11

8.7K 1.9K 994
                                    

kayaknya ini work yg paling tahan bikin gue nulis 2400 words tiap chapter deh.
siders keluarlah! kemeha-meha!
coba sekali2, viewers nya sama dengan voters nya. janji deh bakal double update.
kutunggu ya

🍃

BAB 11

🎶 now playing; Crush - David Archuleta 🎶

Am I crazy or falling in love?
Is it real or just another crush?

🌸

Salah satu alasan Lea untuk tidak mengeluh dengan ketidakadaan sosok Ibu adalah; Ayahnya jago masak. Setiap masakan yang dibuat oleh pria bersurai hitam dengan beberapa helai rambut putih yang terlihat samar-samar itu selalu membuat suasana hati Lea membaik. Seperti hari ini, Ayahnya telah memasakkan nasi goreng spesial lezat dihiasi keju mozarella diatasnya. Tampak sangat menggugah untuk segera dilahap.

"Makasih, Pa," ucap Lea ketika Ayahnya meletakkan piring berisi nasi goreng di depannya. "Btw, Papa hari ini kok pulangnya siangan?"

Mendengar itu, Ayah Lea—Alvin—mengelus puncak kepala anak sulungnya yang cantik itu setelah menarik satu kursi untuk duduk di depan anak gadisnya. "Iya, males Papa di kantor. Cuma duduk doang nungguin berkas yang mau di tandatanganin. Mending Papa pulang, masakin kamu makanan."

"Ih, makan gaji buta nih si Bapak Kepala Dinas."

"Sekali-kali demi keluarga nggak papa. Lagian kalo Papa pulang, yang bukain pintu si abang mulu, kamu udah tidur."

Lea menyengir lalu melahap nasi goreng itu lagi. Seiring berjalannya waktu, Lea menerima kematian Ibunya. Meski sesekali Lea membicarakan beliau, atau menyamakan wajah mereka berdua lewat album foto keluarga.

"Pacar kamu... sekarang siapa?" celetukan Alvin membuat Lea tersedak. Gadis itu buru-buru meraih gelas dan menenggak air minumnya untuk meredakan sakit di kerongkongannya.

Otak Lea langsung menjurus pada dua nama; Mark dan Jimin. Tapi nama Mark buru-buru ia tepis dari pikirannya karena mereka sudah putus hampir seminggu, maka kini beralih pada Jimin, si pacar jadi-jadiannya. Sialan. Ia jadi teringat tempo hari dimana cowok itu meninggalkan dirinya di kafe. Kemarin, Lea benar-benar langsung pulang karena malu. Dirinya seperti kambing congek yang tidak tahu harus melakukan apa kala itu.

"Kok Papa nanya gitu?" Lea panik. Sejauh ini, Lea sudah berkali-kali pacaran dan sang Ayah tak pernah mengetahuinya. Kalaupun Ayahnya pernah melihat Lea diantar cowok selain Luhan ke rumah, gadis itu selalu berkilah kalau cowok yang mengantarnya itu adalah teman kampus. Lea belum siap untuk urusan seperti itu. Karena nanti kalau putus akan ribet, bisa memperpanjang masalah.

Alvin terkekeh melihat ekspresi Lea seperti ketakutan. "Nggak apa-apa. Memangnya Papa nggak boleh tahu? Biar Papa bisa siap-siapin diri dari sekarang, kalau nanti Papa bakal ngelepas anak perempuan Papa sama laki-laki lain."

"IHHHH PAPA! Jauh banget dah udah mikir sampe ke sana." Lea mencebikkan bibirnya.

"Hehehe," cengir Alvin. "Jadi siapa, kak?"

"Mana ada!"

"Halah, cowok yang anterin kamu dulu ganti-ganti, kok," goda Alvin jahil.

"Temen Pa.. temen.."

"Masa sih? Umur 20 tahun belum pacaran?"

"Emang belum?" alis Lea terangkat.

Alvin geleng-geleng kepala, tahu kalau putrinya tidak nyaman dengan pertanyaan seperti itu. Alvin bukanlah tipikal orangtua polos, yang hanya menelan info mentah-mentah tanpa menyelidiki anaknya terlebih dahulu. Ia tahu Lea pasti pernah berpacaran. Hanya saja lelaki itu juga tak paham kenapa Lea selalu merahasiakan identitas pacar-pacarnya, padahal Alvin bukanlah orangtua yang melarang anaknya berpacaran.

My Angelic BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang