XXVII

944 169 13
                                    

Pintu kelas terbanting keras, Jennie pelakunya.

"Ini sudah yang kedua kalinya dalam seminggu ini!" greamnya kesal sambil berjalan menuju meja Jimin, yang kursinya diduduki oleh Chaeyoung yang sedang mampir dengan pemiliknya yang berdiri di sampingnya.

"Ada apa?" tanya Jimin.

"Seorang wanita terus-terusan muncul di gerbang dan meminta izin untuk bertemu dengan si Jeon Jungkook itu. Aku sudah bilang padanya kalau dia butuh kartu pengunjung, tapi dia tetap kembali tanpa membawa kartu itu. aku tidak habis pikir." Jenie kemudian menoleh pada Chaeyoung,

"Rosie! katakan pada Pangeran berkuda poni itu untuk berhenti membawa pacarnya kemari, ini Akademi, not a love shack!" kemudian berlalu menuju kursinya sendiri.


"Oh.. O-okay?" Chaeyoung berujar pelan. Irisnya meredup.


Jimin menatap Chaeyoung yang menunduk lesu.


-[][][][][]-


Sudah terhitung tujuh minggu hubungan ini berjalan diam-diam. Sejauh ini, segalanya berjalan tidak mudah. Berpura-pura tidk mengenal satu sama lain ketika tidak sengaja berpapasan di tengah keramaian. Satu-satunya waktu yang kami punya hanyalah ketika saling mengujungi asrama satu sama lain. Secara diam-diam tentunya.

Seperti sekarang ini. Di jam makan siang.

Ditambah lagi, kami harus tetap 'awas' kalau-kalau sewaktu-waktu Park Jimin atau Somi masuk. Dan skinship.. ciuman di atap malam itu, sejauh ini hanya itu. Belum ada perkembangan. Oke, aku memang terkadang mesum, tapi bukan itu maksudku. Aku hanya bertanya-tanya apa yang seperti ini masih bisa di kategorikan sebagai sepasang kekasih? Apa hanya aku yang terlalu tamak dan ingin lebih?

"Ayo bertemu lagi di kamarku sabtu ini? Somi bilang dia akan izin selama weekend karena urusan pekerjaan. Jadi, hanya akan ada kita berdua di kamar!"

Aku terdiam sesaat. Kata-katanya memang terdengar menggoda, tapi faktanya si pirang bahkan sama sekali tidak mengerti kalau yang barusan dikatakannya itu bisa bermakna ganda. Tidak. aku yakin dia bahkan tidak tahu apa itu 'ambigu'.

"Kau tahu, yang barusan itu bisa saja disalah artikan."

"H-huh?"

Kulihat dia menoleh sejenak, berikut Ranchan di pelukannya. wajahnya terlihat bingung. Aku tidak tahan untuk tidak tertawa.

"Bukan apa-apa. Lupakan saja. Sebetulnya, aku tidak bisa hang out denganmu sabtu ini."

"Apa Jungie mau pergi ke suatu tempat?" si pirang meletakkan kucing hitam itu di lantai, dan beranjak duduk kembali di kasurku.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk mengikuti saran Dahyun. Masalahnya adalah aku tidak tahu harus memberi apa pada Chaeyoung. Dia tidak terlihat seperti perempuan yang materialistik. Aku tidak pernah melihatnya memakai aksesoris selain jam tangan hitam yang terkadang melingkar di pergelangannya.

"Ya. aku perlu membeli beberapa keperluan."

"Boleh aku ikut dengan Jungie?"

"Itu, um- sebaiknya tidak."

"Ah, b-benar. Orang-orang mungkin akan melihat kita" dia menunduk lesu. Kemudian menepuk-nepuk pipinya sendiri. Seharusnya aku terbiasa dengan segala kejutan-kejutan aneh semacam ini. Tapi nyatanya tidak.

"Apa yang kau lakukan? Kau terlihat tidak baik-baik saja. Apa ada masalah?"

"Um- itu.. a-apa Jungie um- mau bertemu seseorang? um- perempuan?"


Ya Tuhan.


"Tidak. Aku hanya berbelanja keperluan pribadi. Kenapa? Apa kau baru saja cemburu?"

"T-tidak! um- mungkin..?"

Aku bangkit dari posisi tidurku di lantai dan beranjak duduk di sampingnya.

"Maksudku.. Jungie sudah pernah berpacaran dan mencium beberapa perempuan sebelumnya, kan?"

"Yeah. Aku tidak berniat mengelak. Tapi itu bukan berarti aku akan melakukannya lagi sekarang. You're my girlfriend. Apa kau tidak pernah mencium seseorang sebelumnya?"

Chaeyoung tampak berfikir sejenak. "Um- aku pernah mencium salah satu anak laki-laki di kelasku keika aku masih di taman kanak-kanak.. tapi aku hanya menciumnya di pipi."

Aku sama sekali tidak heran.

"Wow. You're such a Heartbreaker."

"Says you, Pro-Kisser."

 "Pro Kisser?"

"Yup! m-mungkin aku juga perlu berlatih, mencium pria lain supaya bisa jadi Pro sepertimu." Ia berujar dengan suara yang aku yakin sengaja dibuat terkesan menantang. bahkan tangannya ikut dilipat di dada.

Aku tahu persis si pirang sedang bercanda, namun Anehnya aku tetap tersulut.

"Hey! Kau tidak bisa mencium laki-laki lain sebagai 'latihan'!"

Ku lihat dia terkekeh. "Supaya aku bisa selevel dengan Jungie. Jadi, kenapa tidak?"

Aku bangkit dan segera memposisikan diri di hadapannya, yang sedari tadi duduk manis di pinggir ranjang. Lutut kami bersisian. Kubawa dagunya naik, pandangan kami saling mengunci.

"Karena aku sudah mengklaim segala jenis ciuman dari bibir ini."

Chaeyoung merona.

Aku gemas.


"O-okay. Tapi Jungie tidak boleh mencium perempuan lain atau aku akan benar-benar marah!"

"Menakutkan sekali." Aku terkekeh pelan.

"Aku serius!"


Kubiarkan ibu jariku menelisik dan merekam seberapa halus pipi Chaeyoung,

"Uh-huh. Aku percaya."

"S-Shut up, Jungie."

"Okay."

dan membungkam diri dengan bibirnya.


Dia memintaku untuk 'diam', bukan?


***

I'm so sorry I've been inactive for awhile. Aku krisis percaya diri dan sempat berfikir untuk hapus story ini. udah sejauh ini sayang kalau di hapus, kan? sama sekali tidak. Aku bukan tipe yang 'sayang-sayangan'.

Tapi, aku ingat ada manusia-manusia di luar sana yang sukarela mampir jauh-jauh kemari, nengokin sesuatu yang 'yhaa apasi inimah paling gini gitu doang'. Jadi, at least aku selesain apa yang aku mulai, siram api yang aku nyalain sendiri krn kalau tida nanti berpotensi kebakaran, sebagai bentuk terimakasiQ pada manusia-manusia entah di mana.

Terimakasi sudah mau datang selalu :)

Terimakasi sudah mau datang selalu :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Where Tangents Meet || Jungkook X RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang