Jilid 21/39

1.1K 10 0
                                    

"Liong-ko, kalau begitu... Tiat-liong-pang akan memusuhi pasukan pemerintah?"

Pemuda itu mengangguk, "Tentu saja, pasukan pemerintah adalah pasukan kerajaan penjajah dan..."

"Tapi... tapi kakakku, Pouw Ciang Hin kabarnya menjadi perwira pasukan pemerintah! Kabarnya dia ditugaskan di perbatasan utara ini dan apakah sampai sekarang anak buahmu belum dapat menemukannya?"

Siangkoan Liong tersenyum tenang.

"Jangan khawatir, Sian-moi. Ketahuilah bahwa komandan pasukan yang bertugas di utara ini telah mengadakan hubungan dengan kami dan dia mendukung gerakan kami. Jadi, kalau kakakmu itu menjadi perwira bawahannya, tentu hal itu berarti bahwa kakakmu juga akan bekerja sama dengan kita. Engkau tentu suka membantu, bukan?"

Gembira rasa hati Li Sian mendengar tentang kakaknya itu. "Ahh, kalau begitu bagus sekali. Tentu saja aku suka membantu, Liong-ko."

Namun Siangkoan Liong masih belum merasa puas dengan kesanggupan ini. Selama belasan hari ini, diam-diam dia mengamati gerak-gerik Li Sian dan bahkan menyuruh Sin-kiam Mo-li diam-diam melakukan pengamatan dari jauh. Satu hal yang membuat dia merasa gelisah dan belum percaya benar adalah karena menurut keterangan Sin-kiam Mo-li, Pouw Li San adalah murid dari mantu Pendekar Super Sakti Pulau Es!

Padahal, dia sudah mendengar bahwa di antara keluarga Pulau Es dan keluarga kaisar Mancu, masih terdapat hubungan kekeluargaan yang dekat. Isteri Pendekar Pulau Es adalah seorang puteri Mancu, bahkan isterinya dan puterinya pernah menjadi panglima-panglima Mancu yang gagah perkasa dan pada waktu yang lampau sudah menumpas banyak gerakan pemberontakan.

"Sian-moi, engkau pernah menceritakan kepada ayah bahwa gurumu adalah seorang sakti, keluarga Pulau Es, bahkan mantu dari mendiang Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Lalu bagaimana pendapat mendiang gurumu itu tentang pemerintah penjajah dan gerakan para patriot?" Dia memancing.

Li Sian mengingat-ingat, lalu menggeleng kepalanya. "Seingatku, suhu belum pernah bicara tentang pemerintahan dan jika sekali waktu aku bertanya dia tak mau memberi penjelasan. Hanya pernah dia mengeluh tentang kelemahan kaisar yang membiarkan dirinya dipermainkan para pembesar durjana."

"Nah, tidak salah lagi. Diam-diam suhu-mu itu pun tentu tidak setuju dengan adanya pemerintah penjajah yang lalim!" Siangkoan Liong berseru girang. Tadinya dia khawatir bahwa guru gadis ini condong memihak kerajaan.

Pada saat itu, nampak serombongan orang datang. Dari jauh saja Siangkoan Liong dan Li Sian bisa mengenal rombongan yang dipimpin oleh Sin-kiam Mo-li, kini mengiringkan seorang laki-laki dan seorang wanita yang berjalan sambil bergandeng tangan.

Laki-laki itu nampak bersikap gagah walau pun langkahnya tak menunjukkan dia pandai ilmu silat. Sedangkan wanita itu cantik manis, berusia mendekati empat puluh tahun, sebaya dengan laki-laki itu. Tetapi wanita yang nampak tenang sederhana itu memiliki langkah kaki yang mengejutkan Siangkoan Liong dan Li Sian karena mereka berdua dapat menduga bahwa wanita itu bukanlah orang sembarangan.

Laki-laki dan wanita itu adalah Yo Jin dan Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi yang baru datang bersama rombongan Sin-kiam Mo-li. Setelah rombongan mereka sampai di luar daerah kekuasaan Tiat-liong-pang, rombongan ini disambut oleh Toat-beng Kiam-ong dan para tokoh yang membantu pergerakan Tiat-liong-pang, di antaranya nampak ada beberapa orang pendeta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw.

Melihat mereka diam-diam Bi-kwi terkejut. Tadinya ia mulai percaya akan pengakuan Sin-kiam Mo-li bahwa iblis betina itu sedang membantu perjuangan orang-orang gagah yang dipimpin oleh ketua Tiat-liong-pang, akan menentang pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi, ketika melihat orang-orang yang dikenalnya sebagai tokoh sesat, dia pun mulai meragu lagi. Akan tetapi, dengan cerdik Bi-kwi diam saja, bahkan pura-pura tidak mengenal mereka.

Melihat betapa Sin-kiam Mo-li pulang sambil membawa laki-laki dan wanita yang tidak dikenalnya itu, Siangkoan Liong segera bangkit dan menghadang, diikuti oleh Li Sian yang juga ingin tahu.

"Mo-li, siapakah dua orang saudara yang barusan datang ini?" tanya Siangkoan Liong sambil memandang kepada Bi-kwi karena kecantikan wanita ini pun menarik hatinya.

Sin-kiam Mo-li tersenyum dengan bangga karena dia merasa betapa usahanya telah berhasil baik. "Siangkoan-kongcu, dia inilah Bi-kwi yang pernah saya bicarakan dengan Kongcu dan dengan bengcu (pemimpin). Saya telah berhasil mengajaknya ke sini dan bergabung dengan kami. Dan laki-laki ini adalah suaminya. Bi-kwi adalah murid utama dari mendiang Sam Kwi, dia lihai bukan main, Kongcu." Kemudian ia memperkenalkan pemuda itu kepada Bi-kwi dan Yo Jin. "Kongcu ini adalah putera dari pimpinan kami bernama Siangkoan Liong."

Bi-kwi memandang pemuda itu. Sekali pandang saja tahulah Bi-kwi bahwa pemuda tampan yang kelihatan lemah lembut ini mempunyai kepandaian tinggi. Juga di balik kelembutan sikapnya itu, di balik sinar matanya yang lembut, dia dapat melihat gairah nafsu yang besar, maka diam-diam ia berhati-hati.

Juga ia memandang kepada gadis yang berada di dekat Siangkoan Liong, dan ia pun bisa menduga bahwa gadis itu pun bukan gadis sembarangan. Hemmm, di sini banyak terdapat orang pandai, pikir Bi-kwi khawatir. Tadi pun ia mengenal Toat-beng Kiam-ong, tokoh-tokoh Pek-lian-kauw, dan Pat-kwa-kauw, juga beberapa orang kang-ouw yang berkepandaian tinggi berada di tempat itu.

Siangkoan Liong mengerutkan alisnya. Agaknya dia memandang rendah kepada Bi-kwi dan suaminya. Betapa pun lihainya, agaknya suami isteri itu berada di bawah pengaruh Sin-kiam Mo-li. Orang yang kelihaiannya tidak melebihi Sin-kiam Mo-li, kurang menarik hatinya walau pun sempat hatinya terguncang dan gairahnya bangkit oleh kecantikan Bi-kwi yang sudah matang itu!

"Bawalah mereka menghadap ayah," katanya. Dia pun mengajak Li Sian untuk kembali duduk bercakap-cakap di dalam taman. Rombongan itu lalu masuk ke dalam untuk menghadap Siangkoan Lohan.

Setelah mereka berdua duduk lagi di dalam taman. Li Sian bertanya, "Apakah suami isteri itu pun hendak membantu gerakan yang dipimpin oleh ayahmu, Liong-toako?"

"Agaknya begitulah. Perjuangan ini didukung oleh orang gagah, dan aku yakin bahwa usaha ayah akan berhasil baik," kata Siangkoan Liong gembira.

"Wanita itu kelihatan memiliki kepandaian tinggi," kata pula Li Sian.

"Kau tunggu saja, Sian-moi. Kalau ada kesempatan akan kuperkenalkan engkau kepada suhu-ku."

"Gurumu?" Gadis itu memandang wajah pemuda di depannya dalam keremangan cuaca senja. "Bukankah gurumu itu adalah paman Siangkoan Tek sendiri? Bukankah ayahmu memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi?"

Pemuda itu tersenyum bangga. "Memang benar, Sian-moi. Akan tetapi guruku ini lebih lihai lagi. Ayah sendiri pernah menguji kepandaiannya maka ayah memperbolehkan aku berguru padanya. Ilmu kepandaian guruku itu sulit diukur sampai bagaimana tingginya!"

Li Sian tersenyum dalam hatinya. Baru kini dia mendengar ucapan yang mengandung nada bangga dan bahkan sombong dari pemuda ini. Dia tidak merasa heran karena mungkin saja apa yang dikatakan pemuda ini benar. Menurut keterangan gurunya, di dunia ini memang banyak terdapat orang-orang sakti.

"Siapakah gurumu, Liong-toako? Dan kenapa tidak sejak kemarin aku kau perkenalkan padanya?"

"Guruku sedang bertapa dan dia tidak suka diganggu. Kelak jika dia kebetulan datang berkunjung ke sini, barulah akan kuperkenalkan engkau kepadanya. Beliau bernama keturunan Ouwyang, biasa disebut Ouwyang Sianseng (Tuan Ouwyang) dan tak pernah ada yang tahu siapa namanya. Nama julukannya adalah Nam-san Sianjin (Manusia Dewa Pegunungan Selatan). Dia bukan orang sembarangan, Sian-moi, karena dahulu dia pernah menjadi seorang yang sangat penting, bahkan menjadi penasehat raja di Kerajaan Birma."

Li Sian tertarik sekali. Ia sudah dapat menduga bahwa pemuda ini memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi belum pernah dia menyaksikannya. Selama belasan hari ini mereka bergaul cukup rapat hingga dia seolah-olah diberi kesempatan untuk mengenal pemuda ini, bukan hanya wajahnya, bentuk tubuhnya, suaranya, akan tetapi juga keadaan dan wataknya. Akan tetapi dia belum melihat sampai di mana tingkat kepandaiannya, dan berkenalan tanpa mengetahui atau melihat kepandaiannya tentulah tidak lengkap. Ingin ia menguji kepandaian pemuda itu. Apakah jauh di atas tingkatnya sendiri?

"Liong-ko, setelah engkau menerima gemblengan dari ayahmu sendiri, kemudian dilatih pula oleh seorang sakti seperti gurumu, tentu engkau kini telah memiliki tingkat ilmu silat yang amat tinggi. Semenjak kecil kita sudah saling mengenal, bahkan kini ayahmu juga menerimaku dengan ramah dan baik, bahkan menganggap aku sebagai keponakannya sendiri sehingga antara kita terdapat pertalian persaudaraan. Oleh karena itu, aku ingin sekali melihat sampai di mana tingkat kepandaianmu itu, Toako, agar supaya aku dapat menambah pengetahuanku darimu."

Siangkoan Liong tersenyum, apa lagi melihat gadis itu sudah bangkit berdiri menuju ke petak rumput yang cukup luas dan enak untuk dipakai berlatih silat, di dalam taman itu dekat kolam ikan, dan gadis itu berdiri tegak menantinya. Tentu saja dia tahu bahwa gadis itu agaknya ingin sekali menguji kepandaiannya, tentunya dengan maksud baik, karena jelas nampak olehnya betapa Li Sian mulai tertarik kepadanya. Dia pun bangkit berdiri dan menghampiri gadis itu.

"Sian-moi, aku sudah melihat bahwa engkau mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi sehingga pada waktu engkau pertama kali muncul di sini, engkau mampu menandingi kelihaian Sin-kiam Mo-li. Aku menjadi gentar melawanmu, Sian-moi. Bagaimana kalau sampai aku tewas atau terluka parah karena pukulanmu?"

"Aih, Liong-toako, harap jangan berkata demikian. Kepandaian Sin-kiam Mo-li amat lihai dan kalau tidak muncul ayahmu datang melerai, tentu aku akan celaka di tangannya. Aku hanya ingin melihat sendiri kelihaianmu dalam suatu permainan bersama. Bagai mana mungkin kita akan saling melukai? Sudahlah, Toako, jangan terlalu pelit, mari kita main-main sebentar untuk membuka mataku."

"Baik, Sian-moi. Nah, aku sudah siap, kau mulailah keluarkan seranganmu!" pemuda itu berkata sambil memandang dengan senyum memikat dan dia pun membuka pasangan kuda-kuda yang gagah dan indah.

Li Sian yang memang ingin sekali mengetahui sampai di mana kelihaian pemuda yang menarik hatinya ini, segera mengeluarkan seruan sebagai isyarat bahwa dara ini mulai menyerang. Serangan awalnya merupakan tamparan ke arah pundak Siangkoan Liong, seperti main-main saja, akan tetapi gadis ini mengerahkan tenaga Hui-yang Sinkang (Tenaga Sakti Inti Api) ke dalam telapak tangannya sehingga hawa panas menyambar ke arah pundak Siangkoan Liong.

Pemuda ini kagum sekali ketika merasakan betapa tangan kanan gadis itu menyambar lambat namun membawa hawa yang amat panas. Dia pun cepat menggerakkan tangan kirinya menangkis untuk melindungi pundaknya. Karena dia maklum bahwa gadis manis itu menggunakan sinkang untuk menguji tenaganya, maka dia pun mengerahkan tenaga sinkang dalam lengan yang menangkis itu.

"Dukkk!"

Kedua lengan bertemu dan hampir Siangkoan Liong berseru karena dia merasa betapa hawa panas menyusup ke dalam lengannya. Cepat dia menarik kembali lengannya dan loncat ke belakang, mengerahkan hawa sakti dalam tubuhnya untuk mendorong keluar lagi hawa panas itu.

Li Sian tadi tidak menggunakan seluruh tenaganya, seperti juga yang dilakukan pemuda itu, karena memang dara ini hanya ingin menguji saja. Ketika melihat bahwa pemuda itu mampu menangkis tamparan yang mengandung Hui-yang Sinkang, dia merasa kagum dan menyerang lagi, kini dengan tangan kiri yang mendorong dengan tenaga Swat-im Sinkang (Tenaga Sakti Inti Salju).

Kembali pemuda itu menangkis, agak menambah tenaga sinkang-nya karena dia tahu bahwa gadis cantik ini memang lihai dan kuat. Kembali kedua lengan mereka bertemu dan Siangkoan Liong kini meloncat mundur, tidak lagi sambil menahan seruannya.

"Bukankah itu tadi dua tenaga sakti dari Pulau Es yang terkenal itu? Yang panas adalah Hui-yang Sinkang dan yang dingin ini tadi Swat-im Sinkang?" tanyanya setelah berhasil mendorong keluar pengaruh hawa dingin yang menyusup ke dalam tubuhnya.

Li Sian menjadi semakin kagum. Pemuda itu ternyata mampu mengenali dua macam tenaga sinkang yang dipelajarinya dari gurunya, Bu Beng Lokai.

"Benar sekali, Toako. Sekarang terimalah lagi seranganku ini!" katanya gembira.

Kini tubuhnya bergerak cepat karena dia sudah memainkan Ilmu Silat Lo-thian Sin-kun (Silat Sakti Mengacau Langit) yang juga merupakan salah satu ilmu silatnya yang paling hebat di samping ilmu pedangnya yang sama dasarnya, yaitu Lo-thian Kiam-sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit).

Menghadapi gerakan ilmu silat yang amat dahsyat itu, cepat dan mengandung tenaga besar, Siangkoan Liong berseru, "Bagus sekali!"

Dia pun menghadapi terjangan Li Sian dengan hati-hati, juga dengan cepat sekali. Dia maklum akan kelihaian gadis ini, dan tahu pula bahwa kalau dia hanya mengandalkan kelincahan dan tenaga untuk bertahan saja, akhirnya dia akan kalah. Maka, pemuda ini, yang tidak mau dikalahkan karena hal itu akan merendahkan dirinya dalam pandangan gadis yang sangat menarik hatinya itu, segera bergerak membalas dengan serangan-serangan yang tidak kalah dahsyatnya. Dia telah mainkan ilmu silatnya yang aneh, yang lebih banyak mempergunakan loncatan-loncatan dan tendangan sambil meloncat, yaitu Kong-ciak Sin-kun (Silat Sakti Burung Merak) yang pernah dipelajarinya dari Ouwyang Sianseng dan kini menjadi ilmu andalannya.

Memang hebat sekali ilmu silat ini karena mampu menandingi Lo-thian Sin-kun yang merupakan satu di antara ilmu-ilmu silat tinggi. Makin kagum rasa hati Li Sian melihat betapa ilmu silat aneh dari pemuda itu sangat lincah dan berbahaya, sehingga ketika ia memainkan Lo-thian Sin-kun, Siangkoan Liong sama sekali tidak terdesak, bahkan dia mampu membalas setiap jurus serangannya dengan sama hebatnya.

Mereka saling serang sampai tiga puluh jurus lebih dan melihat ini, Li Sian makin lama semakin menambah tenaganya. Sampai akhirnya dia mengerahkan semua tenaga dan kepandaian, namun tetap saja ia tidak mampu mendesak Siangkoan Liong, sebaliknya, pemuda ini juga semakin kagum pula karena baru setelah dia mengerahkan hampir semua tenaganya, gadis itu tidak mampu menjadi semakin hebat. Hal ini menunjukkan bahwa biar pun tidak banyak selisihnya, namun tingkatnya masih lebih tinggi.

Akan tetapi tentu saja dia tidak ingin mengalahkan nona itu dengan keras, tidak mau melukainya, maka otaknya yang cerdik itu mencari-cari akal bagaimana dia akan dapat memenangkan pibu (adu silat) itu tanpa melukai lawan. Dia pun teringat akan sebuah ilmu silat dari keluarganya, yaitu Tiat-wi Liong-kun (Ilmu Silat Naga Ekor Besi) yang juga menggunakan tenaga sinkang yang istimewa dan semenjak tadi dipergunakannya untuk menandingi sinkang dari Li Sian, yaitu Liong-jiauw-kang (Tenaga Sakti Cakar Naga).

Sinkang yang dimilikinya telah diperkuat dengan gemblengan Ouwyang Sianseng, maka kini dalam hal sinkang, dia malah lebih kuat dari pada ayahnya sendiri. Ilmu Silat Naga Ekor Besi ini mempunyai beberapa jurus yang dicampur dengan ilmu gulat dari Mongol, yaitu ilmu untuk menangkap dan membanting. Juga terdapat cara-cara menangkap dan mengempit lawan sampai tidak mampu lolos atau pun bergerak lagi. Inilah yang akan digunakannya karena hanya ilmu ini yang akan mampu memberinya kemenangan tanpa melukai atau merobohkan lawan.

Akan tetapi, Siangkoan Liong adalah seorang pemuda yang selain cerdik, juga sudah mempelajari kebudayaan sejak kecil. Dia tahu bahwa jika dia melakukan penangkapan dan himpitan seperti itu terhadap Li Sian, tentu akan membuat Li Sian menyangka dia sengaja mempermainkan dan hendak kurang ajar, mempergunakan 'kesempatan' untuk memeluk dan menangkap gadis itu.

Maka, sebelum mempergunakan ilmu itu, dia terlebih dahulu akan memberi peringatan agar gadis itu tidak menyangka yang bukan-bukan, walau pun tentu saja satu di antara sebab yang mendorongnya menaklukkan Li Sian dengan cara itu adalah untuk dapat merangkul dan mendekap tubuh yang membuatnya tergila-gila itu!

Mendadak Siangkoan Liong mengubah gerakannya dan berseru, "Awas, Sian-moi, aku akan menyerang dengan tendangan Ban-kin-twi!"

Dan kini Siangkoan Liong sudah menggunakan kedua kakinya yang secara bertubi-tubi melakukan tendangan yang amat cepat dan kuat. Ban-kin-twi (Tendangan Selaksa Kati) adalah ilmu tendangan dari ayahnya, yang selain cepat dan sukar diduga dari mana datangnya tendangan, juga amat kuat, sesuai dengan namanya.

Melihat tendangan kedua kaki yang menyambar-nyambar dari segala jurusan ini, Li Sian cepat mainkan San-po Cin-keng. Kedua kakinya membuat langkah-langkah aneh yang teratur rapi dan sungguh aneh, semua sambaran kaki Siangkoan Liong hanya mengenai angin saja karena setiap kali kakinya meluncur, tubuh gadis itu telah bergeser dengan langkahnya yang ringan, aneh dan cepat. Akan tetapi, dengan begini, Li Sian pun tidak mampu lagi balas menyerang sehingga ia nampak terdesak.

"Sekarang aku akan menyerang dengan Ilmu Silat Tiat-wi Liong-kun, Sian-moi. Awas!" Dan pemuda itu sudah menghentikan rangkaian tendangannya, kini menyerang dengan cengkeraman-cengkeraman yang dicampur dengan totokan dan tendangan.

Li Sian menghadapi serangan-serangan ini dengan kembali mainkan Lo-thian Sin-kun agar ia dapat membalas serangan sehingga keduanya sudah bertanding lagi dengan amat serunya.

Pada waktu Siangkoan Liong melihat kesempatan baik, melihat tangan kanan Li Sian menyambar ke arah lambungnya dengan pukulan jari tangan terbuka, seperti pedang, secepat kilat dia menangkap pergelangan tangan kanan itu dengan tangan kanannya dan cepat sekali, tanpa dapat diduga oleh Li Sian, dia sudah menyusup ke belakang tubuh gadis itu sambil memuntir lengan kanan Li Sian sehingga lengan kanan gadis itu terpuntir ke belakang tubuhnya.

Kini tubuh Siangkoan Liong berada di sebelah kiri agak ke depan, dengan lengan kanan gadis itu masih dipuntir dan dicengkeram pergelangannya. Li Sian cepat menggunakan siku lengan kirinya untuk menyerang agar pemuda itu melepaskan lengan kanannya, akan tetapi serangan ini sudah diduga lebih dahulu oleh Siangkoan Liong yang cepat menggunakan tangan kirinya mencengkeram pula ke arah siku lengan kiri Li Sian.

Siku itu dapat dicengkeram dan seketika gadis itu merasa tenaga pada lengan kirinya lenyap dan lumpuh. Ia terkejut dan cepat memutar tubuh ke kiri dan kakinya bergerak hendak mengirim tendangan. Akan tetapi kembali gerakan ini sudah dapat diduga oleh Siangkoan Liong dan cepat sekali kaki pemuda itu telah mendahului, dimajukan ke depan di antara kedua kaki Li Sian.

Dengan demikian, tentu saja gadis itu tidak berani melakukan tendangan karena bagian tubuhnya yang paling rahasia menempel pada paha di atas lutut Siangkoan Liong. Gadis itu mencoba untuk meronta, namun hasilnya hanya membuat dadanya bergeser dengan lengan kiri pemuda itu yang mencengkeram siku kirinya dan lengan itu ditekuk sehingga siku kiri pemuda itu mengancam dadanya! Wajah Li Sian berubah merah sekali merasa betapa bagian tubuh depan telah bersentuhan dan didekap oleh siku dan lutut pemuda itu!

"Sian-moi, inilah ilmu gulat yang terdapat dalam Tiat-wi Liong-kun kami. Maafkan aku!" katanya dan ketika bicara ini, wajahnya dekat sekali dengan wajah Li Sian.

Ia pun cepat melepaskan kedua tangannya dan melangkah mundur sambil berkata lagi, "Wah, ilmu kepandaianmu hebat sekali, Sian-moi. Kalau aku tidak mempergunakan akal dengan ilmu gulat yang tidak kau kenal, belum tentu aku akan mampu menyelamatkan diri dari serangan-serangan dan desakanmu."

Sampai beberapa lamanya Li Sian tak mampu bicara, jantungnya masih berdebar keras dan tubuhnya terasa panas dingin. Ia merasa malu sekali. Bukan karena kekalahannya, sama sekali bukan, melainkan mengingat betapa tadi ia sudah dirangkul, didekap dan tubuhnya bersentuhan dengan tubuh pemuda itu!

Ia tidak dapat marah, karena ia tahu bahwa pemuda itu sama sekali tidak bermaksud menghinanya, tidak bermaksud melakukan perbuatan cabul dan tidak sopan. Bukankah Siangkoan Liong sudah memperingatkannya setiap kali hendak mengeluarkan suatu ilmunya? Dan pemuda itu tadi mempergunakan ilmu gulat untuk mengalahkannya, dan tentu saja ilmu gulat itu dimainkan dengan cara menangkap, memuntir dan menekan atau menghimpit. Akan tetapi, mengingat betapa payudaranya tadi tertekan oleh lengan Siangkoan Liong, dan antara kedua pahanya tertekan oleh lutut pemuda itu, sungguh membuat ia merasa tubuhnya panas dingin.

"Kenapa, Sian-moi? Maafkan aku, kalau aku telah mengalahkanmu dengan ilmu gulat hingga membuat hatimu kecewa," kata Siangkoan Liong sambil memandang khawatir.

Li Sian tersenyum malu-malu dan menggelengkan kepala. "Ahh, tidak, Liong-toako. Aku memang sudah menduga bahwa aku takkan menang melawanmu dan ternyata engkau memang hebat, tingkat kepandaianmu lebih tinggi dari pada aku, Toako."

"Sudahlah, Sian-moi. Terus terang saja, kalau aku tidak menguasai ilmu silat bercampur ilmu gulat, agaknya aku tidak akan mampu mengalahkanmu. Malam telah tiba, marilah kita mencari anak buahku yang berjanji bahwa malam ini dia akan mengajak kakakmu itu datang untuk bertemu denganmu."

Bukan main girangnya hati Li Sian. Ia bangkit lagi dari tempat duduknya dan berseru, "Ahhh, terima kasih, Toako. Sungguh aku berterima kasih sekali kalau hal itu benar dan aku dapat bertemu dengan kakak sulungku Pouw Ciang Hin!"

Mereka lalu meninggalkan taman itu dan sungguh aneh, seperti sudah sewajarnya saja tangan pemuda itu menggandeng tangan Li Sian dan lebih aneh pula, gadis ini pun tidak menarik tangannya, hanya tangan itu agak dingin dan sedikit gemetar ketika Siangkoan Liong menggenggamnya. Akan tetapi dalam genggaman tangan pemuda itu yang mesra dan lembut, tangan Li Sian menjadi makin hangat dan tidak gemetar lagi.....

KISAH SI BANGAU PUTIH (seri ke 13 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang