Trending Topic

2.2K 52 8
                                    

  kegagalan itu justru adalah ketika kita tidak memulainya  

-Author-
****

Di pintu masjid berkeramik hijau manusia-manusia bermukena serba putih berhamburan keluar tatkala lonceng yang tergantung di tiang beranda kamar berbunyi. Sebagian dari mereka segera memadati sebuah tempat layaknya loket membeli karcis kereta, namun manusia-manusia jelita yang ini bukan mengantri demi mendapatkan sehelai karcis, akan tetapi demi mendapatkan jatah makan siang hari ini. Antrian mulai padat. Salah seorang mencoba merapikan antrian yang sedikit berantakan dan berdesakkan. diambilnya sebuah centong plastik berwarna biru muda lalu membagikan lauk berupa semur tempe balok kepada para pengantri yang berada di hadapannya. Sebenarnya ini bukan bagian dari tugasnya, namum melihat antrian yang tidak teratur, mau tak mau Ia harus mengambil alih tugas itu, membantu adik kelasnya yang sedang kerepotan membagikan nasi seorang diri dengan antrian yang semakin panjang.

Beberapa datang dari arah belakang lalu meminta lauk padanya secara bergantian. Sesekali ia menyungging senyum menanggapi ucapan terima kasih dari beberapa temannya itu maupun pengantri yang ada di hadapannya. Seperti biasa tingkah para senior yang tak mau capek mengantri.

"Shof," panggil seseorang dari arah belakang, ia kenal betul suara perempuan yang memanggilnya itu. Ia segera menoleh dan tersenyum.

"Mal waqi' (1),Han?" tanyanya pada perempuan bermata sipit itu, sambil membagikan semur tempe balok.

"Qod indaki fikroh lil...aflaam (2)?" pertanyaan itu membuat ia seketika tak berkutik. Raut wajahnya berubah.

"Ukhty, bisur'ah(3)!" Gerutu seseorang di hadapannya dengan menyodorkan piring, membuyarkan lamunannya.

Ia, pemilik nama Shofia, segera menuangkan tempe di piring tersebut.

"Laa tufakkiri haadza, nabhats fii waqtil aakhar (4)!" perempuan bermata sipit itu menepuk pundaknya lalu menyodorkan piringnya usai meminta nasi, Shofia pun tersenyum lalu menuangkan tempe balok di piring sahabatnya itu.

"Syukron (5)!" ucapnya mengembangkan senyum memperlihatkan lesung pipitnya.

"La syukro alal wajib (6), Han!" jawabnya membalas senyum, tampak gigi kelincinya menambah senyuman manis dari balik bibirnya.

Di tengah menuangkan satu demi satu lauk kepada para pengantri di hadapannya, terbenak dalam fikirannya percakapan dengan sahabatnya tadi. Jujur sesungguhnya ini adalah waktu yang sangat ia tunggu-tunggu, kesempatan emas tuk mewujudkan impiannya dengan sahabat-sahabatnya. Namun entah mengapa ia merasa takut dan tidak siap. Apalagi kegagalan-kegagalan yang dulu masih selalu terngiang.

Usai membantu adik kelasnya yang sedang membagikan nasi, ia pamit undur diri karena tugasnya telah digantikan oleh pengurus lain yang di nametagnya tertera nama Firda Shalihah. Dengan membawa sepiring nasi dihiasi semur tempe balok, ia membaur bersama teman-temannya yang masih menyantap makanan siang hari ini. Biasanya ia makan sepiring dengan salah satu sahabat dekatnya. Namun hari ini sahabatnya itu sedang puasa, katanya sih puasa qodho. Jadilah ia mencicipi hidangan siang ini seorang diri. Disela-sela melahap makanannya, terdengar sebagian teman-temannya membicarakan rencana pentas seni yang akan diadakan bulan depan, tepatnya di awal bulan maret.

Kini pentas seni memang menjadi trending topic di kalangan kelas akhir. Bagaimana tidak? karena ini adalah acara besar, acara persembahan terakhir sebelum kelulusan, maka tak salah jika para kelas akhir berusaha mempersiapkanya dengan matang. Tepatnya sejak Tania, selaku ketua angkatan, mengumumkan bahwa asatidz (7) mengizinkan kelas akhir mengadakan acara pentas seni. Karena tahun sebelumnya acara pentas seni kelas akhir yang biasa disebut muallimah Show ini ditiadakan oleh pihak pesantren, namun entah mengapa di tahun ini diperbolehkan kembali diadakan. Suatu keajaiban yang Allah perkenankan kepada mereka.

Tampak beberapa penanggung jawab acara mulai membuat rancangan pertunjukan, seperti group nasyid, fashion show, pantomime, Qosidah, marawis dan sebaginnya, yang tentunya akan menampikan pertujukan yang istimewa. Apalagi konsep pentas seni kali ini yakni pertunjukkan dari berbagai ekskul di pesantren modern, Shiraatol Mustaqiim. Berhubung penanggung jawab acara dan pengisi acara adalah santri kelas akhir itu sendiri, maka sudah pasti amat menyibukkan hari-hari mereka yang juga sudah amat sibuk untuk persiapan Ujian Nasional dan tugas-tugas kelas akhir. Namun, tetap tak menyurutkan semangat untuk mewujudkan pentas yang istimewa.

Desas-desus pembicaraan itulah kini yang membuat kuping seorang Shofia panas. Membuatnya sedikit tak berselera makan. Ia hanya diam. Ia yang telah ditunjuk menjadi penanggung jawab acara dari peminatan yang ia geluti yaitu sinematografi belum sama sekali memikirkan apa-apa.

Matanya melirik sosok perempuan yang tadi sempat menyapanya di ruang pembagian nasi. Namanya Hanna. Sosok itu membalas tatapannya dengan tersenyum. Sepertinya sahabatnya itu begitu berharap banyak darinya. Ia melengos melihat senyum Hanna kepadanya. Sejujurnya, Ia masih belum tahu akan memberikan ide apa. Membayangkannya sekalipun tidak. sejak terakhir kali ia dan rekan-rekan sinematografi membuat sebuah film yang nyatanya gagal total, mereka yang hanya tinggal berlima tak pernah lagi optimis. Bahkan kini peminatan sinematografi fakum. Rasanya tak ingin mengulang kekecewaan untuk ketiga kalinya karena kegagalan. Tapi kesempatan emas itu? akankah Shofia mengabaikannya? Mengubur lagi impiannya untuk kelas sinematografi? Sungguh ia binggung untuk menentukan pilihan itu,  sedang salah satu sahabatnya amat menunggu respon darinya. 

Sepertinya Shofia lupa bahwa kegagalan itu justru adalah ketika kita tidak memulainya. Biarlah kita lihat sejauh mana Ia benar-benar ingin mewujudkan mimpi-mimpinya. Apakah ia akan mengabaikan kesempatan itu atau mempergunakannya? 

---------------------------------------------------

(1) Ada apa, Han?

(2) Sudah punya ide buat al-Aflaam?

(3) Saudaraku cepatlah. Ukhty panggilan untuk saudara perempuan.

(4) Sudahlah jangan terlalu difikirkan. kita bicarakan hal ini dilain waktu

(5) Terima kasih

(6) Ini sudah kewajiban saya

(7) Para guru/ guru-guru

------------------------------------

Follow Me :

IG : Hulya_Ashfie
Twitter: hulyashfie 
FB : Hulya Ashfie

Mimpi di Balik Layar (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang