telah memiliki ilmu silat yang begitu hebat. Ahhh, kita seperti katak dalam tempurung..., ketinggalan jauh..."

Sin-kiam Mo-li merasa diejek dan diremehkan. Ia cemberut dan menjawab seperti orang bersungut, "Tentu saja, gadis itu cucu buyut Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, dan pemuda itu murid Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya..."

"Ohhh...!"

Wajah Bi-kwi berseri dan matanya bersinar-sinar. Ia sudah dapat menduga bahwa gadis yang bernama Suma Lian itu tentu keturunan Pendekar Pulau Es, akan tetapi yang membuat ia merasa amat gembira adalah ketika mendengar tentang pemuda yang kini menjadi guru puteranya itu. Murid suami isteri penghuni Istana Gurun Pasir! Bukan main! Tentu saja hatinya girang mendengar bahwa puteranya menjadi murid seorang muda yang sakti. Pantas pemuda itu sedemikian lihainya!

Melihat kegembiraan di wajah Bi-kwi, Sin-kiam Mo-li merasa semakin mendongkol. Dia sendiri amat membenci pemuda murid Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir itu. Teringat ia betapa kurang lebih dua tahun yang lalu, ia dan enam belas orang lainnya, sebagian dari Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, menyerbu ke Istana Gurun Pasir. Mereka berhasil menewaskan tiga orang tua penghuni istana itu, akan tetapi di pihaknya sendiri, empat belas orang tewas sedangkan sisanya, yaitu ia sendiri, Thian Kong Cinjin dan Thian Kek Sengjin, terluka cukup parah!

Dan kini muncul murid mereka yang sangat lihai! Ia merasa menyesal sekali mengapa dahulu dia tidak membunuh saja pemuda itu, bahkan usahanya untuk 'memperkosa' pemuda itu pun gagal!

"Sudahlah, Bi-kwi. Mari kita pergi. Yang penting, mulai sekarang engkau harus mentaati semua perintah dari pimpinan kami, membantu gerakan kami berjuang dan berusaha menumbangkan kekuasaan pemerintah penjajah Mancu."

Bi-kwi mengangguk dan sambil tersenyum dia mengikuti rombongan Sin-kiam Mo-li meninggalkan tempat itu. Ia melihat betapa suaminya terdapat pula dalam rombongan itu, bahkan tidak dibelenggu dan ia pun diperbolehkan berjalan dekat suaminya. Tanpa berkata-kata, mereka saling berpegang tangan dan berjalan.

Sin-kiam Mo-li berjalan di belakang mereka siap dengan senjatanya untuk mencegah kalau-kalau Bi-kwi berusaha melarikan suaminya. Namun, Bi-kwi tidaklah sebodoh itu. Ia tahu betapa lihainya Sin-kiam Mo-li, apa lagi ditambah dengan banyak anak buahnya. Ia takkan mampu melarikan suaminya dengan jalan kekerasan. Kalau hal itu dicobanya, berarti ia hanya akan bunuh diri bersama suaminya.

Biar pun hatinya sudah merasa lega dan tenang karena putera mereka telah ikut pergi bersama Tan Sin Hong yang sakti, namun ia harus dapat mempertahankan dirinya dan suaminya dari kebinasaan. Dan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri mereka berdua hanyalah mentaati perintah Sin-kiam Mo-li untuk sementara waktu ini.

Tentu saja dia tidak mau percaya begitu saja bahwa seorang jahat dan keji semacam Sin-kiam Mo-li, mendadak bisa berubah menjadi seorang patriot! Tentu ada apa-apanya dalam pergerakan yang dimaksudkan Sin-kiam Mo-li itu. Maka, ia pun menjadi penurut. Wajahnya selalu cerah, apa lagi karena dia diberi kebebasan untuk berkumpul dengan suaminya, biar pun siang malam mereka berdua selalu dibawah pengawasan ketat.....

KISAH SI BANGAU PUTIH (seri ke 13 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang