XIV

1.2K 219 2
                                    

Jungkook menatap Jimin yang masih menundukkan kepalanya. Menunggu jawaban.

Jimin meremas tangannya sendiri. Memori yang menari di kepalanya membuatnya sesak.

"Apa kau tahu? Waktu kecil, Chaeng sangat suka ballet."

Jimin masih menunduk. Jungkook memilih diam dan membiarkan Jimin meneruskan ceritanya hingga habis.

"Sebetulnya Chaeng itu sangat berbakat, anggun, pintar, dan pribadinya tenang.

Dibandingkan denganku, kita bagai langit dan bumi.

Dialah yang melindungiku kapanpun, dimanapun. Chaeng juga tegas. Setiap kali aku menangis, dia akan berkata;

Hapus air matamu, Jimin. Kau bukan bayi."

Jungkook sedikit terkejut mendengar pernyataan Jimin. Bibirnya sedikit terbuka, hendak mengeluarkan pertanyaan yang terlintas pikirannya, namun urung karena Jimin masih saja menunduk.

"Chaeng di sukai banyak orang. Banyak sekali yang mendekati Chaeng dan berlomba-lomba mencuri perhatian Chaeng untuk menjadi temannya.

Sampai suatu hari,"

Jimin mengusap ujung matanya yang berair.

"Hari minggu, hari yang sama seperti minggu-minggu sebelumnya.

Orang tua kami yang sibuk bekerja, Chaeng yang berlatih ballet di ruang keluarga lantai atas, aku yang bermain puzzle di ruang tengah, di lantai bawah.

Semua berjalan biasa, hingga aku mendengar suara ribut. Chaeng terjatuh. Jatuh menuruni tangga? Entah, Aku tidak tahu persis.

Aku hanya tahu Chaeng tertidur di lantai dengan banyak darah di sekitar kepalanya."

Jungkook melihat Jimin menghembuskan nafas perlahan. Entah sedang menyesal atau menyalahkan dirinya sendiri, Jungkook tidak begitu paham. Mungkin keduanya.

"Aku panik. Aku tidak memanggil ambulan, ataupun menelpon orang tuaku. Yang ku lakukan saat itu hanya menangis.

Aku.. tidak berguna."

Jimin menyeka sudut matanya lagi.

"Kemudian ketika orang tua kami pulang, mereka segera membawa Chaeng ke rumah sakit. Dan aku masih saja menangis.

Chaeng kritis, karena kehilangan banyak darah akibat benturan keras di kepalanya.

Setelah berminggu-minggu yang rasanya seperti tiada akhir bagiku, Chaeng akhirnya sadarkan diri.

Aku menangis, lagi. Aku sudah menyiapkan diriku, kalau nantinya Chaeng akan menyalahkanku, dan memarahiku. Tapi ketika dia melihatku, Chaeng tertawa. Dia tidak memarahiku.

Dia tersenyum, lebar sekali. Jiminie~ kenapa kau menangis?"

Jimin tersenyum, senyum pahit. Jungkook yakin yang itu.

"Kepribadian Chaeng berubah. Tidak ada lagi Chaeng yang sempurna. Chaeng jadi sering melamun. Dan Chaeng berhenti menari.

Anak-anak yang awalnya mengerubungi dan mencuri perhatiannya, berbalik. Tidak lagi mau berteman dengan Chaeng. Mereka bahkan tidak menyapanya sama sekali.

Sejak saat itu, aku merasa bertanggung jawab melindunginya. Apapun yang terjadi. Aku tahu semua itu begitu berat untuknya. Meski Chaeng tidak pernah mengeluh sekalipun padaku, tapi aku bisa merasakan kesedihannya.

Terkadang, aku menyalahkan diriku. Kalau saja saat itu aku melakukan sesuatu, mungkin keadaanya tidak akan begini.

Tapi yang paling menyakitiku, adalah perasaan senang yang muncul saat itu. Saat aku merasa bertanggung jawab untuk melindunginya. Mungkin saja saat itu aku senang karena akhirnya aku bisa lebih kuat dan lebih hebat dari Chaeng.

Aku merasa benar-benar brengsek."

Jungkook bangkit dari lantai, dan duduk di kasur Jimin. Jungkook tidak tahu persis bagaimana perasaan Jimin. Tapi Jungkook yakin, mengutuk diri sendiri bukan hal yang bagus.

"Kau tahu? Dia kelihatan seperti adik yang paling bahagia di dunia. Well, Dia selalu membicarakan hal yang baik tentang semua orang, sih. Tapi itu karena dia memang penuh kasih sayang terhadap siapapun, terlebih kau, kakaknya."

Jimin mengangkat kepalanya, menatap Jungkook. Air mata masih menggantung di sudut matanya. Siap terjun.

"Pertama kali aku mendengar sesuatu tentangmu darinya adalah dia yang mengkhawatirkanmu, pneumoniamu itu. Aku bisa bilang kalau adikmu itu sama pedulinya denganmu. Mengkhawatirkanmu, dan menyayangimu sebagaimana kau padanya.

Kau boleh saja mengutuk dirimu untuk apa yang terjadi di masa lalu. Tapi bagaimanapun, kecelakaan itu bukan sesuatu yang direncanakan.

Aku pikir dia tidak pernah menyalahkanmu, apalagi menginginkan kau merasa bersalah karena kecelakaan itu.

Tapi- Hey! Apa yang ku tahu? Aku hanya orang luar yang kebetulan lewat dan melihat kedalam rumahmu dari jendela."

Jimin bangkit, membawa serta gitarnya.

"Omong-omong soal itu, alasanku memberitahumu soal ini, meskipun Chaeyoung berkata kau sama seperti teman-temannya yang lain, aku tidak merasa dia bermaksud demikian.

Kau orang pertama yang menjadi temannya sejak kecelakaan itu.

Kau juga orang yang membuatnya lupa akan kecelakaan itu. Sesuatu yang aku bahkan tidak bisa melakukannya.

Jadi, aku mau berterimakasih padamu. Dan tolong, jaga dia. Perlakukan Chaeng dengan baik."

Jimin berlalu, meninggalkan Jungkook termenung sendiri di kamar.

"Tentu."

***
Chaeng tidak bodoh, Jungie. Otaknya tidak senormal dulu saja :(


Tengkiyuw sudah kemari :)

Where Tangents Meet || Jungkook X RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang