Pada waktu mereka berdua tiba di ruangan makan, di situ sudah duduk Sin-kiam Mo-li, Toat-beng Kiam-ong Giam San Ek, Bi-kwi, Tiat-liong Kiam-eng suheng dari Siangkoan Liong tadi, juga Thian Kong Cinjin dan Thian Kek Sengjin, serta beberapa orang tokoh lain yang menjadi pembantu atau sekutu ketua Tiat-liong-pang. Mereka semua duduk menghadapi meja makan dan agaknya mereka sedang makan minum, atau baru saja selesai. Pada waktu melihat Siangkoan Liong datang memasuki ruangan makan sambil menggandeng tangan Pouw Li Sian, mereka semua bangkit berdiri untuk menghormati Siangkoan Liong, kemudian mereka memandang kepada gadis yang baru saja kematian kakak kandungnya itu.
"Para locianpwe dan saudara sekalian, kami membawa berita baik, yaitu bahwa nona Pouw Li Sian dan saya akan bertunangan, peresmiannya sebulan dari sekarang," kata Siangkoan Liong dengan wajah berseri gembira.
Mendengar ini, semua yang hadir menyambut dengan gembira. Ada yang bersorak, ada yang tertawa, kecuali tentu saja Bi-kwi yang hanya tersenyum saja dan sedetik wanita ini melempar pandang mata tajam ke arah wajah Pouw Li Sian.
"Ahh, kalau begitu, kita harus memberi ucapan selamat kepada sepasang calon mempelai ini dengan suguhan secawan arak!" kata Sin-kiam Mo-li.
Wanita ini kemudian menuangkan arak yang kemerahan dari sebuah cawan. Bau arak semerbak harum ketika arak itu mengalir ke dalam dua buah cawan bersih. Setelah dua cawan ini penuh arak merah yang harum, Sin-kiam Mo-li kemudian membawanya dan menghampiri Siangkoan Liong dan Pouw Li Sian yang masih berdiri. Dengan sikap dan suara merdu menarik wanita ini menyuguhkan dua cawan arak sambil berkata dengan gembira.
"Perkenankanlah saya menghaturkan selamat atas nama semua kawan yang hadir di sini kepada Ji-wi yang berbahagia," katanya.
Semua orang telah mengisi cawan arak mereka masing-masing, kemudian mereka pun ramai-ramai mengangkat cawan arak mereka sambil membujuk dan berkata, "Selamat kepada Siangkoan-kongcu dan Pouw-siocia!"
Pouw Li Sian sejak kedatangannya pertama sudah merasa tidak senang kepada wanita cantik yang genit itu, dan tadi dia merasa ragu untuk menerima suguhan arak ucapan selamat itu. Akan tetapi melihat betapa semua orang sudah mengangkat cawan arak mereka, dan melihat pula betapa Siangkoan Liong juga sudah menerimanya, terpaksa dia menerimanya pula. Mereka semua lalu minum arak masing-masing sampai habis secawan penuh. Semua orang lalu bertepuk dan bersorak.
"Cu-wi (saudara sekalian), karena kita sudah makan kenyang, dan agaknya kedua calon pengantin belum makan, maka sebaiknya kalau kita tidak ganggu mereka dan biarlah mereka makan berdua saja dengan asyik." Semua orang tertawa dan setelah memberi hormat, mereka keluar dari ruangan makan itu sambil tertawa-tawa.
Siangkoan Liong memanggil pelayan. Empat orang pelayan datang dan dia menyuruh mereka membersihkan meja, kemudian menghidangkan masakan-masakan baru untuk mereka berdua.
Mereka lalu makan minum dan perlahan-lahan, Li Sian sudah melupakan kedukaannya. Ia merasa semakin gembira dan berbahagia, kedua pipinya merah, sinar matanya tajam dan wajahnya berseri, senyumnya tak pernah meninggalkan bibir. Bahkan ia pun hanya tersenyum kalau Siangkoan Liong bersikap dan bicara terlalu mesra, dan ia pun tidak menolak ketika pemuda itu menyuapinya dengan sumpitnya, memilihkan daging yang paling lunak. Mereka pun makan minum sambil berkasih-kasihan.
Li Sian sama sekali tidak tahu bahwa arak yang disuguhkan oleh Sin-kiam Mo-li tadi, untuk menghormatinya, diam-diam telah dimasuki bubuk merah oleh wanita itu. Arak itu telah menjadi arak obat perangsang! Hal ini diketahui pula oleh Siangkoan Liong yang memang sudah mengaturnya bersama wanita itu dan para pembantunya yang lain.
Mereka semua maklum bahwa gadis yang menjadi murid keluarga Pulau Es ini, kalau dapat ditundukkan akan menjadi kawan yang amat berguna, sebaliknya kalau menjadi lawan, ia amat berbahaya. Dan cara satu-satunya untuk menundukkan adalah kalau ia dapat menjadi kekasih atau isteri Siangkoan Liong.
Bahkan ketika Siangkoan Liong, setelah mereka selesai makan, menggandengnya dan mengajaknya masuk ke kamar pemuda itu, Li Sian tidak sadar lagi dan menurut saja seperti seekor domba dituntun ke dalam rumah jagal. Gadis ini pun sama sekali tidak tahu bahwa di luar jendela kamar itu, nampak dua orang yang berdiri sambil bersedakap dan mulut mereka berkemak-kemik.
Mereka adalah Sin-kiam Mo-li dan Thian Kek Sengjin, tokoh besar dari perkumpulan Pek-lian-kauw itu. Mereka berdua adalah ahli-ahli sihir, dan seperti yang telah mereka rundingkan bersama Siangkoan Liong, mereka berdua sekarang membantu pemuda itu, mengerahkan ilmu sihir mereka untuk mempengaruhi Li Sian.
Gadis itu tak berdaya lagi. Memang di dalam hatinya sudah terdapat rasa suka, kagum dan tertarik kepada Siangkoan Liong. Hal ini ditambah lagi bahwa ia kini berada dalam keadaan duka sehingga batinnya menjadi lemah. Kemudian dia pun sudah terlena oleh bujuk rayu Siangkoan Liong dan juga keputusan Siangkoan Lohan di kuburan kakaknya, bahwa ia telah ditunangkan dengan Siangkoan Liong.
Dalam makan minum lagi, sebelumnya dia pun sudah menerima arak obat perangsang dari Sin-kiam Mo-li dan kini, di bawah pengaruh kekuatan sihir dua orang itu, dan bujuk rayu Siangkoan Liong, tentu saja habislah semua daya tahannya. Ia sama sekali tidak melakukan perlawanan dan terulang kembalilah peristiwa dalam kamar itu seperti yang pernah dialami oleh Kwee Ci Hwa.
Baru pada keesokan harinya, Li Sian diam-diam merasa menyesal bukan main dan mencela diri sendiri yang demikian lemahnya. Akan tetapi, semuanya telah terjadi dan karena Siangkoan Liong amat pandai menghiburnya, apa lagi karena pemuda itu adalah calon suaminya sendiri, maka Li Sian akhirnya takluk dan tunduk, tidak lagi menyesali perbuatannya. Sama sekali dia tidak sadar bahwa dia telah menjadi korban dari siasat yang amat lihai, yang telah diatur oleh Siangkoan Liong bersama para sekutunya untuk menjatuhkannya, untuk menariknya menjadi pembantu mereka yang setia.
Masih untung bagi Li Sian bahwa ia memiliki ilmu kepandaian tinggi sehingga nasibnya tidak seperti Kwee Ci Hwa yang dicampakkan begitu saja, seperti sampah tebu setelah manisnya dihisap habis. Dan ia pun mencinta calon suaminya dengan sepenuh hatinya, bahkan ia kini percaya benar akan sucinya perjuangan yang sedang direncanakan oleh calon ayah mertuanya.....
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH SI BANGAU PUTIH (seri ke 13 Bu Kek Siansu)
Acción(seri ke 13 Bu Kek Siansu) Jilid 1- 39 Tamat Episode ini meski masih kental diwarnai oleh kiprah keluarga Pulau Es namun sebenarnya yang menjadi sentral dalam ceritanya adalah keluarga Istana Gurun Pasir. Cerita dalam episode ini memperjelas terkiki...