Pencarian

189 10 3
                                    

kita tidak akan kehilangan siapa-siapa, kita hanya perlu bersabar  agar Allah mengembalikan mereka ditengah-tengah kita lagi
-Hanna-
***

Pagi yang masih basah, hujan deras semalam membuat efek sembab pagi ini, terlihat genangan air di pelataran lapangan dan kelembaban disetiap sudut-sudut bangunan dengan ujung-ujung genting yang sesekali menitikkan air dan dedaunan yang masih terlihat berembun. Seperti halnya sembab yang masih membekas dari balik wajah Shofia. hari ini kemungkinan besar ia tak akan berangkat sekolah karena kondisinya yang masih lemah. Setelah bel berdencang keras. Seluruh santri melangkah cepat menuju kelas masing-masing.

Lala pun membereskan buku-bukunya dan merapikan diri. Terlihat dari beberapa teman yang lain sibuk untuk segera bergerak pergi. Setelah merasa beres ia menghampiri sahabatnya yang masih terbaring tak berdaya.

"Aye ke kelas dulu ye pok, Baik-baik ye," bisiknya, Shofia hanya mengangguk lemas. "Oya nasinya abisin ya," sambungnya melihat nasi yang masih tergeletak belum tersentuh oleh sahabatnya itu.

Suasana seketika hening ketika seluruh penghuni kamar telah beranjak pergi, hanya Shofia seorang diri diatas Kasur tipisnya dengan selimut yang masih didekapnya.

Matanya pun tertuju pada satu objek yang kembali menyesakkan hatinya. Sebuah map berwarna merah tergeletak didekat ujung kakinya. Ia pun mengambilnya secara kasar. Membukanya. Terselip beberapa lembar didalamnya. Pada lembaran pertama ia tertegun meresapi kata-kata dalam kertas itu. kini matanya tertuju pada bait pertama yang bertuliskan 'surat pernyataan'. Deg. Hatinya terasa tertancap pisau. Pikirannya pun melambung pada bayang-bayang dirinya akan membaca deretan kalimat dalam kertas itu dengan suara lantang di tonton oleh ribuan santri putri dan ia pun akan membacanya didepan ribuan santri putra. Seketika ia menahan nafas. Perasaan malu menelusup dalam hatinya. Pikiran jelek mulai menghantuinya, ia akan dicap sebagai seorang pelanggar!

Kemudian rekaman itu beralih kepada tulisan di wall facebooknya, amarahnya pada seorang laki-laki jangkung, seorang ustadzah yang memarahinya, ayah ibunya, sosok Lissy dan kertas kecil, bayangan dirinya dilihat ribuan orang menggunakan kerudung semamphore membacakan surat pernyataan di depan seluruh santri, lalu bayang-bayang itu berubah menjadi sebuah drama tadi malam yang membuatnya kini terbaring, semua itu seperti satu slide yang berputar-putar dalam pikirannya. Hatinya pun semakin dilanda kekecewaan, kekesalan, kesedihan, malu dan keemosian yang membaur mengintari hatinya. Seketika map itu ia banting.

"Ya Allah kenapa ujian ini begitu berat, serasa terus mengejarku. Kenapa seperti tak ada ruang untukku bernafas lega," lirihnya, derai air matanya mengalir kembali. Rasanya setan sedang menertawainya.

Tangan lemahnya membuka lemari. Ia menemukan lembaran skenario buatannya. Nafasnya seperti terhenti seketika. Segera ia hempaskan kertas-kertas itu diatas map yang ia banting. Rasanya impian itupun sebentar lagi akan pupus dan hancur, seperti kegagalan yang dulu. kemudian ia ambil sebuah dompet, terlihat hanya dua lembaran mata uang didalamnya, dua uang berwarna hijau. Terlihat sendi-sendi tangannya melemas seketika. Ia ingat Ayah dan Ibunya belum datang menjenguknya sejak minggu lalu padahal sudah waktunya mereka menjenguknya.

Shofia pun tertegun kembali, tanpa pikir panjang ia mencari sebuah barang di atas lemarinya. Setelah menemukannya Shofia pun memasukkan beberapa barangnya kedalam benda itu dengan kasar. Berupa satu baju, kerudung dan dompetnya. Kemudian ia membanting pintu lemarinya. Sedetik kemudian ia beranjak pergi keluar kamarnya.

Dengan sangat perlahan ia melangkah. Seperti seorang yang sedang keluar dari persembunyiannya. Matanya tak henti melirik sekelilingnya. Ada ketegangan dan kegugupan yang menelusup. Setelah berhasil menelusup keluar pintu besi itu. ia segera beringsur tanpa ragu melangkah maju menelusuri jalan dengan tenangnya. Menapaki jalan-jalan setapak berkerikil. Hingga tiba diujung gang ia menghentikan salah satu mobil yang berselewengan di jalan.

Kini ia telah terbawa pergi dalam sebuah mobil angkot. Namun terlihat ada kecemasan yang mengusik hatinya. Tertampak dari wajahnya yang tertunduk, ia gelisah. Akankah langkah yang ia ambil itu benar? Iapun membuang jauh-jauh pikiran itu, yang pasti kini ia fokus pada satu tujuan. Pikirannya sudah kacau balau. Ia berharap dengan cara ini ia bisa membuang rasa khawatir dan takutnya. Angan-angannya mulai melambung, ia telah berada dipenghujung kisahnya tinggal di pondok pesantren modern itu dan segera melepas rok putih abu-abunya, agar tak bertemu dengan map merah itu lagi dan segala masalah yang terlanjur bertamu.

Dua jam berlalu, kini ia telah sampai di sebuah stasiun kereta. Terik mataharipun semakin menyengat, hingga kulitnya terasa panas. Belum lagi hiruk piruk keramaian yang membuatnya tambah pusing dibalik wajah pucat pasinya. Ia segera menaiki salah satu kereta yang akan memberangkatkannya ke Ibu Kota ketika kereta itu datang. Nampak kepuasan saat menghempaskan tubuhnya disalah satu kursi kereta. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya kereta terisi penuh, bahkan hingga ada yang berdiri mengantungkan tangannya, itu artinya kereta segera berangkat. Tak berapa lama semua pintu-pintu di kereta commuter line ini tertutup rapat. Sedetik kemudian keretapun melaju. Ia menyadarkan tubuhnya.

Sedang di pesantren, dengan tergesa-gesa si pemilik lesung pipit berlari dari satu tempat ke tempat yang lain, mulai klinik, kantin, asrama, kamar mandi hingga masjid tak ia temui sosok itu. Mata sipitnya menunjukkan kekhawatiran. Denyut jatungnya tak henti berdetak keras. Semua pelosok asrama telah ia jelajahi dari satu kamar ke kamar yang lain namun nihil. Ia tetap tak temukan sahabatnya itu. kecemasan mulai mendera. Bukan hanya dia, Firka, Lala dan beberapa temannya pun ikut mencari namun tetap saja tak ditemukan. Kemana gerangan ia pergi.

Setelah mengetahui ketiadaan Shofia di kamarnya Hanna mulai mencari. Hingga akhirnya ia kembali menuruni tangga dari pencariannya di asrama lantai dua dengan gotainya. Kakinya seperti lemas untuk berpijak. Entah mengapa tiba-tiba kaki kanannya hilang kendali, ia kaget, kakinya terpeleset, tubuhnya terjatuh, secepat kilat tangannya berusaha menahan namun sia-sia, pinggangnya telah terbentur ujung pijakan tangga dan tubuhnya terseret ke dasar tangga. Bug. Hanna terdampar diujung tangga terduduk lemas menahan sakit.

Beberapa santri yang melihat adegan terpelesetnya segera menolong. Lala segera memapahnya melihat sahabatnya itu terjatuh ke sebuah klinik lalu dibaringkan di sebuah kasur. Wajah teduhnya terlihat meringis menahan sakit. Beberapa orang terlihat panik. Sang penjaga klinik pada hari itu segera memberikan pertolongan pertama padanya. Mengoleskan minyak pada sendi-sendi kakinya yang terasa ngilu. Salah satu santripun bergegas keluar memanggil tukang pijat. Dalam hati Hanna terus beristigfar. 

"Yang mana lagi yang sakit ukhty?" tanya seorang yang sedari tadi mengolesi kakinya dengan minyak. Namanya Dinda. Salah satu anggota bagian kesehatan Pondok. Yang melayani santri-santri putri yang sakit di klinik itu. Lala segera memberinya air putih.

"Nggak ada, yang ini aja." lirihnya memijat-mijat kaki kanannya.

Setelah beberapa menit berlalu, sang tukang pijit. Yang biasa dipanggil Mak Ijat datang menghampiri. Dengan baju kebaya lusuh khasnya dan gurutan keriput dari balik wajahnya ia terlihat berenergi, memijat-mijat kaki Hanna dengan lihainya. Sesekali terdengar rintihan sakit dan aduhan nyeri. Namun akhirnya Hanna bernafas lega setelah Mak ijat mengakhiri ritual pijatnya. Kini ia harus rela berjalan tertatih-tatih karena kakinya belum sepenuhnya sembuh. 

"Han, kamu udah gapapa?"tanya Lala mendekati. Hanna mengangguk.

"Shofia sudah ketemu?"

"belum." Jawab Lala diiringi anggukan sedih Firka.

"Lain kali hati-hati ya Han, kita teh udah kehilangan sutradara, kameran, jangan sampai kamu juga." Lagi-lagi Hanna menjawab dengan anggukan senyum atas kata2 Firka.

"kita tidak akan kehilangan siapa-siapa, kita hanya perlu bersabar  agar Allah mengembalikan mereka ditengah-tengah kita lagi."

--------------------------------

Gimana manteman udah sampe di part ini? hihi jangan ikut-ikutan kabur yaa kek shofia hahaha 
yang mau tau kelanjutannya stay tune terus yaa jangan lupa vote, commentnyaa 

Mimpi di Balik Layar (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang