Pentas tanpa Crew Sinematografi?

212 9 0
                                    

Jika kamu tidak ingin diperlakukan buruk maka jangan berlaku buruk terhada orang lain
- Shaima-
***

Telah terpasang cantik dan menjulang sebuah background istana yang terbuat dari papan triplek. Beberapa hiasan tampak sedang direkatkan dibeberapa sisinya. Lampu-lampu latar pun mulai digantung. Terlihat disudut pojok kiri background terdapat artistik air terjun dengan lumut-lumut hijau buatan yang seperti nyata. Kesibukan di gedung serbaguna itu semakin terlihat. Ada yang mengelem, menata pot-pot, menggunting, menghias, membawa ini itu dan sebagainya, semua bekerja dan bergotong royang tak ada satupun yang bersantai ria. Karena seharian ini santri kelas akhir putra maupun putri diliburkan untuk mempersiapkan pentas akhir nanti malam. Tampak diantara mereka seorang pria dengan janggut tipis bertengker dibalik dagunya memonopoli kesibukkan mereka.

"Iya.. iya.. itu ditaro disitu saja Lin. Siska paralon yang tadi disana mana? Oh iya nanti dipasang sebentar lagi ya!" Serunya setengah berteriak sambil sibuk merekatkan sebuah benda lalu memasangkannya disebuah tiang dibantu oleh beberapa santri putri. Tak nampak diantara kesibukkan di gedung nan luas itu wajah-wajah crew sinematorafi. Bukan hanya itu, saat gladersik pun mereka tak nampak. Mereka seperti hilang di telan bumi. Kemanakah mereka? apa benar misi mereka berakhir setelah sutradara menghilang sejak dua hari yang lalu?

"Tan, Hanna, Shofia dan kru sinematografi lainnya pada kemana? Mereka gak bantu-bantu?" Tanya seseorang pada sang ketua pelaksana.

"Mungkin mereka malu karena projectnya gagal." celetuk seseorang yang lewat membawa sebuah gaun. Tere.

"Re, kamu tidak baik berkata seperti itu." Tania membalas celetukan Tere yang seenak jidatnya berbicara.

"Itu sudah kenyataanya kan?"

"Aku tau kamu kecewa dengan mereka karna kamu tidak jadi pemeran utaman kan Re?" Sambar Shaima mendengar pembicaraan mereka.

"Kata siapa? Jangan fitnah deh Ma!"

"Itu, Persis dengan apa yang kamu lakukan tadi Re, Jika kamu tidak ingin diperlakukan buruk maka jangan berlaku buruk terhada orang lain."

"Ugh, Ngeselin banget kamu Ma."

"Sudah sudah jangan berdebat, lanjutkan kegiatan masing-masing." Lerai Tania, akhirnya Tere pergi, Shaima, Tania dan Ines kembali melakukan aktivitas yang sempat tertunda. Menghias pot-pot.

Selepas sholat isya. Terlihat para santri putri maupun putra berbondong-bondong keluar masjid tepat setelah pembacaan wirid dan sholat ba'diyah. Di pintu masjid para santri putri berdesak-desakkan demi ingin cepat keluar. wajah-wajah mereka berseri ketika dapat bernafas lega telah lepas dari tumpukkan manusia yang berdesakkan itu. Ada beberapa dari mereka tertawa lepas.

Sebagian santri putri kelas X MA berseragam batik coklat, kerudung hitam dan rok hitam, yang malam ini menjadi bagian dari kepanitian untuk menyukseskan acara pentas "Crystal Night" telah siaga mengatur para anggota yang telah berkumpul di lapangan putri. Mereka yang akan menggiring para santri putri lain menuju lokasi pementasan, agar rapi dan teratur.

Di lapangan tampak beberapa panitia mengarahkan untuk berbaris rapi, suasana mulai riuh dengan sorak-sorai para santri putri itu dengan berseragam atasan putih dan rok hitam. Berbeda dengan para pengurus yang keseluruhannya adalah santri putri kelas XI MA putri telah lebih dulu beranjak menuju gedung serba guna.

Satu persatu para santri memasuki gedung serba guna dengan teratur. Mereka disambut dua resepsionis yang memberikan sovernir kepada para tamu yang hadir. Terdengar berbagai keriuhan yang terpantul dari para tamu demi melihat eksotiknya panggung yang megah dengan background bak istana kerajaan berhias taman nan indah dibawah panggung, kerlap kerlip lampu yang mengantung di pot-pot kecil sepanjang jalan yang membelah sisi kanan dan sisi kiri penonton menuju panggung, tampak pula keanggunan air mancur yang berada tengah-tengah paa penonton yang terbagi ke dalam empat bagian. Terlihat jelas pula cahaya dari balik artistik air terjun dipojok kiri panggung. Kini gedung serbaguna yang luas itu disulap menjadi sebuah istana megah dan mempesona.

Seketika alunan musik marcing band yang begitu dahsyat menggema dari setiap sudut gedung menyambut kedatangan para tamu. Terlihat personil-personilnya sangat bersemangat memainkan alat music drumband. Sang mayoret pun begitu lihainya menari ditengah-tengah penonton bersama dengan penari latar.

Tak kalah riuh dengan suasana di belakang panggung, beberapa orang sibuk mengatur jalannya acara. Diantaranya Tania begitu serius mengarahkan tiga orang yang akan menjadi pembawa acara dengan kostum bak putri kerjaan. Tak jauh dari tempat mereka berdiri seorang ustadz bersama seorang santri kelas akhir yang sibuk mengatur sound system. Sedang teman-teman yang lain sedang merapikan diri dan berhias di beberapa kelas yang dipakai untuk ruang rias. Beberapa kostum dan alat rias meramaikan suasana yang riuh dengan berbagai bisingan orang-orang yang ada didalamnya. Lagi-lagi crew sinematography tak ada satupun yang nampak disana.

Sepertinya acara pentas seni benar-benar tanpa adanya pertunjukan dari crew sinematography, buktinya sampai acara dimulai tak ada satupun wajah mereka diantara keriuhan dan kemegahan acara. Kandas kah mimpi Shofia dan keempat rekannya? Entahlah, biarkan cerita ini mengalir menemukan jawabannya.

________
Oke readersku tersayang,
utk foto panggung anggap aja seperti itu yaa, soalnya author nyari foto milik author blm ketemu hihi
jangan lupa follow, like dan comment yaaa maaciww...

Mimpi di Balik Layar (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang