26-First Blood

355 69 12
                                    

Pukul tujuh malam tepat Jackson dan Mark bertemu di apartemen kecil tempat Bambam tinggal. Mereka naik ke lantai sepuluh dan melangkah menuju ruang kamar Bambam yang terletak di ujung lorong.

"Udah aku bilang gak ada yang buka. Kayaknya dia emang gak ada di dalam, kita pulang aja yuk," ucap Jackson setelah Mark berulang kali menekan tombol bel tetapi tidak ada yang membukakan pintu.

"Tunggu dulu, kita harus masuk untuk memastikannya. Kau tau tanggal lahirnya?"

Jackson menghela nafas kemudian menekan tanggal lahir Bambam namun pintu itu tetap tidak bisa terbuka, "see? Gak bisa, dia gak ada di dalam."

Namun Mark tetap pada pendiriannya, "coba tanya dengan ibunya, mungkin bibi tau apa password rumah Bambam," usulnya.

Kali ini Jackson merasa sedikit setuju. Lalu ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Ibu Bambam. Setelah kurang lebih lima menit berbicara Jackson mematikan ponselnya dan memasukkan kembali ke dalam saku jaketnya.

"Bibi bilang apa?"tanya Mark

Tanpa mengubris pertanyaan Mark, Jackson segera menekan password yang diberikan oleh Ibu Bambam. Daun pintu bewarna coklat tua itu terbuka. Seketika bau amis keluar menyeruak, membuat keduanya menutup hidung saat masuk ke dalam.

Keadaan di apartemen itu gelap karena gorden yang tertutup rapat serta lampu yang tidak dinyalakan.

"Sumpah! Dia simpan apa sampai bau gini? Duh, liat nih aku merinding banget." Jackson mengusap-usap leher dan kedua lengannya.

Sedangkan Mark masuk dengan berani. Ia mencari-cari saklar lampu, lalu ketika menemukannya ia langsung menghidupkannya.

Jackson dan Mark terlonjak kaget melihat tubuh Bambam terkapar di lantai. Wajahnya pucat pasi dan di lehernya terdapat bekas tangan yang bewarna ungu kebiruan. Mark tidak yakin kalau laki-laki itu masih bernyawa.

"Ya Tuhan, apa dia masih hidup?" Tanya Jackson mendekati Mark yang lebih dulu jongkok di sebelah tubuh Bambam.

Mark menggelengkan kepala, "mimpi Tzuyu nyata, benar-benar nyata."

"Maksudmu ini perbuatan Anton?"

Mark mengangguk, "dia berbahaya sekali."

"Ya Tuhan!!! Shit!!!" Jackson mengusap wajah frustasi, "lalu kenapa Bambam? Harusnya dia bunuh aku dulu."

"I dont know tapi menurut mimpi Tzuyu, selanjutnya kau yang akan mati. Dia berjanji hanya tidak akan membunuh Tzuyu saja." Mark menceritakan kembali mimpi buruk yang dialami oleh Tzuyu beberapa malam lalu.

"Maksudmu dia juga akan membunuh bàba?"

Mark membuang muka ke arah lain. Dia lupa kalau Jackson sama sekali tidak tau mengenai kabar hilangnya pesawat yang ditumpangi oleh Tuan Wang dan Nona Sa.

"Apa? Jangan bilang kalau dia udah membunuh bàba!"

"Aku gak tau. Tapi, pesawat yang dinaiki paman dan Nona Sa hilang dan sampai sekarang tidak ada yang tau ada dimana dan apa mereka masih hidup."

"Sialan!! Dia cari mati huh baiklah aku akan membunuhnya!" Ucap Jackson, ia benar-benar kehilangan akal sehatnya.

"Kau gila? Nyawamu sendiri dalam bahaya. Sekarang kita lebih baik urus mayat Bambam dan lapor polisi, di sini ada cctv pasti ada jejak Tuan Anton yang terekam. Polisi bisa menangkapnya segera, kau tenang saja."

Jackson terdiam, menyetujui ide Mark. Dalam lubuk hati terdalamnya ia merasa menyesal. Niat baiknya untuk menghapus kesesatan di Seoul malah menimbulkan teror besar yang membuat orang-orang di sekelilingnya pergi selamanya.

Satu hal yang membuatnya semakin takut hanya Tzuyu, ia takut jika ia mati nanti maka adiknya hanya sebatang kara. Dia sangat takut saat ini.

***

Ponsel milik Tzuyu terus berdering. Namun, gadis itu enggan mengangkatnya. Dia sama sekali tidak mau berbicara dengan siapa pun kecuali dengan Tuan. Itu juga Tzuyu hanya mengeluarkan satu atau dua patah kata.

Tuan yang mendengar ponsel Tzuyu yang terus berdering masuk ke dalam gereja dengan tangan yang masih memegang gunting besar untung menggunting rumput.

"Kenapa tidak diangkat? Mungkin itu penting," tanya Tuan.

"Enggak penting."

Tuan mengambil ponsel Tzuyu yang terletak di atas meja. Ia melihat nama 'Yukhei Wong' tertera jelas di layar ponsel itu, "dari Yukhei, kau tidak mau bicara dengannya?"

Tzuyu tidak menjawab pertanyaan Tuan, ia malah melangkahkan kakinya menuju kamar Mark yang sekarang menjadi kamar miliknya untuk sementara waktu.

Mau tidak mau, Tuan terpaksa mengangkat telepon dari Lucas.

"Yak!! Kenapa lama sekali kau mengangkatnya? Gak tau ya aku mau kabari kalau aku udah di Korea lagi, ayuk kita meet up. I know you pasti miss me, right?"

Tuan terkekeh mendengar ocehan Lucas, "ini bukan Tzuyu."

"Eh? Terus siapa? Apa kau penculik hp ini? Atau kau yang menculik Tzuyu?" Tuduh Lucas.

"Bukan hehehe, apa kau tidak ingat dengan Paman Tuan? Ayahnya Mark."

"Ohh~Sorry sorry paman aku gak tau hehe but by the way kenapa paman yang angkat? Memangnya Tzuyu ada di mana?" Tanya Lucas terdengar bingung.

"Dia ada di sini tapi keadaannya sedang kacau."

"Kacau bagaimana paman?"

"Paman tidak bisa cerita lewat ponsel kalau kau mau tau datang saja ke gerejaku, masih ingat 'kan?"

"Eh? Apa Tzuyu tinggal di sana sekarang? Lalu Mark tinggal di sana juga? Apa mereka tinggal serumah? Kalau gitu I wanna live there too paman," tanya Lucas bertubi-tubi membuat Tuan terkekeh geli mendengarnya.

"Keadaan rumit sekali sekarang. Sebenarnya paman juga tidak tau dengan jelas, tapi sepertinya ini sangat parah," ucap Tuan terlihat sedih.

"Aku pasti ke sana secepatnya. Tapi paman tau 'kan kalau I am an Idol, ruang gerakku terbatas. Paman, aku minta tolong untuk jaga Tzuyu di sana. Bilang kalau aku akan segera datang," ucap Lucas terdengar seperti seorang gentleman.

"Tentu saja aku akan melindunginya. Ohya sekarang aku harus memberi makan Tzuyu, kalau tidak bisa-bisa dia melewatkan makan siangnya. Paman pergi dulu ya," pamit Tuan sebelum mematikan hubungan teleponnya. Menyisakan kebingungan bagi Lucas di seberang sana.

---
Don't forget to vote and comment
---

Cinderella's Winter [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang