Permusuhan yang Berlanjut

206 10 0
                                    

  Ikhlas mudah utk diucapkan tapi pada kenyataannya sulit utk dilaksanakan  

- Farid - 

***

Kesibukkan menata panggungpun dirasakan para pemuda yang berada di lapangan santri putra yang cukup luas, yang mana malam nanti merekapun akan mengadakan pentas seni. Karena gerimis sempat mengguyur sore tadi terlihat mereka kewalahan untuk mempersiapkan pentas, apalagi backgroud yang sangat mewah sempat terkena percikan air hujan, syukur segera di tutup dengan terpal.

Saat mereka yang sibuk berkeliaran kesana-kemari untuk membereskan panggung yang sempat rusak karena hujan, tampak salah seorang diantaranya mematung sendiri di bawah panggung, memandangi panggung yang kini telah terhias walau sedikit ada yang basah dan tergenang air. Ia tersenyum simpul.

Sebentar lagi panggung ini akan dipenuhi berbagai pertunjukkan yang akan ditonton beribu orang santri. Tak menyangka akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu akan tiba dan itu sebentar lagi, semoga perjuangan beberapa hari ini tidak sia-sia dan acara berjalan dengan lancar. Gumamnya. Tak salah orang yang satu ini berdecak kagum karena panggung ini telah berdiri kokoh, dimana ini adalah salah satu maha karyanya.

Ketika ia menoleh tiba-tiba matanya tertuju pada seseorang yang berjalan tergesa-kesa dengan mimik wajah yang kesal membawa sesuatu ditanganya. Seketika Ia mengeryitkan alisnya. Tanpa pikir panjang ia mengekori orang tersebut, yang tak lain sahabatnya sendiri. Tiba di sebuah kamar ia melihat orang itu membanting barang yang sedari tadi dipegangngnya.

Arrghhhh.... Orang itu menggeram.

"Kenapa sih Rid?"

"Kesel, cuman ngasih tanda tangan aja banyak macemnya."

"Sabar-sabar. Itu kan emang resikonya."

"Ya tapi nggak segitunya juga kan?"

"Yaudah si itu nanti aja, sekarang mending mikirin acara buat ntar malem. Sekarang tahan emosi ente, biar tanda tangan dan hukuman nanti ane bantu dah nanti," Farid hanya mengangguk mendengar usulannya.

"Makasih sob!" ucap Farid menepuk pundak sohibnya itu.

"Oiya gimana si shofia udah ada kabarnya?" Farid hanya menggeleng

"Gue makin bersalah, Di."

"Ya... ente positif thinking aje deh sob! Katanya si yang ane denger selain problem ame ente, dia punya problem lain, mungkin dia emang lagi banyak pikiran!"

"Problem apa lagi?" tanya Farid mengeryitkan alisnya, lagi-lagi Hadi hanya mengangkat bahunya.

Farid menghela nafasnya, Seketika ia tertegun, entah mengapa setiap kali Ia mendengar nama itu dengan masalah yang dihadapinya, ia merasa ingin berada didekatnya dan menenangkannya. Tapi rasanya itu sangat mustahil. Shofia terlihat sangat membencinya. Bahkan ia masih sangat mengingat perkataan gadis itu saat mereka bertengkar dulu. Shofia tak ingin kenal dengannya lagi.

"Oy.." Hadi mengibaskan tangannya dimuka Farid, ia pun tersadar dari lamunannya.

"Mikirin apa si?" sambungnya memperhatikan mimik dari raut wajah Farid yang terlihat bingung.

"Udah tenang, jalanin aja. Sekarang mah Happy fun dulu lah untuk ntar malem."

"Dalam keadaan gini mana mungkin gue bisa tenang, Di. Ini semua gara-gara si Ditto tuh. Gue bener-bener masih belom terima."

"Udah lah udah... ente kan udah lampiasin kekesalan ama dia."

"Ya tapi gue belom puas, Di. Harusnya dia yang dapet hukuman kayak begini. Dia harus menerima akibatnya juga biar jera."

"Udah Rid, istigfar. Jangan bales dendam entar malah ente kena imbasnya lagi kayak kemaren, mau nambah sangsi lagi? Mending ikhlasin, kalau kayak begini terus kagak bakal ada abisnya Rid."

"Ya... Ikhlas mudah utk diucapkan tapi pada kenyataannya sulit utk dilaksanakan, Di."

"Tenangkan hati ente, buang segala dendam, banyak dzikir, dan pikirkan hal-hal yang baik. In sha Allah dendam ente akan hilang. Allah tau waktu yang tepat untuk membalasnya. Serahkan sama Allah." Jelas Hadi tersenyum.

Farid tertegun dengan kata-kata sahabatnya. Kembali ia diingatkan tentang kelakuan seorang Ditto kepada dirinya yang bersumber karena pertengkaran mereka dulu. Saat sama-sama menjabat menjadi bagian bahasa, sering sekali kedua berbeda argumen, bukan hanya kali itu saja, banyak persaingan dan perdebatan diantara mereka, yang membuat mereka selalu tidak sepihak dan terjadilah permusuhan. ternyata Ditto masih menyimpan dendam padanya. Kini ia pun kena imbasnya kembali dari permusuhan yang berlanjut ini. Belum ada yang sama sekali mengibarkan bendera putih diantara mereka. Kedua sama-sama ber-ego tinggi.

Penyesalan kembali terbesit dalam benaknya. Kenapa bukan ia yang memulai perdamaian itu. Andai dari dulu ia berdamai, menyudahi permusuhan itu, mungkin ceritanya tak seperti ini. Shofia mungkin tidak menjadi sasaran permusuhan antara dirinya dan Ditto. Entah mengapa sampai saat ini ia belum mendapatkan jawaban mengapa gadis mungil berwajah lembut itu yang menjadi sasaran ketidaksukaan Ditto padanya? Itulah yang masih menjadi teka-teki dan tanda tanya besarnya. Farid berharap ia bisa memperbaikinya, memulai perdamaian itu.

--------------------------- 

Maafkan Author yaa genks baru update lagiiii.... 

jangan lupa vomentnya yaaa maaciww semuanyaaa 

Mimpi di Balik Layar (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang